Mohon tunggu...
Bryna
Bryna Mohon Tunggu... Tutor - Peminat sejarah dan budaya

Senang menulis tentang sejarah, seni, dan kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orang-Orang Tua: Bagaimana Mereka Diperlakukan dalam Peradaban

29 Februari 2024   19:04 Diperbarui: 1 Maret 2024   02:06 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibuku (1941) karya Affandi (sumber: gni.kemdikbud.go.id)

Tua dan muda merupakan konsep yang tidak pernah lepas dari berbagai masyarakat dan kebudayaan. Orang tua atau lansia dapat kita lihat dalam dua bagian. Sebagai fakta biologis dan sebagai fakta konstruksi sosial. Sebagai fakta biologis tentunya fungsi-fungsi di tubuh kan akan berubah dari sebelumnya. 

Dari yang rambutnya hitam berubah menjadi putih, dari yang sebelumnya lincah atau gesit menjadi lamban. Baru kita melihat bahwa dokter berkata seorang lansia tersebut meninggal karena natural death atau kematian karena sebab alami yang berisikan berbagai jenis penyakit yang tentunya karena tubuh dan organ-organ di dalamnya telah menua.

Menariknya dalam melihat orang-orang tua dan para lansia adalah bagaimana mereka dimaknai dan diperlakukan secara sosial  dari berbagai kebudayaan dan peradaban. 

World Health Organization melihat lansia adalah mereka yang telah memasuki umur 60 tahun yang tersebut sama dalam UU No.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Namun angka 60 bukanlah angka yang mutlak. 

Pada 2019 terdapat tuntutan Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita agar pintu usia lansia diubah menjadi 65 tahun dengan alasan-alasan sosial. Di sini kita melihat adalah pendefinisian secara sosial dari lansia beragam.  

Konteks-konteks sosial dan pekerjaan juga bisa menjadi ukuran yang tua dan yang muda. Dari sini kita dapat mengambil beberapa kasus. Bagi pemain sepak bola misalnya, umur 30-an sudah dianggap tua. 

Menurut soccerfeed, rata-rata usia pemain sepak bola profesional gantung sepatu adalah pada usia 35.  Legenda sepak bola  Diego Maradona sendiri pensiun ketika di umur 37 tahun. 

Cristiano Ronaldo, salah satu pesepakbola yang mungkin tidak akan pernah dijumpai lagi dalam beberapa generasi mendetangan, meninggalkan panggung utama sepak bola dunia, Eropa, pada usia 37.

Bagi politisi, pebisnis ataupun akademisi jelas itu tersebut adalah umur yang masih sangat muda. Misalnya, Presiden termuda di Amerika sendiri adalah Theodore Roosevelt yang dilantik ketika berusia 42 tahun. Fidel Casto merupakan pemimpin negara "termuda" ketika pada usia 32 tahun berhasil memenangkan revolusinya. 

Dalam konteks sejarah bangsa Indonesia jelas kita  tidak asing lagi dengan istilah tua dan muda. Golongan tua dan golongan muda selalu menghiasi buku-buku sejarah terlebih lagi pada masa menjelang kemerdekaan. 

Menjelang kemerdekaan, golongan tua biasanya adalah orang yang  telah cakap berpolitik dan beberapa di antara melakukan perlawan di masa kependudukan Jepang dengan cara berkooperatif. Soekarno dan Hatta ketika diculik ke Rengasdengklok oleh golongan muda Agustus 1945 berusia 44 dan 43.

Tampaknya batas-batas tua dalam dunia politik memang tidak menentu. Mao Tse Tung masih menjadi tokoh sentral politik di China sampai akhir hayatnya pada umur 82, bahkan 10 tahun sebelumnya (ketika berumur 72) ia mampu membuat gerakan besar yang dikenal dengan nama The Great Proletariat Cultural Revolution atau Revolusi Budaya. Joe Biden menjadi Presiden Amerika ketika berumur 78.

