Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rugi Bayar Listrik

1 Agustus 2017   18:24 Diperbarui: 1 Agustus 2017   22:02 1353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika sedang perlu motivasi, saya sering mampir ke tab mention PLN. Di sana, setiap menit, setiap hari, selalu ada yang mengeluhkan mengenai kondisi listrik di tempat tinggal/kerja mereka. Ada yang mati 2 jam, 3 jam, ada yang seharian. Ada yang lampunya redup. Ada pula yang mengalami "sekring turun" alias njeglek.

Saya tak habis pikir bagaimana admin Twitter PLN bergantian menghadapi para pelanggan yang punya masalah ini. Stok sabarnya pasti berlimpah ya.

Dekat Tapi Tersembunyi
Bicara akses energi, kita tak akan lepas dari listrik. Indonesia yang sudah merdeka hampir 72 tahun ini masih dalam perjalanan panjang dan terjal untuk melistriki semua wilayahnya. Mereka yang terlistriki pun tak lantas bebas masalah. Tab mention PLN hanyalah puncak gunung es yang terlihat di dunia internet. Kita tahu banyak pula saudara kita senegara yang tak berada di sana, gimana mau ngetwit kalo sinyal saja timbul tenggelam, listrik juga hanya menyala beberapa jam sehari.

Masalah listrik ini dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari, karena manusia modern sangat bergantung pada listrik. Memasak, mengawetkan makanan, mencuci, menyetrika, mengisi daya telepon genggam, menonton televisi; semuanya menggunakan listrik. Tantangan yang ada di sektor ini juga sangat beragam, hanya saja sebagian kecil dari kita yang menikmati listrik "sempurna" agaknya sedikit lupa tentang sebagian besar mereka yang merasakan tantangannya. Apalagi jika kita bicara Jakarta, di mana pohon dan tiang saja dipakaikan lampu-lampu.

Teman saya punya teman (jauh amat), seorang ibu muda. Sebut saja namanya Mawar. Menempati kompleks perumahan yang baru dibangun dan berada agak minggir dari kota memang memiliki tantangan tersendiri. Akses transportasi lumayan. Fasilitas perumahan terbilang cukup. Sesuai harga rumah dan sesuai harga cicilan.

Yang kemudian menjadi pembeda signifikan adalah soal listrik. Dalam sebulan kompleks rumahnya bisa mengalami pemadaman hingga lebih dari 5 kali, dan tidak sebentar. Sebagai ibu muda dan bertekat memberikan ASI ekslusif pada anaknya, Mawar menyimpan banyak ASI perah (ASIP) di freezerdi rumahnya. Betapa sedihnya Mawar karena pemadaman tanpa pemberitahuan ini membuat sekian kantong ASIP-nya basi. Padahal proses memerahnya juga bukan hal mudah.

Listrik itu erat dengan kehidupan kita, tapi kita sering nggak sadar dengan isunya sampai kita mengalami pemadaman listrik atau sampai tiba-tiba tagihan naik atau pulsa cepat habis. Ngaku.

Masa iya mereka yang di Pondok Indah bayarnya sama dengan yang di Kupang?

Sepanjang berada dalam golongan pelanggan listrik yang sama, bayarnya akan tetap sama, tidak dibeda-bedakan per wilayah. Permasalahannya adalah, apakah kualitas listrik yang diterima pelanggan sama? Apakah rumah Syahrini di Menteng juga mengalami pemadaman listrik hingga 11 kali per bulan seperti warga Kota Kupang? Rugi kan bayar sama tapi kualitas jauh?

Sementara rasio elektrifikasi (rasio jumlah rumah yang sudah berlistrik) merupakan tantangan yang hendak diselesaikan dengan percepatan pembangunan pembangkit listrik dan program listrik off-grid (luar jaringan); kualitas listrik yang dinikmati oleh konsumen listrik belumlah merata. Pulau Jawa pada umumnya tidak mengalami pemadaman dengan durasi dan frekuensi yang signifikan, namun banyak daerah-daerah terlistriki lain yang belum mendapatkan listrik dengan kualitas yang sesuai standar. Konsumen pelanggan listrik di Medan misalnya, sering mengalami pemadaman harian yang terjadi selama lebih dari 3 jam. Sumatera Utara memang mengalami defisit daya listrik, meski sudah mendapatkan cadangan daya melalui marine vessel power plant(MVPP) sebesar 240 MW. Kota lain di Indonesia seperti Makassar dan Kupang juga mengalami permasalahan defisit daya yang serupa.

Rencana besar untuk melistriki Indonesia seluruhnya tentunya juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas listrik di daerah-daerah yang sudah terlistriki. Jakarta sebagai ibukota negara dan provinsi dengan rasio elektrifikasi hampir 100% pun tak lepas dari pemadaman listrik. Begitulah yang terekam dari data #PantauListrikmu, sebuah inisiatif pemantauan kualitas listrik di Indonesia. Inisiatif ini menggunakan metode crowdsourcingdengan menempatkan alat di 28 lokasi di 4 provinsi (Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan NTT) untuk mengetahui kualitas listrik di tingkat pelanggan.

