Anak-anak di Nunukan, ada yang harus meninggalkan sekolah dan ikut orangtuanya masuk hutan untuk mencari kayu gaharu (tahu kan mahalnya kayu ini?). Soal bantu-membantu keluarga ini memang pelik. Jadilah banyak yang putus sekolah atau keluar masuk sekolah mengikuti masa panen, misalnya.
Membicarakan akses pada pendidikan itu bisa dilihat dari banyak sisi. Ada soal infrastruktur dan sumber daya manusia, ada juga soal berpikir di luar kotak alias out of the box. Pertanyaannya diawali dengan jangan-jangan. Jangan-jangan, model sekolah yang mendekat ke ladang (guru datang ke siswa) selama masa panen/bertanam adalah solusi alternatif. Jangan-jangan sekolah yang masa belajarnya bukan seperti sistem sekolah hari namun menyesuaikan siklus panen karet adalah jalan keluar. Jangan-jangan model pembelajaran luar sekolah seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah jawaban.
Masyarakat kota dan kalangan kelas menengah barangkali menghadapi permasalahan pendidikan yang bisa dijawab dengan penerapan FDS. Namun di banyak daerah di Indonesia, kebijakan sekolah hari saja masih perlu dikaji. Apakah model sekolah hari ini sesuai untuk semua daerah di Indonesia? Belum tentu. Indonesia itu beragam, bukan seragam.
Mari terus mengupayakan masukan yang konstruktif untuk pendidikan Indonesia. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah cita-cita kemerdekaan.
XOXO,
Citra