Mohon tunggu...
Citra Autisimo
Citra Autisimo Mohon Tunggu... Buruh - Naluri tidak pernah salah, karenanya aku tidak boleh selalu benar.

Selesailah dahulu dengan dirimu sendiri, lalu selesaikan perziarahanmu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mengukuhkan Nirwana (part 4) - untuk Kebebasan

6 Oktober 2017   08:21 Diperbarui: 7 Oktober 2017   14:26 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sehingga aku terbangun bersama matahari pagi.  

Sesuatu di dada ini yang membangunkanku.  

Semalam suntuk ia hangatkan aku.  

Namanya bahagia.  

Dalam tidur aku tak bisa berhenti tersenyum.  

Dan "halo" adalah kata pertamaku di detik pertama aku membuka mata.  

Aku memberimu hadiah tadi malam.  

Dalam kesanggupan dan kesederhanaan.  

Kalau kamu tidak keberatan,  aku akan menceritakannya.  

Yang mau ku katakan ini murni apa adanya. 

Hanya terjadi dalam izin dan kesediaanmu. 

Hanya secuil waktumu.  

Pikiranku dan batinku setenang air di danau.  

Semua bayang jelas tegas tampak dan menyikapi segala sesuatunya. 

Untukmu perasaan,  wahai madu... 

Apa yang kurasa saja,  iya,  iya,  iya memang begitu saja adanya,  waktu aku khawatir,  waktu aku merindu,  waktu waktu waktu dan waktu lainnya.  

Aku biarkan saja.  

Terjadi begitu saja.  

Aku nikmati saja.  

Aku syukuri.  

Aku terima semuanya.  

Tulus ikhlas ku jalani. 

Meskipun ada suka duka yang berteka-teki.  

Jalan panjang yang meliuk.  

Dan aku harus pastikan kamu tahu,  aku jatuh cinta padamu.  

Kamu.  

Hanya aku,  tanpa kedokku.  

Aku tak berkuasa atas manisnya madu.  

Dipantangkan aku berkata dalam kesombongan,  bila sanggup untuk menawanmu,  melibatkan kamu dalam hidupku,  yang ini,  yang itu,  ini,  itu.  

Apalagi sampai aku paksakan,  tak pernah ada niatku untuk itu.  

Inilah aku,  wahai madu.  

"Sempurna" dalam hal kecil saja kadang mustahil bagiku.  

Aku sadar wahai madu... 

Aku berkata begini,  aku tidak mabuk.  

Pilihan itu sejatinya tidak pernah ada.   

Itu sebabnya aku sering bilang "jangan berpikir",  bagiku apa yang digariskan bagiku adalah tetap garis yang aku telusuri dan nikmati.  

Aku kumbang yang memenuhi kodratku.  

Cerita tentang mahkotamu,  keseharianmu,  kenapa setiap ayunan kelopak itu penting bagiku,  apapun,  yang sempat kita bicarakan tentang pertalian ini. 

Madu itu penguat langkahku dan kepak sayap kecil cacat milikku.  

Itulah bunyi dikepalaku.  

"Aku sosok yang saling berbicara",  itu caraku supaya aku menyatu,  mengerti,  menerima,  terlibat,  ambil bagian dengan apapun itu. 

Sesederhana itu.  

Hasil adalah nasib, milik Sang Esa.  

Kecewa dan bahagia termasuk di dalamnya. 

Inilah bunyi di hatiku.  

Seandainya pilihan memang tercipta.

Entah itu di benakmu,  entah itu sikap atau jawaban dari kamu untuk aku,  aku cuma mau bilang satu hal.  

Jangan kamu khawatir maduku... 

Aku ringankan. 

Ini hadiah dari kumbang cacat kepada sang madu,  si manis yang istimewa untukku..

Aku yang akan memilihkannya.  

Pilihanku adalah masa depanmu.  

Sepertinya memang tidak ada namaku di sana.  

Tidak mengapa.  

Sekarang,  kamu bebas.. 

Pernah ada cerita kita rajut dulu sekali,  tentang "jodoh"... 

Besok dan hari ini akan tetap berlangsung,  aku masih sosok yg sama.  

Cuma sudah lebih baik... 

Bukankah tiap sosok memang harusnya begitu?  

Terlebih untuk sosok sepertiku,  hanya ada berharap,  selamanya.. 

Terima kasih Pencipta segala,  untuk segalanya.  

Dari dan tentang kamu,  sapa rindu manis madu.  

Itu saja.  

Apa jawabmu?  

Dari aku. Untuk aku yang lain. 

#citra_autisimo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun