Mohon tunggu...
citra sari
citra sari Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan

TENANG DAN BAHAGIA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merangkum Bahaya, Penyakit dan Solusi Media Sosial dalam Film "The Social Dilemma"

31 Juli 2021   10:23 Diperbarui: 31 Juli 2021   10:41 1296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nah, karena isi internet yang kita buka udah disesuaikan dengan minat kita, maka kita bakal melihat konten yang kita sukai atau mau aja. Di sinilah kita mulai terjebak filter bubble, yaitu saat kita merasa bahwa hal yang kita sukai atau opini kita terhadap sesuatu adalah pendapat mayoritas dari masyarakat.
Kita bakal menganggap pendapat yang berbeda dengan pendapat kita adalah pendapat yang salah atau culun, karena kita merasa orang-orang di internet berpendapat sama dengan kita. Padahal, yang terjadi di internet gak selalu sama dengan di dunia nyata.
Contoh yang diambil oleh film ini adalah tentang teori bumi datar. Orang yang suka dengan konten teori konspirasi bakal rentan terpapar konten rekomendasi tentang teori-teori konspirasi lainnya.
Inilah yang akhirnya bikin internet jadi membentuk diri kita, secara perlahan-lahan, tanpa kita sadari. Nah, nanti kita akan membahas bagian ini lebih detail lagi.

Jurang Perbedaan Makin Terbuka Lebar

Karena masing-masing pihak punya filter bubble-nya masing-masing, jadilah tiap perbedaan itu dipertemukan atau gak sengaja ketemu, maka drama dan pergelutan nyaris selalu terjadi di medsos.
Contoh yang terjadi di Indonesia udah sering banget terjadi, mulai dari urusan politik seperti pilkada dan pemilu sampai isu sosial seperti hinaan atau debat gak berujung soal feminisme. Lebih parah lagi, kalau perbedaan ini ada yang ngomporin atau ada yang mendesainnya supaya terjadi jurang yang lebih lebar lagi. Sementara dalam film ini, contohnya diambil dari polarisasi yang makin lebar antara pendukung Partai Republik dan Partai Demokrat. Kalau di Indonesia, contoh yang pas adalah soal disinformasi yang sering dilakukan buzzer supaya masyarakat terbelah soal isu-isu tertentu.

Bahaya Yang Lebih Besar: Punahnya Eksistensi Manusia

Kembali ke soal filter bubble, jebakan ini membuat kita seolah punya dunia alias universe sendiri yang berbeda dengan orang lain. Bayangkan, semakin banyak filter bubble yang ada, maka semakin banyak orang hidup dalam dunia imajinasinya sendiri.
Inilah kenapa bisa ada perseteruan antara bumi bulat vs bumi datar, COVID-19 berbahaya vs COVID-19 gak nyata, dan sebagainya. Masing-masing pihak menganggap opini yang berseberangan dengannya adalah opini yang bodoh dangak masuk akal.
Contoh lainnya adalah betapa kini jumlah like, komentar, dan follower amat penting buat banyak orang. Validasi atau pengakuan dari orang lain jadi jauh lebih penting daripada kita melihat ke dalam diri kita sendiri soal apa yang kita inginkan dan yang bikin kita nyaman.
Jumlah teman di medsos jadi lebih membanggakan daripada teman yang kita punya di dunia nyata, padahal hubungan kita dengan mereka lebih nyata dibanding yang ada di medsos.
Singkat kata, perilaku dan cara berpikir kita berubah karena terpapar media sosial dan internet. Apa yang kita anggap penting dan gak penting jadi berkiblat kepada nilai yang ada di media sosial.
Parahnya, hal ini terjadi perlahan-lahan, tanpa kita sadari. Sebelum kita sadar, kita jadi bagai robot yang bisa ditebak emosi dan perilakunya oleh mesin kecerdasan buatan. Kalau sudah begini, apa kita masih bisa disebut manusia?

KENAPA KESEHATAN MENTAL DALAM FILM THE SOCIAL DILEMMA ?

Film The Social Dilemma juga menceritakan bagaimana para orang tua yang khawatir dengan kondisi kesehatan mental anak-anaknya. Hal ini disebabkan karena penggunaan media sosial yang bahkan lebih dari 7 jam per hari. Menurut Healthline, kesehatan mental dipahami juga dengan kondisi emosional dan psikologis yang stabil. Namun begitu, kondisi yang sebaliknya disebut dengan penyakit mental. Mental Illness atau penyakit mental dapat mempengaruhi cara orang merasa ataupun bertindak. Penyakit mental dapat dipengaruh oleh berbagai faktor, diantaranya genetika atau keturunan, lingkungan tempat tinggal, kebiasaan sehari-hari, ataupun faktor biologis. Film dokumentar berdurasi 1 jam 34 menit ini, mengungkapkan fakta dan data terkait bagaimana media sosial dibuat agar dapat membuat seseorang menjadi sangat tergantung dengannya. Hal tersebut membuat pengguna media sosial berpotensi memiliki gejala penyakit mental, termasuk Skizofrenia. Bahaya Kecanduan Media Sosial Berikut ini bahaya kecanduan media sosial untuk kesehatan mental:

Skizofrenia 

Skizofrenia merupakan penyakit atau gangguan mental di mana seseorang akan menafsirkan realita secara tidak normal. Sebagaimana yang dilaporkan dari Mayo Clinic, skizofrenia dapat menyebabkan halusinasi, delusi, hingga perilaku yang tidak teratur dan berpengaruh pada aktivitas sehari-hari. Tidak hanya itu, penyakit ini juga dapat menyebabkan kelumpuhan.

Depresi 

Sebagaimana yang dilansir dari laman resmi World Health Organization (WHO), depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan adanya kesedihan, kehilangan minat atau kesenangan, harga diri rendah, hingga nafsu makan menurun. Depresi dapat berdampak serius, pada beberapa kasus penyakit mental ini dapat membuat seseorang bunuh diri. Pada film The Social Dilemma, seorang gadis berusia 11 tahun telah kehilangan kepercayaan dirinya karena merasa tidak cantik. Hal ini dapat menjadi gejala depresi. Namun begitu, depresi dapat diobati salah satunya dengan cara terapi bicara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun