Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Hamdan Zoelva, mantan Hakim Konstitusi. Ia menjelaskan bahwa hukuman mati tidak bertentangan khususnya terhadap Pasal 28 I ayat 1 UUD 1945, melainkan bersifat sah secara konstitusional baik menurut UU dan putusan MK.
“Hukuman mati bukan lagi pidana pokok melainkan pidana khusus atau alternative dengan adanya pembatasan seperti masa percobaan selama 10 tahun, jika ada perubahan maka dapat diganti dengan hukuman seumur hidup selama (20 tahun penjara). Juga untuk wanita hamil dan orang yang mengalami sakit jiwa”, jelas Hamdan.
Pada kesempatan sesi tanya jawab, Gayus menjawab salah satu pertanyaan peserta yang menanyakan apakah hukuman mati dapat menimbulkan efek jera dan keadilan. Baginya, efek jera ini penting dan sangat diperlukan agar tidak melakukan kejahatan lagi. Keadilan yang diputuskan tentu tidak mudah, tetapi melalui logika seorang hakim dan sesuai dengan Undang-Undang putusan keadilan itu diambil. Ia juga menyampaikan bahwa konsep agama tidak bisa digunakan dengan konsep hukum negara. Hamdan juga menyetujui hal ini, dimana Indonesia yang juga merupakan negara multi kultural dan terdiri dari agama yang berbeda-beda, tidak bisa menerapkan hukum moral agama.
Pada akhir seminar, Gayus berharap kedepannya hukum dapat berkembang seiring perkembangan jaman dimana adanya kemungkinan tidak menggunakan hukuman mati sebagai satu-satunya jalan. Ia menganjurkan untuk memandang kedepan lebih luas lagi dan melihat teori restorative justice sebagai teori yang bisa dikembangkan untuk negara ini. (ca)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H