Mohon tunggu...
Citra Cita
Citra Cita Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Pendidikan

Kita perlu mendidik anak dari sejak dini, karena mereka perlu tau betapa pentingnya pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jangan Matikan Asa Pekerja SKT

30 September 2023   09:30 Diperbarui: 30 September 2023   09:52 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dok. iNews.id

Sektor industri merupakan sektor yang terus tumbuh dan berperan makin besar dalam menggerakkan ekonomi negara. Oleh karena itu, tidak salah jika salah satu parameter bagi sebuah negara untuk dapat lebih maju adalah dengan berfokus pada pengembangan sektor industrinya (juga jasa serta perdagangan).

Di Indonesia, sektor industri mempunyai peranan besar terhadap sumber penghasilan negara maupun penyerapan tenaga kerja. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sektor industri tetap stabil menyumbangkan rata-rata sebesar 20% bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan informasi Kementerian Keuangan, hingga pertengahan 2023, sektor industri telah berkontribusi sebesar 27% lebih terhadap APBN.

Terdapat berbagai sektor industri yang cukup dikenal di Tanah Air, misalnya sektor industri ekstraktif, non-ekstraktif, maupun fasilitatif. Semua klasifikasi industri tersebut merupakan sumber pemasukan terhadap APBN dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Salah satu sektor industri yang terus berkontribusi positif bagi APBN adalah Industri Hasil Tembakau (IHT). IHT masuk ke dalam golongan industri fasilitatif dan merupakan sektor industri yang padat karya. Selain berkontribusi besar terhadap penciptaan ekonomi, IHT juga berkontribusi besar bagi penyerapan tenaga kerja di seluruh ekosistem dan mata rantainya.

Bayangkan saja:  data Kementerian Perindustrian tahun 2019 menyebutkan bahwa sebanyak 5,98 juta orang bekerja pada sub-sektor IHT. Hampir mencapai 6 juta tenaga kerja! Bisa saja angka tersebut kini telah bertambah seiring kebutuhan industri.

Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa IHT turut membantu negara dalam mengurangi masalah pengangguran sebanyak 6 juta orang. Tenaga kerja IHT ini juga sangat beragam, mulai dari petani tembakau/cengkeh, pelinting rokok, pekerja pabik,  distributor, hingga pedagang.

Dari IHT ini, salah satu sektor yang spesial adalah sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT). Di sektor ini, jumlah penyerapan tenaga kerjanya sangat besar. Jumlahnya tidak main-main, yaitu sekitar 60% dari tenaga kerja di IHT. Faktor itulah yang membuat sektor SKT menjadi industri padat karya.

Selain itu, perlu ditekankan bahwa mayoritas dari tenaga kerja di sektor SKT merupakan kaum perempuan yang memiliki pendidikan dan keterampilan terbatas. Para perempuan hebat ini menggantungkan pendapatannya sebagai upaya untuk meringankan beban keuangan rumah tangga mereka.

Kaum perempuan yang mengisi pos kerja SKT tersebut didominiasi oleh pekerjaan sebagai pelinting rokok. Dari tangan mereka tersebut terletak harapan bagi anak-anaknya untuk tetap dapat sekolah, bisa membeli motor, bisa merenovasi rumah, atau punya usaha sampingan. Ada asa tinggi dari para perempuan tersebut untuk mampu membahagiakan keluarganya lewat pekerjaan yang dilakoninya.

Untuk contoh saja: di Jawa Timur, 97% pekerja IHT didominasi oleh kaum perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Dengan begitu, 97% kaum perempuan itu benar-benar berharap ekonomi rumah tangga mereka dapat terjaga dari pekerjaan yang dilakukannya setiap hari.

Aspek lain yang memberi nilai positif dari sektor SKT terhadap perekonomian Indonesia adalah kemunculan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sekitaran pabrikan rokok. Tengok saja di sekitar basis wilayah pabrikan rokok, biasanya dapat dilihat banyaknya berbagai UMKM yang berdiri dan berkembang.

UMKM tersebut beragam jenis, ada warung nasi, agen sembako, toko sayur mayur, outlet pulsa, sampai pangkalan ojek. Artinya keberadaan pabrikan rokok SKT di suatu wilayah dapat melahirkan manfaat besar bagi masyarakat sekitarnya untuk mendukung pendapatan ekonomi mereka.

Keberadaan pabrikan rokok SKT juga menumbuhkan inspirasi masyarakat sekitarnya untuk menciptakan peluang pekerjaan baru sebagai upaya menambah penghasilan. Dengan begitu, bukan hanya pekerja SKT saja yang menaruh asa pada pabrikan rokok, tetapi juga lingkungan masyarakat sekitarnya.

Terbukanya lapangan kerja baru sebab kehadiran pabrikan rokok SKT tersebut juga berpengaruh pada kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat sekitarnya. Pendapatan per kapita masyarakatnya bakal terkerek dan masalah ketenagakerjaan dapat berkurang. Roda perekonomian daerah bakal juga akan berputar akibat produktivitas kerja masyarakat dari kehadiran pabrikan rokok SKT.

Oleh karena itum pabrikan rokok SKT dinilai punya manfaat yang besar bagi ekonomi negara, daerah, serta kesejahteraan masyarakat dan hal ini harus menjadi perhatian yang serius. Sayangnya, keberadaan industri rokok selama bertahun-tahun terus mengalami penekanan dan terdapat berbagai upaya untuk mematikan industri tersebut melalui berbagai kebijakan pemerintah. Industri rokok mengalami berbagai pembatasan dan setiap tahun biasanya mengalami kenaikan cukai, termasuk bagi sektor SKT. Padahal, jika pemerintah menaikkan cukai secara tinggi, maka akan mempengaruhi pula besaran ongkos produksi pabrikan rokok SKT.

Bila besarnya ongkos produksi yang dikeluarkan suatu pabrikan rokok SKT tidak lagi mampu ditambal, bukannya tidak mungkin bakal membuat kebangkrutan. Pabrikan rokok SKT harus terus menerus menggelontorkan cost production yang besar untuk menyesuaikan kenaikan tarif cukai rokok.

Sedangkan di satu sisi, belum tentu barang hasil pabrikan yang mereka distribusi ke pasaran seimbang atau menguntungkan pembeliannya dari ongkos produksi. Jika ini terus berlarut, tinggal menunggu saja satu per satu pabrikan rokok SKT 'gulung tikar'.

Lantas harapan besar para pekerja SKT dan masyarakat sekitar di pabrikan SKT hanya jadi abu. Hangus terbakar karena kebijakan yang mengatasnamakan pengendalian rokok. Begitu pula roda perekonomian nasional dapat menjadi mandeg sebab IHT sebagai industri padat karya dimatikan kebijakan pemerintahnya sendiri.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun