Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kata Siapa Minat Baca Indonesia Rendah?

25 April 2017   18:20 Diperbarui: 6 September 2017   08:27 12791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang kedua, studi ini juga mempertimbangkan basis per kapita. Misalnya untuk jumlah perpustakaan, tentu saja akan nggak adil jika membandingkan perpustakaan di Finlandia yang penduduknya “cuma” 5,5 jutaan dengan Indonesia yang 250 jutaan. Dengan jumlah penduduk di negara kita yang buanyak, maka bisa dibilang “wajar” jika salah satu variabel dalam studi ini menunjukkan kita ada di ranking bontot.

Tapi jumlah perpustakaan kita per kapita ada di ranking tengah-tengah, 36.5 (rankingnya pake setengah, hihi).

Setahu saya (dari Ibu yang guru), dengan dana BOS yang dianggarkan pemerintah untuk masing-masing sekolah, perpustakaan memang menjadi salah satu prioritas. Dengan dana tersebut, sekolah dapat membeli buku dan menganggarkan pembangunan perpustakaan yang layak. Pemerintah juga memberikan banyak paket buku di luar dana BOS. Mungkin itu salah satu faktor yang mempengaruhi ranking Indonesia di kategori perpustakaan, karena jumlah perpustakaan dan jumlah buku masuk hitungan.

Selanjutnya, studi ini juga menemukan bahwa input nggak berhubungan dengan keluaran. Dalam Sistem Pendidikan – Input itu isinya ada tahun wajib belajar dan persentase dana pemerintah untuk pendidikan (% GDP). Keluarannya adalah skor tes membaca yang dikeluarkan oleh PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) dan PISA (Programme for International Student Assessment). Lucunya, dari semua negara yang dipelajari, hubungan antara input, misalnya anggaran, tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluarannya (kemampuan membaca). Nah, lho!

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi
Koleksi pribadi
Koleksi pribadi
Dari dua gambar itu, negara yang sama-sama ada di 10 besar cuma Belanda dan Belgia. Indonesia inputnya ada di urutan 54, sementara keluaran di ranking 45. Brazil yang inputnya nomor 1 ada di ranking keluaran 55.

Bangga dulu apa terpacu untuk menganggarkan lebih nih?

Indonesia sendiri berada di urutan 60 dengan nilai individu untuk masing-masing variabel sbb:

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi
Ketersediaan komputer memang minim sih ya, secara negara kita juga masih bergulat untuk melistriki Indonesia. Jumlah perpustakaan per kapita kita ada di golongan tengah, lebih baik dari Thailand yang ranking 59. Jadi memang seperti disebutkan oleh penelitinya, studi ini lebar sekali interpretasinya. Misalnya kategori Newspaper dibedah menjadi beberapa variabel, salah satunya jumlah sirkulasi. Mungkin diasumsikan bahwa sirkulasi tinggi = banyak yang baca. Jangan-jangan buat bungkus gorengan, ye kan? Jadi ya tinggal bagaimana kita menelaah studi ini dan menyikapinya. Lagipula yang saya baca juga baru overview, belum studi lengkap di buku yang diterbitkan penelitinya (bayar je…).

Jadi, sebenarnya kita literate apa nggak nih?

XOXO,

Citra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun