Mohon tunggu...
Clara SiwiLestari
Clara SiwiLestari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi : Musik, Menyanyi dan berpuisi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rumah Tua di Dusun Kecil

14 Januari 2023   09:00 Diperbarui: 28 Januari 2023   11:15 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah tua di Dusun kecil By Clara Siwi lestari

 
 Di Sebuah rumah tua di Dusun terpencil

Menunggu dengan gelisah seorang gadis kecil,

Akan lelaki kecil dengan senyum ramah seolah memanggil

Lalu,

Keduanya beriringan menuju saung di tepian sawah

Duduk berdua tanpa suara, bertukar kerling mata

Angin meningkahi, gemercik suara air, dan liukan padi menemani

Senja selalu berulang yang sama

Keduanya jatuh cinta dengan saling memandang saja

Setiap hari,

Pria kecil itu setia melambaikan tangan di depan rumah tua

Dan gadis kecil itu melangkah Bersama

Mengitari pematang sawah, memetik bunga liar

Mencari kupu kupu warna, mendapatkan cinta yang mekar

Dan lelaki kecil itu tersenyum,

Mengikatkan jari si gadis dengan alang-alang, Lalu keduanya pulang;

Bersama, bertukar senyum mesra

sebelum menyampaikan selamat berpisah, di depan rumah tua

Demikianlah setiap senjaPria kecil itu, menjadi hiasan gadis kecil

Gadis kecil itu biasa mengintil pria kecil

Remaja kecil, menikmati hari tanpa janji

Memutari pematang sawah, setiap hari

duduk di saungnya  setiap senja

memekarkan cinta diantara keduanya

mengalirkannya begitu saja

seterang Mentari, sepolos cahaya

lalu pria itu mengikat alang alang dijarinya sebelum berpisah

keduanya berbinar Bahagia

tersenyum dan mata berkaca-kaca

di depan rumah tua!pada satu hari yang menjadi kenangan  

gadis kecil itu menunggu di teras rumah

hingga senja ditutupkan; tak ada lambaian tangan

disekanya airmata yang berlarian

hari terlewatkan, tahun demikian, dan gadis kecil itu memiliki kesedihan

sesungguhnya lelaki itu sangatlah pendiam

dia hanya mampu memberikan senyuman

sesungguhnya lelaki kecil itu sangatlah 'papa'

dia hanya memiliki bunga alang-alang saja

namun gadis kecil itu sangatlah bangga

lelaki itu berlelah menemuinya, dan tak pernah berkata cinta

tatapan matanya saja yang bermakna

gadis itu menyimpannya

dan

di depan rumah tua itu gadis itu tetap menunggu

gadis itu menua Bersama senja ungun

namun dia tetap merasa sebagai gadis kecil selalu!Pada hari yang menjadi keceriaan

Langit sangatlah cerah, bunga di halaman bermekaran

Seorang pria berdiri membawa sepucuk alang-alang

Keduanya bertukar tatap sangat dalam, menusukkan pedang menghunjam-hunjam

Berjabat tangan sangat erat, hingga tak mampu teruraikan, saling mengikat

Wanita itu berlinangan, airmatanya menyuburkan cinta

Pria itu berlutut mencium ujung jemari gadisnya

Keduanya terpisah tanpa tahu sebabnya

Keduanya telah menua, waktu mengantarkannya

Demikianlah rumah tua itu pula

 

 

Di halaman rumah tua, Keduanya berdiri agak rapat,        

Pria itu menjulurkan tangannya, membelai rambut yg tak lagi lebat

Keduanya bertatap mata hebat, sangatlah hebat

Aku mencintaimu gadis kecilku

Kata pertama  setelah ratusan purnama berlalu

Gadis itu memejamkan mata, tetesan air menyibakkan pipinya

: semua menua kecuali cinta kita

Janganlah pergi lagi, mari menimati sisa usia iniDi teras rumah tua, pada sebuah bahu Gadis itu menyenderkan kepala

Di jarinya terikat alang-alang

Dirambutnya terselip bunga alang-alang

Di hatinya bertumbuhan getar cinta

Dia memejamkan mata

Pria itu menghamburinya ciuman mesra

: semua menua kecuali cinta kita

Janganlah pergi lagi, mari menimati sisa usia ini

 

Di rumah tua, dua orang tua, berdoa

Agar cinta mereka selalu muda, selamanya

Udara mengalir lembut, cuaca sedikit berkabut

Keduanya bertatap mesra, saling membelai wajah

: aku mencintaimu!

 

 Pamenang, 27 desember 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun