Awalnya saya tidak tau bahwa area duduk tersebut untuk para pengunjung. Dipikir untuk para tamu khusus ataupun mereka yang mempunyai tiket. Untungnya saya berada di dekat situ ketika pagar dibuka dan kaget melihat orang berebutan masuk.
Sayapun ikut berdesakan dan berlari mencari tempat duduk terbaik di depan monitor. Sudah tidak tau lagi keluarga ada dimana. Yang ada di kepala hanya mencari empat tempat duduk paling depan! Suasana saat itu riuh sekali. Seperti rebutan sembako. Pengunjung berteriak dalam berbagai bahasa. Bahkan ada seorang ibu yang terjatuh karena terdorong. Akhirnya saya menemukan empat tempat duduk tepat di depan monitor. Jika anda setengah jam terlambat, bisa-bisa harus berdiri dibelakang pagar.
Buku misa juga diberikan secara gratis oleh panitia sekitar 30 menit sebelum misa dimulai. Anda harus antre untuk mendapatkan.
3. Kalau sempat belajar Bahasa Itali untuk mengerti Homili
Suasana malam natal di Vatican luar biasa. Pada jam 10 malam tepat, lonceng gereja berbunyi menandakan mulainya misa kudus. Para umat berdiri menyanyikan lagu pembuka. Tidak lama kemudian Paus Benediktus terlihat masuk dalam gereja diiringi para kardinal. Umatpun bertepuk tangan meriah. Sayang sekali saya hanya bisa menyaksikanya melalui layar monitor.
Misa dilakukan dalam bahasa Latin. Homili dalam bahasa Itali. Saya tidak mengerti dua-duanya. Para pengunjung disekitar saya pun banyak yang tidak mengerti. Tapi Misa Ekaristi sama seluruh dunia, jadi paling tidak tau susunannya. Kalau Paus mengucapkan Doa Bapa Kami dalam Bahasa Latin, saya menggunakan Bahasa Indonesia.
Malam itu warga Katolik dari seluruh dunia berkumpul dan merayakan malam natal bersama. Sudah seperti keluarga. Apalagi disaat salam damai, para umat dari berbagai negara yang berbeda saling mengucapkan “Peace be with you” dalam bahasa yang berbeda. Sangat mengharukan.