Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rumah Kita Cuma Satu: Bumi!

10 Agustus 2011   11:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:55 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tulisan ini sebenarnya untuk membayar "hutang" saya ke Riefka Aulia, yang bertanya kenapa (sebagai mahasiswa teknik lingkungan) saya belum pernah menulis tentang lingkungan. Pertama, sebenarnya saya bukan anak teknik lingkungan murni, jurusan saya adalah teknik kimia dengan spesialiasi lingkungan, mencakup wastewater treatment, renewable energy, dan chemical recovery. Kedua, saya punya banyak tulisan berkaitan dengan bidang studi saya, tapi dalam format akademik, bukan dalam format penulisan populer.

Tapi sekarang saya berniat berbagi tentang lingkungan yang bisa kita semua lakukan, supaya kita lebih sadar dan peduli.

Pertama, ayo hemat air.

Minggu lalu saya mengikuti kuliah intensif 3 hari yang dibawakan oleh adviser-nya adviser saya (dengan kata lain, grand-adviser saya *halah*), tentang Aquatic Chemistry. Penuh hitungan rumus ini dan itu, tapi tenang, yang saya bagikan hanya sekutip saja kok. Dalam salah satu slide-nya, Professor C.P. Huang dari University of Delaware menggambarkan bahwa jika jumlah air di bumi (air tawar, baik beku atau cair; dan air laut) disetarakan dengan 1 gallon (3,79 liter), maka jumlah air tawar (fresh water) yang tersedia untuk kita gunakan hanyalah 2 TETES.

Mungkin banyak orang yang belum peduli dengan masalah kekurangan air, "air kan melimpah mbak di Indonesia", ilustrasi di atas memberikan gambaran seberapa krusialnya masalah air di bumi. Ingat, jumlah penduduk akan terus bertambah lho. Sungai di desa yang saya tinggali sekarang airnya sudah menyusut. Jangan menganggap remeh masalah air ini.

Cara sederhana untuk menghemat air adalah dengan hemat menggunakan air. Kalimatnya membingungkan? Tidak. Ketika mandi, ke toilet, mencuci, menyiram tanaman, dsb; usahakan gunakan air secukupnya. Jangan mencuci piring dengan membiarkan air keran menyala terus misalnya. Tampunglah air untuk membilas. Jika mau lebih menghemat air, tampunglah air hujan untuk menyiram tanaman atau menyiram toilet. Tapi bukan dengan jarang mandi lho ya *hehe*.

Kedua, jangan menambah sampah.

Ini memang menjadi momok dimana-mana karena volume sampah yang semakin meningkat dan cara penanganannya yang tidak efisien. Saya setuju dengan artikel bu Maria Hardayanto mengenai Green Ambassador, yang intinya jangan "mengakrabkan diri dengan sampah". Daur ulang itu memang solusi, tapi tidak akan banyak berhasil jika kita tidak mengurangi inputnya. Pertama, tidak banyak sampah yang bisa didaur ulang. Kedua, jumlah sampah yang bisa didaur ulang juga tidak sebanding dengan volume sampah masuk.

Satu hal yang saya pelajari di rumah adalah memisahkan sampah. Sampah organik (yang bisa membusuk secara alami) dan sampah lain (kertas, plastik) dipisahkan. Sampah organik dibuang, sampah lainnya dibakar. Karena plastik sukar terurai sendiri. Kedua, jika berbelanja, bawalah kantong sendiri. Tidak ada ruginya, daripada sedikit-sedikit meminta plastik. Saya sudah cukup lama menerapkan itu, jika ada barang yang bisa langsung masuk tas saya, saya langsung menolak diambilkan plastik. Di sini (Taipei), kantong plastik itu harus beli, sehingga di satu sisi mengurangi volume sampah, di sisi lain membudayakan masyarakat untuk peduli lingkungan.

Yang lain, jangan membuang sampah sembarangan. Ini sudah diingatkan berulang kali juga masih banyak yang melakukannya. Jangan cuma menjadi salah satu kategori anak berbudi di pelajaran PPKn dong. Perlu tindakan nyata. Meski cuma bungkus permen, itu juga plastik, yang ketika terakumulasi di tanah baru akan terurai puluhan bahkan ratusan tahun kemudian. Kantongi sampah kita bila belum menemukan tempat sampah. Tidak sulit. Dan sampah yang dibuang sembarangan, terutama di sungai, bisa menyebabkan aliran sungai tersumbat, lalu banjir. Kalau sudah begini, bagi saya, orang yang masih membuang sampah sembarangan lalu protes pada pemerintah karena tidak bisa mengatasi banjir perkotaan adalah orang yang bodoh. Yang namanya menjaga lingkungan itu bukan hanya tugas pemerintah. Jangan menyalahkan pihak lain dulu sebelum "ngaca".

Ketiga, sayangi lingkungan sekitar kita.

Pohon-pohon dan binatang liar termasuk di dalamnya. Di kampus saya sekarang, banyak tupai yang berkeliaran kesana kemari tanpa diganggu. Kalau di Indonesia? Anak-anak Indonesia banyak diajari untuk malah melempari tupai, mengetapel burung, atau menginjak bekicot. Bagaimana ekosistem kita bisa seimbang kalau kita bertindak sebagai diktator? Saya memang belum punya anak si *hahaha*, tapi jika sudah punya, nantinya saya akan membuat mereka mengerti bahwa keanekaragaman hayati itu penting. Bahwa menguret pohon lalu menulis "I Love You" itu perbuatan yang menyakiti lingkungan. Bahwa bersama-sama menanam pohon di sekitar sekolah atau rumah itu tidak kalah penting dengan jalan-jalan darmawisata ke kebun binatang. Saya yakin banyak di antara Kompasianer yang berprofesi sebagai pendidik. Bagaimana jika membuat program "Mari Menanam" untuk menghijaukan sekitar kita?

Rumah kita cuma satu: Bumi. Meski sudah ditemukan planet lain, mau pindah kesana juga belum mungkin. Jika semua Kompasianer mau menerapkan hal-hal sederhana ini, saya yakin kita bisa menularkannya pula ke yang lain. Anggap saja tulisan saya jadi HL lalu dibaca 2000 orang, lalu Kompasianer yang membaca mulai menghemat air, membawa kantong plastik sendiri, dan sayang lingkungan. Lalu membuat jaringan "gethok tular". Wah, pasti Bumi akan senang!

Mari sayangi rumah kita satu-satunya,

-Citra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun