Yang kedua, studi ini juga mempertimbangkan basis per kapita. Misalnya untuk jumlah perpustakaan, tentu saja akan nggak adil jika membandingkan perpustakaan di Finlandia yang penduduknya “cuma” 5,5 jutaan dengan Indonesia yang 250 jutaan. Dengan jumlah penduduk di negara kita yang buanyak, maka bisa dibilang “wajar” jika salah satu variabel dalam studi ini menunjukkan kita ada di ranking bontot.
Tapi jumlah perpustakaan kita per kapita ada di ranking tengah-tengah, 36.5 (rankingnya pake setengah, hihi).
Setahu saya (dari Ibu yang guru), dengan dana BOS yang dianggarkan pemerintah untuk masing-masing sekolah, perpustakaan memang menjadi salah satu prioritas. Dengan dana tersebut, sekolah dapat membeli buku dan menganggarkan pembangunan perpustakaan yang layak. Pemerintah juga memberikan banyak paket buku di luar dana BOS. Mungkin itu salah satu faktor yang mempengaruhi ranking Indonesia di kategori perpustakaan, karena jumlah perpustakaan dan jumlah buku masuk hitungan.
Selanjutnya, studi ini juga menemukan bahwa input nggak berhubungan dengan keluaran. Dalam Sistem Pendidikan – Input itu isinya ada tahun wajib belajar dan persentase dana pemerintah untuk pendidikan (% GDP). Keluarannya adalah skor tes membaca yang dikeluarkan oleh PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) dan PISA (Programme for International Student Assessment). Lucunya, dari semua negara yang dipelajari, hubungan antara input, misalnya anggaran, tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluarannya (kemampuan membaca). Nah, lho!
Bangga dulu apa terpacu untuk menganggarkan lebih nih?
Indonesia sendiri berada di urutan 60 dengan nilai individu untuk masing-masing variabel sbb:
Jadi, sebenarnya kita literate apa nggak nih?
XOXO,
Citra