Selain frekuensi pemadaman listrik, kestabilan tegangan adalah salah satu indikator mutu layanan kelistrikan. Apakah Anda memerlukan waktu lama untuk mengisi daya telepon genggam? Atau barangkali perlu memakan waktu lebih lama untuk mendinginkan ruangan? Atau paling mudah, nyala lampu di rumah meredup padahal masih baru? Ketiga hal tersebut bisa jadi merupakan penanda bahwa tegangan listrik di rumah rendah. Karena tak kasat mata dan tidak terlihat bila tak diukur, pelanggan listrik umumnya tak memperhatikan tegangan di rumah mereka. Tegangan yang tidak stabil dapat menyebabkan kerusakan alat elektronik dan naiknya tagihan listrik. Tapi ya gitu, siapa yang mau repot ngukur tegangan di rumah dengan voltmeter?Pelanggan maunya beres, listrik tak bermasalah kan?

Jakarta dan Kupang Memang Berbeda
Hasil temuan #PantauListrikmu ini sebenarnya "agak" mudah diduga. Kualitas listrik di Jakarta dan bukan Jakarta memang berbeda, tapi sejauh mana bedanya?

 

infografis-blog-3-5980642661ee31448f613702.png
infografis-blog-3-5980642661ee31448f613702.png
Sementara lokasi di Jabodetabek "hanya" mengalami pemadaman rata-rata 2 kali per bulan, mereka yang tinggal di Kota Kupang bisa mengalami pemadaman listrik hingga 11 kali per bulan. Durasi pemadamannya juga berbeda: Jabodetabek hanya 2,15 jam per bulan sedangkan Kupang 13,15 jam per bulan. Itu adalah angka rata-rata, jika dilihat per lokasi, ada rumah yang mengalami mati listrik hingga berjam-jam dan berkali-kali dalam satu hari.

Mengapa perbedaannya besar? Pulau Jawa memiliki banyak pembangkit listrik dengan jaringan yang terintegrasi. Jika misalnya pembangkit di Paiton mengalami masalah, listrik bisa diambil dari Muara Karang. Tidak demikian dengan Kupang. Selain permasalahan defisit daya, Kupang belum memiliki jaringan yang komprehensif dan saling mengisi seperti Jabodetabek. Gangguan pada satu titik dapat berakibat pemadaman listrik untuk area yang luas di Kupang. Beruntung kini Kupang juga sudah kedatangan MVPP untuk menambah kekurangan daya.

infografis-blog-4-598064339341923ebf487912.png
infografis-blog-4-598064339341923ebf487912.png
Nah, kalo ngomongin tegangan, Jakarta dan Kupang mah serupa nasibnya. Ada yang bagus, ada yang cupu. Dari semua lokasi pemantauan, hampir 40% di antaranya memiliki tegangan yang rendah. Tegangan yang bervariasi di lokasi yang berbeda dapat disebabkan oleh gardu listrik yang sudah tua dan bertambahnya pelanggan listrik di titik-titik tertentu terutama di area pemukiman padat penduduk seperti lokasi pemantauan di Pondok Gede, Bekasi. Rendahnya tegangan di lokasi lain seperti Pekayon, Jakarta Timur ditengarai disebabkan oleh kedekatan pemukiman tersebut dengan area industri yang menyedot banyak energi untuk beroperasi.

Nggak keliatan memang, tapi terukur.

Masukan Berbasis Bukti
Hasil #PantauListrikmu ini tentu dapat dimanfaatkan untuk mendorong transparansi dan peningkatan mutu pasokan listrik. Mari kita sebut sebagai evidence-based feedback. Memberikan masukan yang konstruktif baiknya disertai dengan data yang juga valid. Dari 28 lokasi #PantauListrikmu terlihat bahwa mutu infrastruktur ketenagalistrikan masih perlu dibenahi, terutama keandalan jaringan distribusi.

Pemerataan mutu pasokan listrik juga berhubungan dengan tarif dasar listrik. Nilai TDL yang sama di seluruh Indonesia mensyaratkan mutu pasokan listrik yang juga merata. Dilihat dari hasil pantauan di mana terdapat perbedaan mutu pasokan listrik yang cukup jauh antara area Jabodetabek dengan Kupang, pembedaan tarif hendaknya menjadi kajian bagi pembuat kebijakan dan penyedia layanan ketenagalistrikan. Dengan demikian pelanggan mendapatkan mutu pasokan listrik yang sesuai dengan tarif yang mereka bayar.

Di sisi pengambil kebijakan, hasil pantauan ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dalam memetakan area di mana kualitas layanan minimum ketenagalistrikan perlu ditingkatkan. Permen ESDM No. 27/2017 menyebutkan bahwa besaran TMP (tingkat mutu pelayanan) ditetapkan pemerintah dengan memperhatikan usulan PT PLN. Data ini juga mampu memberikan gambaran yang komprehensif untuk merumuskan besaran TMP. Penyedia layanan ketenagalistrikan seperti PLN juga bisa menggunakan data ini untuk melakukan evaluasi dan pemeriksaan operasional di lapangan untuk memenuhi TMP yang ditetapkan oleh pemerintah.

Salam hangat,

Citra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun