Pohon-pohon dan binatang liar termasuk di dalamnya. Di kampus saya sekarang, banyak tupai yang berkeliaran kesana kemari tanpa diganggu. Kalau di Indonesia? Anak-anak Indonesia banyak diajari untuk malah melempari tupai, mengetapel burung, atau menginjak bekicot. Bagaimana ekosistem kita bisa seimbang kalau kita bertindak sebagai diktator? Saya memang belum punya anak si *hahaha*, tapi jika sudah punya, nantinya saya akan membuat mereka mengerti bahwa keanekaragaman hayati itu penting. Bahwa menguret pohon lalu menulis "I Love You" itu perbuatan yang menyakiti lingkungan. Bahwa bersama-sama menanam pohon di sekitar sekolah atau rumah itu tidak kalah penting dengan jalan-jalan darmawisata ke kebun binatang. Saya yakin banyak di antara Kompasianer yang berprofesi sebagai pendidik. Bagaimana jika membuat program "Mari Menanam" untuk menghijaukan sekitar kita?
Rumah kita cuma satu: Bumi. Meski sudah ditemukan planet lain, mau pindah kesana juga belum mungkin. Jika semua Kompasianer mau menerapkan hal-hal sederhana ini, saya yakin kita bisa menularkannya pula ke yang lain. Anggap saja tulisan saya jadi HL lalu dibaca 2000 orang, lalu Kompasianer yang membaca mulai menghemat air, membawa kantong plastik sendiri, dan sayang lingkungan. Lalu membuat jaringan "gethok tular". Wah, pasti Bumi akan senang!
Mari sayangi rumah kita satu-satunya,
-Citra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H