Aspek lain yang memberi nilai positif dari sektor SKT terhadap perekonomian Indonesia adalah kemunculan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sekitaran pabrikan rokok. Tengok saja di sekitar basis wilayah pabrikan rokok, biasanya dapat dilihat banyaknya berbagai UMKM yang berdiri dan berkembang.
UMKM tersebut beragam jenis, ada warung nasi, agen sembako, toko sayur mayur, outlet pulsa, sampai pangkalan ojek. Artinya keberadaan pabrikan rokok SKT di suatu wilayah dapat melahirkan manfaat besar bagi masyarakat sekitarnya untuk mendukung pendapatan ekonomi mereka.
Keberadaan pabrikan rokok SKT juga menumbuhkan inspirasi masyarakat sekitarnya untuk menciptakan peluang pekerjaan baru sebagai upaya menambah penghasilan. Dengan begitu, bukan hanya pekerja SKT saja yang menaruh asa pada pabrikan rokok, tetapi juga lingkungan masyarakat sekitarnya.
Terbukanya lapangan kerja baru sebab kehadiran pabrikan rokok SKT tersebut juga berpengaruh pada kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat sekitarnya. Pendapatan per kapita masyarakatnya bakal terkerek dan masalah ketenagakerjaan dapat berkurang. Roda perekonomian daerah bakal juga akan berputar akibat produktivitas kerja masyarakat dari kehadiran pabrikan rokok SKT.
Oleh karena itum pabrikan rokok SKT dinilai punya manfaat yang besar bagi ekonomi negara, daerah, serta kesejahteraan masyarakat dan hal ini harus menjadi perhatian yang serius. Sayangnya, keberadaan industri rokok selama bertahun-tahun terus mengalami penekanan dan terdapat berbagai upaya untuk mematikan industri tersebut melalui berbagai kebijakan pemerintah. Industri rokok mengalami berbagai pembatasan dan setiap tahun biasanya mengalami kenaikan cukai, termasuk bagi sektor SKT. Padahal, jika pemerintah menaikkan cukai secara tinggi, maka akan mempengaruhi pula besaran ongkos produksi pabrikan rokok SKT.
Bila besarnya ongkos produksi yang dikeluarkan suatu pabrikan rokok SKT tidak lagi mampu ditambal, bukannya tidak mungkin bakal membuat kebangkrutan. Pabrikan rokok SKT harus terus menerus menggelontorkan cost production yang besar untuk menyesuaikan kenaikan tarif cukai rokok.
Sedangkan di satu sisi, belum tentu barang hasil pabrikan yang mereka distribusi ke pasaran seimbang atau menguntungkan pembeliannya dari ongkos produksi. Jika ini terus berlarut, tinggal menunggu saja satu per satu pabrikan rokok SKT 'gulung tikar'.
Lantas harapan besar para pekerja SKT dan masyarakat sekitar di pabrikan SKT hanya jadi abu. Hangus terbakar karena kebijakan yang mengatasnamakan pengendalian rokok. Begitu pula roda perekonomian nasional dapat menjadi mandeg sebab IHT sebagai industri padat karya dimatikan kebijakan pemerintahnya sendiri.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H