Mohon tunggu...
clarisyaura
clarisyaura Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa semester 5 jurusan Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Air Timur Tengah dan Afrika : Apakah Solusi Kerangka Kerja Sama Regional Efektif?

19 Januari 2025   19:33 Diperbarui: 19 Januari 2025   19:32 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Mahasiswa Universitas Prof. Dr. Moestopo (B) dan Syahrul Awal  S.ip M.si  Dosen HI Universitas Budi Luhur

Di Timur Tengah, masalah air berakar pada pertumbuhan populasi yang pesat dan ketergantungan pada sungai-sungai besar yang melintasi beberapa negara, seperti Sungai Nil, Eufrat, dan Tigris. Negara-negara yang berbagi aliran sungai ini, seperti Mesir, Sudan, Irak, dan Turki, telah lama terlibat dalam ketegangan terkait pengelolaan dan pembagian air, terutama dengan munculnya proyek-proyek infrastruktur besar seperti bendungan dan pengalihan aliran sungai. Persaingan untuk menguasai sumber daya air ini telah menciptakan ketegangan politik yang berlarut-larut dan potensi konflik yang terus membayangi kawasan ini.

Di Afrika, fenomena serupa terjadi di kawasan-kawasan yang lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti Sahel dan wilayah sekitar Danau Chad. Di sini, konflik atas air tidak hanya dipicu oleh keterbatasan sumber daya, tetapi juga oleh eksploitasi berlebihan dan degradasi lingkungan yang semakin memperburuk situasi. Negara-negara yang berbagi akses terhadap sumber daya air, seperti Sungai Nil dan Danau Chad, sering kali terlibat dalam persaingan yang dapat berujung pada ketegangan dan kekerasan, baik antar negara maupun antar kelompok etnis yang berebut akses air.

Seiring waktu, masalah air ini semakin kompleks, melibatkan bukan hanya faktor fisik, tetapi juga politik, ekonomi, dan sosial. Apa yang dimulai sebagai pertarungan untuk sumber daya yang terbatas kini menjadi persoalan yang mengancam stabilitas dan perdamaian di kedua kawasan tersebut. Konflik-konflik air di Timur Tengah dan Afrika bukan hanya mencerminkan kelangkaan sumber daya, tetapi juga menggambarkan bagaimana air telah menjadi simbol kekuasaan, kontrol, dan keberlangsungan hidup bagi jutaan orang.

Dikutip dari artikel yang berjudul "Water Conflicts in the Middle East and Africa: The Study on Efforts to Find Based Solutions Regional Cooperation Framework" oleh Dr. Ryantori, M. Si, bahwa krisis air di Timur Tengah dan Afrika telah menjadi isu global yang memicu ketegangan regional dan konflik politik. Dengan lebih dari 130 juta orang di 80 negara mengalami kekurangan air akut, distribusi sumber daya ini semakin tidak merata. Selain menjadi sumber kehidupan, air juga sering menjadi alat negosiasi atau bahkan senjata politik. 

Contoh nyata adalah Sungai Nil yang alirannya melewati Ethiopia dan Mesir. Ethiopia memanfaatkan posisinya sebagai negara hulu untuk membangun bendungan yang didukung Bank Dunia, yang berpotensi mengurangi 20% aliran air menuju Mesir. Situasi ini menambah ketegangan, terutama dengan adanya intervensi dari negara seperti Israel yang memiliki kepentingan strategis terhadap aliran air di kawasan tersebut.

Dalam artikel juga dijelaskan selain itu, proyek raksasa Turki di Sungai Efrat dan Tigris, yang meliputi pembangunan 22 bendungan dan 19 pembangkit listrik, juga memicu konflik dengan negara hilir seperti Suriah dan Irak. Konflik serupa terjadi di Afrika, dimana perbedaan alokasi air sering kali menciptakan ketegangan antar negara.

Dalam artikel juga dijelaskan upaya untuk menyelesaikan konflik ini melalui kerangka kerja regional. Deklarasi Petersburg, yang diadopsi dalam sebuah konferensi internasional, menekankan pentingnya visi bersama, komitmen politik, dan kerja sama lintas negara. Deklarasi ini menyoroti pendekatan terintegrasi dalam pengelolaan sumber daya air, dengan melibatkan partisipasi publik dan sektor swasta. 

Kerja sama lintas negara yang sukses, seperti di Sungai Rhein dan Mekong, memberikan contoh bagaimana pengelolaan air dapat menjadi alat perdamaian daripada konflik. Di Afrika, Organisasi Persatuan Afrika (OAU) dan kemudian Uni Afrika (AU) telah mencoba menciptakan stabilitas regional melalui berbagai mekanisme mediasi dan deklarasi keamanan.

Untuk membahas lebih dalam mengenai artikel ini kami mahasiswa Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) melakukan wawancara terhadap salah satu Dosen Pengajar bernama Syahrul Awal  S.ip M.si, salah satu Dosen Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur,  kami mewawancarai beliau tentang tanggapan beliau mengenai "Water Conflicts in the Middle East and Africa: The Study on Efforts to Find Based Solutions Regional Cooperation Framework". 

Dalam wawancara bersama Bapak Syahrul, menurut beliau konflik air yang terjadi di Timur Tengah karena adanya beberapa kepentingan yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk menguntungkan kepentingan pribadi, konflik yang terjadi memberikan efek yang buruk bagi Kawasan internal Timur Tengah. 

Beliau menyatakan bahwa jika Organisasi Internal Timur Tengah mengambil model dari pendekatan regional seperti di uni afrika bisa berdampak baik untuk Kawasan dan terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat di Kawasan itu sendiri, tetapi beliau menambahkan bahwa ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menyetujui model ini akan berhasil yaitu:

1. Dinamis Politik yang terjadi di Timur tengah harus diselesaikan.

 2. Kurangnya Institusi Regional yang kuat.

3. Perubahan Iklim yang buruk bisa memperburuk kelangkaan air di Timur Tengah sehingga memperbesar potensi konflik di banding afrika.

Yang terakhir beliau menegaskan bahwa pendekatan regional seperti yang diterapkan oleh uni afrika dapat menjadi inspirasi, tetapi perlu disesuaikan dengan konteks Timur Tengah yang Unik.

Dalam wawancara bersama Bapak Syahrul menurut beliau, ketika kita akan membahas kemampuan sebuah negara yang sedang berkonflik. Artinya, ketika kita merujuk pada kasus di Afrika, pertanyaannya adalah apakah negara tersebut mampu menyelesaikan konflik di dalam negeri mereka. Jika tidak, maka ada tanggung jawab moral bagi negara-negara di kawasan tersebut untuk terlibat dalam penyelesaian konflik. Bagaimana negara-negara di kawasan dapat terlibat dan menyelesaikan konflik tersebut. 

Ketika sebuah negara tidak mampu menyelesaikan konflik internal, intervensi dari pihak asing atau pihak luar yang berada dalam satu kawasan menjadi penting. Ini mencakup baik pihak swasta maupun negara. Oleh karena itu, penyelesaian konflik harus dimulai dari internal negara tersebut. Di balik kepentingan nasional, pasti ada sisi-sisi yang menguntungkan. Saya ingin membantu, tetapi ada kepentingan yang mendasarinya. 

Setiap masalah seringkali melibatkan Amerika Serikat di belakangnya. Bisa dibilang demikian, tetapi mereka tidak selalu terlibat secara langsung. Dalam ilmu hubungan internasional, ada istilah "reluctant realist," yang berarti mereka bersikap realistis. Ketika mereka terlibat, mereka akan mempertimbangkan apa yang bisa mereka peroleh. Jika mereka tidak terlibat sepenuhnya, mereka akan tetap menjadi pemain utama. Yang terpenting, mereka harus memahami batasan-batasan yang jelas ketika pihak asing terlibat dalam konflik.

Konflik air di Timur Tengah dan Afrika sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pertumbuhan populasi yang cepat, ketergantungan pada sungai-sungai besar yang melintasi beberapa negara, serta ketegangan politik dan sosial antara negara-negara yang berbagi sumber daya air. Sungai Nil, Eufrat, dan Tigris, yang merupakan sumber kehidupan bagi banyak negara, sering menjadi sumber persaingan yang bisa memicu konflik. Di sisi lain, dampak perubahan iklim dan kerusakan lingkungan semakin memperburuk krisis air yang sudah ada, membuat situasi semakin rumit.

Untuk mengatasi konflik ini, kerjasama antar negara di kawasan, seperti yang dilakukan oleh Uni Afrika, bisa menjadi contoh yang baik. Namun, pendekatan serupa perlu disesuaikan dengan realitas Timur Tengah, yang memiliki tantangan politik dan kelembagaan yang berbeda. Beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan adalah stabilitas politik negara-negara tersebut, adanya institusi regional yang kuat, serta bagaimana perubahan iklim dapat memperburuk masalah air.

penyelesaian konflik harus dimulai dari dalam negeri negara-negara yang terlibat. Jika suatu negara tidak mampu menyelesaikan konflik internalnya, maka peran negara-negara lain dalam kawasan menjadi sangat penting. Selain itu, penyelesaian konflik air ini juga memerlukan kemampuan negara-negara untuk mendahulukan kepentingan bersama, dengan tetap mempertimbangkan keterlibatan pihak luar secara bijaksana dan realistis, agar tidak memperburuk situasi yang ada.

Credit By : 

Clarisya Aura S (202222024) 

 Kesya Mahelia K (202222032) 

Reisya Andira (202222021) 

Shakira Dafa D (202222070) 

Afgan (202222080)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun