A. Â Â LATAR BELAKANG
Pacaran dipandang menjadi proses mempelajari dan mengerti karakter maupun sifat pasangan masing-masing, pacaran bisa memenuhi berbagai hal bersama untuk membentuk rasa percaya dan aman. Diperlukan proses ini supaya bisa berlanjut ke jenjang berikutnya yakni pernikahan, dengan perkenalan melalui pacaran tidak membuat menyesal menikah. Padahal, pelaksanaan proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan sebenarnya. Orang-orang yang belum cukup umur dan sama sekali tidak siap untuk memenuhi persyaratan pernikahan jelas terbiasa melakukan apa yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Era globalisasi saat ini menawarkan banyak hal sebuah fenomena baru, salah satunya adalah pacaran. Melalui Wijayanto (2003:141) menjelaskan: "Dengan bahasa benar, pacaran adalah hubungan sosial berbagai jenis entitas sosial untuk kepentingan tertentu, baik fisik (fisik) maupun non fisik (pribadi, karakter) berdasarkan komitmen dengan atau tanpa syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak." Pacaran remaja sudah tidak bisa dipisahkan lagi, itulah hubungan yang lumrah.
Sekarang batasan pacaran sudah mulai memudar seiring berjalannya waktu. Lingkungan sosial berperan penting dalam perkembangan gaya pacaran individu. Seperti mereka mengikuti gaya orang luar yang tidak etis, mereka berpikir bahwa jika mereka tidak punya pacar, mereka tidak bisa mengikuti tren saat ini. Gaya pacaran saat ini biasanya bersifat bebas dan ditampilkan di depan umum seperti berpegangan tangan, berpelukan dan berciuman di tempat umum. Indahnya asmara pacaran memukau remaja hingga mereka lupa bahwa dibalik indahnya pacaran jika mereka tidak berhati-hati, akan berakhir ke situasi yang buruk bahkan bisa menjadi cerita yang tidak akan terlupakan seumur hidup.
Insiden kekerasan dalam pacaran biasanya terjadi di kalangan anak muda dan bisa berakibat serius. Perkembangan anak muda sangat dipengaruhi oleh keadaan emosinya. Oleh karena itu, mereka sangat dipengaruhi oleh pengalaman hubungan tersebut. Hubungan yang sehat atau perilaku berpacaran dapat berdampak positif pada perkembangan emosi anak muda. Tetapi, pacaran yang tidak sehat dan kasar dapat memiliki efek negatif.
Kekerasan dalam pacaran yang mayoritasnya yakni korban perempuan, seringkali akibat dari ketidaksetaraan yang diterima secara umum antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.Â
Laki-laki umumnya memandang perempuan sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, sehingga menjadi penyebab utama perlakuan bengis. Tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasangan dalam hubungan pacaran bisa menimbulkan berbagai efek negatif pada korban yaitu kerugian dalam hal psikologis (keinginan untuk bunuh diri, psikosomatis), kerugian dalam kesehatan fisik, kecanduan obat-obatan, dan kriminalitas.
Banyak pasangan yang berubah secara signifikan segera setelah pelecehan menunjukkan penyesalan, meminta maaf, berjanji untuk tidak melakukannya lagi, dan bersikap baik kepada korban. Masalah ini menyebabkan wanita terus memaafkan dan memahami sikap pasangannya dan kembali menjalin hubungan pacaran ke semula. Kendatipun seseorang yang pada dasarnya ingin bersikap kasar kepada pasangannya cenderung bakal mengulangi hal yang sama karena sudah menjadi sikap dan tabiat saat menemui masalah.Â
Saat memasuki suatu hubungan, seorang pria atau wanita mencoba mendominasi dan mengendalikan pasangannya dalam hal masyarakat, penampilan dan tempat kerja. Alasan mereka melakukan ini hanyalah karena cinta kepada pasangannya. Menanggapi hal tersebut beberapa informan mengatakan bahwa mereka mengatakan tidak peduli bahkan merasa senang diperlakukan demikian karena itu juga berarti pasangannya peduli dan terkesan protektif. Jika demikian, maka tentu tidak menjadi masalah, selama sikap yang mencoba untuk dapat diterima oleh pasangan dan tidak merasa bahwa sikap membatasi, tidak mematikan kreativitas atau membatasi kebebasan, meskipun terkadang kita perlu . seseorang untuk membimbing kita. Namun di sisi lain, ada juga yang mengatakan bahwa sikap mengontrol kurang dapat diterima oleh pasangannya karena dapat "mematikan" kreativitas dan kebebasannya. Sikap yang bertujuan untuk menguasai atau menguasai dianggap wajar dalam batas-batas tertentu dan asalkan wajar dan dapat diterima oleh pasangannya. Tetapi jika semua itu dilakukan terlalu banyak dan terus menerus, maka kemungkinan memberontak lebih besar daripada diam, karena dianggap kasar atau berlebihan dalam menunjukkan kasih sayang, sehingga lambat laun tindakan itu tampak sebagai tindakan kekerasan. meskipun tidak secara fisik.
Di ranah privat, terdapat berbagai bentuk kekerasan yang dicatat Komnas Perempuan dalam CATAHU 2020, yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis dan kekerasan ekonomi. Sebagian besar bentuk kekerasan bersifat fisik sebanyak (43%), kekerasan seksual (19%), dan kekerasan ekonomi (13%). Bersumber pada laporan yang dipersetujui Komnas Perempuan, bentuk kekerasan yang didapat para korban tidak hanya satu bentuk kekerasan, melainkan berlipat. Rata-rata lelaki melakukan kekerasan dalam pacaran sebab kebutuhan lelaki buat memerintah atau membabat perempuan dan kurangnya empati dapat membuat lelaki lebih memilih untuk menyandarkan kekerasan.
Bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran merupakan bagian dari kekerasan yang terjadi dalam hubungan. Menurut Luhulima (2000: 11), bentuk-bentuk kekerasan dalam  pacaran di kalangan remaja atau kekerasan hubungan intim di kalangan remaja dapat dikelompokkan ke dalam bentuk-bentuk berikut:Â
Kekerasan fisik: Kekerasan fisik: seperti memukul, meninju, menendang, mendorong, memegang paksa tubuh pasangan dan tindakan fisik lainnya.
Kekerasan psikologis: seperti mengancam, mencaci maki, mencemarkan nama baik, meneriaki, dan lain lain.
Kekerasan seksual: seperti memaksa pacar Anda untuk melakukan perilaku seksual tertentu, seperti menyentuh, berpelukan, berciuman, atau melakukan hubungan seksual, ketika pasangan Anda tidak mau atau diancam.
Oleh karena itu, saya ingin membahas lebih dalam lagi tentang gaya pacaran yang berdampak kekerasan seksual dan menganalisis kasus dengan teori sosiologi yang relevan.Â
B. PEMBAHASAN/ANALISISÂ
Pembahasan
Kasus yang akan saya bahas adalah kasus Novia Widyasari, mahasiswi Universitas Brawijaya yang viral memutuskan bunuh diri dengan menenggak racun gara-gara terikat hubungan dengan Bripda Randy Bagus, anggota Polres Kabupaten Pasuruan.Â
Mereka pertama kali bertemu di Malang sejak Oktober 2019. Kemudian mereka bertukar nomor ponsel hingga membangun hubungan pacaran. Diketahui mereka selalu berhubungan seks sebagai suami istri antara tahun 2020 hingga 2021 di hotel daerah Malang dan Batu maupun di kos. Pacarnya, Bripda Randy memaksa korban untuk melakukan aborsi sejumlah dua kali. Terbit perasaan akhirnya Novia ditemukan tewas pada Kamis, 2 Desember 2021 disamping makam ayahnya di Dusun Sugihan, Mojokerto.
Pada 4 Desember 2021, tagar #SAVENOVIAWIDYASARI langsung trending di Twitter, seorang teman dekat Novia memuat utas itu di Twitter meski kemudian dihapus.Â
Rentetan tulisan dimulai ketika Novia berangkat dengan kekasihnya, Randy diketahui membiusnya dan menidurkannya. Lalu empat bulan kemudian, Novia mendapati bahwa dia mengandung anak Randy dan langsung memberitahunya. Akan tetapi reaksi kekasihnya memerintahkan Novia untuk menggugurkan kandungannya, dan pergi begitu saja. Tidak hanya disitu saja, Novia tetap menghubungi keluarga Randy dan melindungi janin bayinya. Benar, realitas selalu tidak berjalan sesuai rencana, orangtua Randy justru menolak perkawinan mereka dengan tanggapan "Randy dan Novia tidak bisa segera serius sebab Randy tengah dalam tingkat awal menjabat polisi, dan ada kakak lelaki Randy yang belum menikah."Â
Menurut teman dekatnya Novia, lebih-lebih lagi Randy pernah mengirim guna-guna pada Novia, mereka bertemu dan menyuruh Novia minum obat-obatan. Ketika itu, Novia tidak mengetahui khasiat dan obat apa yang telah dikasih Randy sampai dia pingsan dan berakhir di rumah sakit. Terbukti saat Novia sakit, temannya mengaku menyaksikan Randy pacaran dengan perempuan lain, belakangan Novia menghadapi tekanan keluarga sebab hamil duluan. Novia merasa tertekan terus-menerus dan memutuskan untuk bunuh diri dengan menenggak racun sianida.
"Saya berniat pergi dari rumah dengan menggenggam 2 sianida, akan saya minum bersama varian minuman red velvet kesukaan saya. Hidup memang seberat ini," cuitan Novia di akun Quora miliknya.Â
Semestinya Novia yang sebagai korban menanggung malapetaka dan tekanan sosial dari lingkungan keluarganya. Keluarga besar yang dianggap sebagai tempat perlindungan malah menjadi bumerang untuk Novia sendiri dari serangan verbal yang berulang kali dialaminya. Padahal ia yang seharusnya memperoleh pertolongan dan penegasan identitas dari orang-orang terdekatnya.Â
Kasusnya sudah saya jabarkan semuanya, sekarang mari menganalisis kasus ini dengan teori sosiologi modern. Kasus ini masuknya ke teori struktural fungsional dan teori konflik.Â
Untuk teori struktural fungsionalisme, masing-masing manusia pasti akan berurusan dengan orang lain, entah itu keluarga, pekerjaan, pendidikan, dan lingkungan lainnya. Untuk mempermudah komunikasi dengan baik antar individu. diperlukan nama untuk setiap peran atau tugas. Dari kewajiban orang-orang di lingkungan yang menimbulkan berbagai macam tugas yang harus dilakukan dengan benar. Tugas yang belum selesai akan membuat lingkungan sosial menjadi tidak harmonis dan membingungkan. Dari kasus Novia Widyasari, yang seharusnya hubungan pacaran yang sehat seperti bisa membuat bahagia, menghilangkan stress, belajar toleransi dan saling menghargai namun jatuhnya menjadi toxic alias racun buat Novia, karena Randy tidak bertanggung jawab dan egois, bahkan tidak menghargai wanita sama sekali. Keluarganya sendiri  menuduh Novia menjebak Randy agar dinikahi. Keluarga Randy juga tidak bertanggung jawab, mereka lebih mementingkan jabatan anaknya. Hal itu membuat Novia menjadi depresi berat dan mengakhiri hidupnya karena tidak ada yang memberi perlindungan untuk dirinya. Menurut saya, jika seandainya Randy dan keluarga mau bertanggung jawab serta keluarganya Novia memberi perlindungan, maka situasinya jadi tidak rumit, tidak akan terjadi saling menyalahkan antar anggota.Â
Kasus ini relevan juga dengan teori konflik. dari hubungan Novia dan Randy bisa dilihat ada ketidakcocokan yang berujung ketidakharmonisan hubungan. Di titik inilah semua yang dilakukan akan tetap salah, ketika simpati menghilang, konflik-konflik muncul menjadi mengonggok. Novia ingin mempertahankan janin dan minta pertanggungjawaban, sedangkan Randy menyuruh menggugurkan, lebih mementingkan jabatan polisi dan selingkuh dengan cewek lain. oleh karena itu saya kaitkan dengan teori konflik karena mereka tidak ada kecocokan sehingga terjadi konflik.Â
C. KESIMPULANÂ
Kesimpulan dari seluruh isi paper ini, pentingnya tahap PDKT (Pendekatan) atau seleksi sebelum masuk ke tahap pacaran, karena pacaran bukan hubungan yang bisa dipermainkan. Jika kita berpacaran dengan orang yang tepat, maka kita bisa mendewasakan diri, mengurangi stress, meningkatkan percaya diri, meningkatkan motivasi, dan bisa mengenal diri sendiri. Sebaliknya jika kita berpacaran dengan orang yang salah, bisa merusak kesehatan mental, kehilangan harga diri, memicu stress, dan gangguan kecemasan, bahkan bisa berujung bunuh diri jika makin tertekan.Â
Wanita memiliki kendala fisik, psikologis, finansial, aktif dan seksual yang paling besar dalam berkencan dibandingkan dengan pria. macam-macam kekerasan seksual yang sering dialami adalah pemaksaan berhubungan seks, sedangkan ciuman dan sentuhan jarang dialami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H