Jared Diamond, seorang ilmuan dan penulis dalam The World Until Yesterday mengatakan bahwa tidak ada definisi universal bagi usia “lanjut usia”, dan pendefinisiannya tergantung pada konteks suatu masyarakat. Dalam karyanya tersebut ia membahas bagaimana orang-orang tua diperlakukan dari berbagai kebudayaan.

Di pedesaan Fiji, negara di Oseania, orang-orang tua yang hidup di desa akan hidup ditempatnya sepanjang umurnya dengan dikelilingi kerabat dan sabahat mereka seumur hidup mereka. 

Mereka kerap tinggal di rumah anak-anak mereka yang sekaligus mengurus mereka. Bahkan anak-anak tersebut bisa menyungah dan melunakkan makanan untuk orang-orang tua tersebut. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi di Amerika di mana orang-orang tua dikirimkan ke panti jompo dan hanya sesekali dijenguk.

Apa yang dilakukan orang-orang di pedesaan Fiji tersebut tentunya tidang asing oleh masyarakat Asia, khususnya Indonesia sendiri yang memegang kuat nilai-nilai keluarga. Sementara masyarakat Barat lebih cenderung individualistis.  

Almshouse, rumah penampungan orang-orang tua (1940-an) (sumber:historiclondontown.org)
Almshouse, rumah penampungan orang-orang tua (1940-an) (sumber:historiclondontown.org)

Berbagai variasi sikap terhadap orang-orang tua dari membiarkan mereka menindindas anak-anak mereka yang telah dewasa dan mengendalikan harta benda mereka sampai pada membiarkan para orang-orang tua kelaparan, meninggalkan, hingga secara aktif membunuh mereka terjadi di dalam masyarakat.

Dalam konteks masyarakat nomaden yang harus berpindah-pindah dari waktu ke waktu, tanpa membawa hewan yang dapat membawa beban, mereka harus menggendong segala sesuatu di punggung mereka. Hal tersebut mulai dari bayi, anak-anak yang belum mampu berjalan, senjata, perkakas, semua harta bendanya, serta makanan dan air untuk perjalanan. Membawa orang lanjut usia dalam konteks ini dianggap sulit dan mustahil.

Di dalam situasi kekurangan makanan, khususnya di wilayah Artik dan gurun, orang-orang tua yang dianggap tidak produktif harus dikorbankan jatah makannya kepada orang-orang yang masih produktif untuk tetap bertahan hidup.

Bagaimana menghilangkan orang-orang tua yang dianggap membebani pun cukup pun beragam. Orang-orang Inuit di Artik, orang-orang Hopi di gurun Amerika Utara, orang-orang Witoto di Amerika Selatan tropis, dan Aborigin Australia melakukannya dengan cara pasif.  Dilaporkan bahwa mereka mengabaikan orang-orang lanjut usia hingga meninggal dengan cara tidak memberikan perhatian, memberi sedikit makan ataupun membiarkan kelaparan.

Orang-orang dari kebudayaan lain seperti orang-orang Laap di Skandinavia utara atau Indian Ache di Amerika Selatan tropis dengan sengaja mengabaikan orang-orang tua atau yang sakit ketika kelompok tersebut berpindah perkampungan. 

Orang-orang Chukchi dan Yakut di Seberia dilaporkan melibatkan sang lansia untuk memilih atau didorong untuk melakukan bunuh diri dengan melompati tebing, berlayar ke laut, atau berusaha mati dalam pertempuran. Orang-orang tua Chuckchi yang secara sukarela memilih mati akan mendapatkan pujian dan mendapatkan tempat terbaik di alam baka. Di beberapa tempat adalah pembunuhan yang dilakukan tanpa konsen. Seperti yang dilaporkan di Indian Ache, di Paraguay.

Bila dalam masyarakat yang telah disebutkan di atas, para lansia dikucilkan karena tidak dianggap produktif dan berguna. Namun beberapa kebudayaan melihat para lansia justru sebaliknya. Menurut Diamond, mereka menyediakan jasa yang didapatkan oleh keterampilan dan pengalaman panjang dan tetap berkontribusi untuk komunitas. 

Misalnya seorang yang tidak sanggup lagi untuk berburu ketika masa tuanya tiba, mengalihkan perhatian mereka untuk berburu hewan-hewan kecil ataupun buah. Perempuan-perempuan tua Hadza di Tanzania mencari umbi-umbian dan buah-buah sekitar tujuh jam per hari untuk diberikan kepada cucunya. Setelah tidak bisa lagi mencari buah dan umbi pun mereka akan merawat para bayi.

Terdapat juga bidang-bidang seperti politik, agama, ataupun relasi yang semakin tua akan semakin ahli. Salah satu yang terpenting menurut Diamond peran lansia pada masyarakat tradisional adalah para lansia merupakan sumber pengetahuan. Mereka adalah ensiklopedia dan perpustakaan berjalan bagi komunitasnya. 

Terdapat suatu cerita yang menarik dari penulis Afrika-Amerika David Haley dalam artikelnya "Black History, Oral History, and Genealogy" ketika ia ingin menelusuri sejarah keluarganya yang merupakan mantan budak dari Afrika. Dalam dalam mencari identitas leluhurnya ia menggunakan metode sejarah lisan dan mencari sumber-sumber lisan. Ia pun akhirnya pergi ke Afrika  yang berujung pada pertemuannya dengan seorang yang paling tua bernama Kebba Kanga Fofana, seorang griot “sejarawan lisan ” yang berusia 73 tahun  dari tempat pedalaman Afrika.

Ia menceritakan bahwa klan Kinte (klan Alex Haley) berasal dari tempat yang bernama Mali Tua/ Old Mali. Lelaki dari klan Kinte alhi dalam pandai besi dan perempuannya adalah pengrajin dan penenun. 

Hal yang membuat Alex terkejut atas cerita orang tua tersebut selama berjam-jam adalah ketika orang tua itu bercerita tentang prajurit Inggris datang dan membawa seorang bernama Kunta Kinte yang ketika itu pergi untuk menebang pohon dan tidak pernah terlihat lagi.

 Ternyata, cerita itu adalah cerita yang telah didengar di teras depan rumahnya ketika ia masih kecil berulang kali yang juga diceritakan oleh keluarga-keluarganya yang bercerita tentang sejarah keluarga mereka. Orang itu, Kunta Kante, yang dibawa oleh Inggris, pernah ada dalam percakapan keluarga Alex. Alex mengetahui silsilah keluarganya berdasarkan lansia yang berjasa sebagai eksikopedi sejarah lisan dalam komunitasnya.

Ibuku (1941) karya Affandi (sumber: gni.kemdikbud.go.id)
Ibuku (1941) karya Affandi (sumber: gni.kemdikbud.go.id)

Di Indonesia kita mengenal dengan istilah  atau gelar kiai yang biasanya disandang bagi seorang yang tidak muda dan lansia. Kiai merupakan  guru agama dan pemimpin dalam komunitas pesantren karena itu  lantas menjadi sosok yang paling dihormati di pesantren. 

Islam sendiri secara ajaran agama sangat memuliakan orang-orang tua, ditambah lagi sosok berilmu agama dan juga secara ekonomi-politik merupakan pemimpin dan pondok pesantren, kiai tentunya merupakan menjadi orang nomor satu dalam komunitasnya. Hal ini juga termasuk nilai-nilai yang mendominasi masyarakat Indonesia selain Islam seperti Kristen atau Konghucu yang juga memandang mulia orang-orang tua.

Beralih ke sisi politik dan pemerintahan, nampaknya negara-negara modern mendorong tentang konsep kesejahteraan lansia dan hari tua. Dalam sejarah kita, fokus terhadap lansia dibuktikan pada masa Soekarno dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1965 Tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo. 

Kemudian dalam UUD 1945 setelah amandemen terdapat pernyataan bahwa "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagiseluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yanglemah dan tidak mampu sesuai dengan martabatkemanusiaan." dalam Pasal 34. 

Kebijakan dan fokus mengenai lansia harus menjadi sorotan oleh para berbagai kalangan mulai dari akademisi, pengamat budaya, sejarawan, ahli sosial, ahli kesehatan, serta pemangku kebijakan karena dunia akan dihapkan pada ledakan lansia.

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun