Keluarga adalah unit sosial terkecil di masyarakat. Sebagai unit terkecil, maka keluarga menjadi pembentuk kepribadian yang pertama dan utama. Mengapa pertama? Sebab keluargalah yang pertama kali mengenalkan dan menanamkan nilai dan norma kepada anak.Â
Mengapa utama? Sebab waktu anak banyak berada di lingkungan keluarganya. Maka, keluarga mempunyai peran penting dalam pembentukan kepribadian anak. Sehingga utuh dan tidaknya keluarga sangat berpengaruh pada kepribadian anak.
Menurut Soekanto (1983:112) keluarga (family) adalah dua orang atau lebih yang hidup bersama yang mempunyai hubungan darah, perkawinan atau karena pengangkatan.Â
Sedangkan Horton (1984: 267) mengemukakan suatu keluarga mungkin merupakan (1) suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama; (2) suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah atau perkawinan; (3) pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak; (4) pasangan tanpa nikah yang mempunyai anak; (5) orang dengan beberapa anak.
Dengan demikian keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terbentuk melalui perkawinan dan pertalian darah. Perkawinanlah yang mendorong seseorang melakukan proses regenerasi.Â
Lambat laun proses regenerasi mendorong lahirnya kelompok-kelompok sosial yang bersifat geneologis baik berbentu suku bangsa atau marga (Batak). Perkawinan juga menyatukan dua keluarga besar baik dari suami maupun dari pihak istri.
Secara sosiologis dikenal ada dua jenis keluarga yaitu keluarga inti dan keluarga luas. Keluarga inti disebut nuclear family, keluarga besar disebut ekstended family. Maka perkawinan akan melahirkan orang-orang yang mempunyai ikatan darah yang sama. Melalui perkawinan juga, seseorang mengalami perubahan status. Laki-laki berstatus sebagai suami, perempuan berstatus sebagai istri.
Seiring waktu, ketika keluarga tersebut mempunyai anak, suami berubah status menjadi ayah, sang istri menjadi ibu. Maka perkawinanlah yang menjadikan seseorang mengalami perubahan status sosial yang berkelanjutan. Orangtua sang suami dan istri juga mengalami perubahan status yaitu sebagai kakek dan nenek.Â
Suami dan istri berstatus sebagai menantu dari mertuanya. Pada saat keluarga masih terdiri dari suami, istri dan anak; keluarga tersebut disebut keluarga inti. Namun, ketika sudah ada kakek, nenek, cucu, keluarga tersebut berubah menjadi keluarga besar. Keluarga tersebut dalam dalam perkembangannya secara sosiologis disebut ekstended family (keluarga luas).
Nah, dari uraian tersebut tergambar jelas bahwa perkawinan yang menyebabkan seseorang mengetahui anggota kerabatnya, mengetahui nasabnya (asal usul keturunannya), dan mengetahui simbol-simbol yang melekat di keluarganya, norma dan tata tertib yang ada di keluarganya, alat kelengkapan yang mesti dipunyai, bahkan ideologi yang dipedomani oleh keluarga (Cipto Lelono:2013). Status seseorang juga mengalami perubahan seiring dengan makin tambahnya jumlah anggota keluarga.
Hal-hal yang Terkait KeluargaÂ
Sebelum menguraikan dua fungsi keluarga yaitu fungsi manifes dan fungsi laten, untuk menambah wawasan kita, perlu dilengkapi uraian hal-hal yang bersangkut paut dengan keluarga. Uraian berikut menunjukkan bahwa bangunan sosial yang bernama keluarga mempunyai aspek-aspek yang kompleks.
1) Cara memilih calon pasangan
Aspek pertama yang terkait dengan keluarga adalah cara masyarakat memilih calon pasangan. Secara sosiologis dikenal ada dua yaitu perkawinan endogami dan perkawinan eksogami.Â
Perkawinan endogami adalah perkawinan yang didasarkan pada orang-orang yang berasal dari garis keturunan yang sama, yang penting bukan dari keluarga inti. Sehingga dicarikan dari orang-orang yang berasal dari anggota keluarga exstended family.Â
Perkawinan eksogami adalah perkawinan yang dilakukan dengan orang-orang yang berasal dari luar keluarga besarnya atau luar kelas sosialnya. Jenis perkawinan ini bisa berbentuk eksogami klan (misalnya lintas marga), eksogami lintas suku, bahkan eksogami lintas negara.Â
Bagi anggota keluarga perkotaan (daerah industry khususnya), cenderung memilih perkawinan yang eksogami suku. Sebab kota menjadi tempat bertemunya orang-orang yang berasal dari berbagai wilayah sosial baik suku bangsa maupun pulau.
Bagi keluarga yang mempunyai status menengah ke atas, biasanya cenderung melakukan perkawinan endogami. Pertimbangannya sosial budanyanya adalah mempertahankan nilai dan norma leluarga. Seperti diketahui bahwa perkawinan merupakan sarana pewarisan nilai dan norma yang efektif.Â
2) Sistem kekerabatan
Perkawinan pada akhirnya akan membentuk aspek-aspek sosial baru di masyarakat, salah satunya adalah terbentuknya system kekerabatan yang disepakati. Secara garis besar dikenal ada tiga system kekerabatan yaitu bilateral, patrilineal, dan matrilineal.Â
Sistem kekerabatan bilateral adalah system kekerabatan yang menarik garis keturunan dari ayah dan ibu. Sehingga adik maupun kakak ayah dan ibu termasuk angora kekerabatan.Â
Sistem kekerabatan patrilineal menarik garus keturunan dari ayah. Sehingga anggota kekerabatanya hanya berasal dari garis ayah. Sedangkan system kekerabatan matrilineal adalah system kekerabatan yang menarik garis kekerabatan dari ibu. Sehingga semua anggota keluarga dari ayah tidak termasuk dalam kekerabatan matrilineal.
3) Pola Menetap setelah menikah
Setidaknya ada tiga pola menetap setelah menikah yaitu bilokal, patrilokal, matrilokal. Namun dalam perkembangannya, masyarakat mengenal pola menetap neolokal. Bilokal adalah pola menetap setelah menikah bertempat di kedua orangtua pasangan secara bergantian, patrilokal adalah pola menetap setelah menikah dengan menempati rumah orangtua suami. Sedangkan matrilokal adalah pola menetap setelah menikah tinggal di keluarga istrinya. Neolokal menetap di tempat yang baru (tinggal terpisah dengan orangtua kedua pasangan suami istri).
Dengan demikian dapat diketahui, bahwa perkawinan dapat melahirkan tata cara, tradisi maupun adat istiadat yang terkait dengan perkawinan. Dengan kata lain, perkawinan bukan saja menjalin hubungan yang bersifat individual, namun juga merambah pada bangunan yang bersifat sosial dan budaya yang lahir dan berkembang sesuai dengan pola pikir masing-masing masyarakat.
Mengenal Fungsi Manifes dan Fungsi Laten Keluarga
Seperti diuraikan di atas, keluarga terbentu karena adanya perkawinan. Melalui perkawinan ini akan melahirkan orang-orang yang mempunyai kesamaan ikatan darah (geneologis). Maka terbentuknya keluarga merupakan wadah untuk memenuhi fungsi keluarga. Fungsi tersebut merupakan aktivitas khusus yang melekat pada keluarga.
Fungsi Manifes
Fungsi manifes adalah fungsi yang memang dicita-citakan oleh keluarga dan masyarakat mengetahui tentang fungsi ini. Dengan kata lain fungsi manifes adalah fungsi riil yang ada dalam setiap lembaga sosial, khususnya keluarga. Keberhasilan memenuhi fungsi ini secara maksimal, keluarga akan meraih kebahagian yang maksimal juga (lengkap).
1) Afeksi (kasih sayang)
Individu memperoleh kasih sayang yang pertama, dan tulus lahir dan batin dari keluarga. Orangtua yang sangat berperan dalam pepenuhan fungsi kasih sayang anak. Terpenuhinya fungsi ini, akan sangat membantu dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Sehingga muncul istilah "rumahku adalah surgaku".
2) Reproduksi (regenerasi)
Salah satu fungsi penting keluarga adalah adanya proses reproduksi (regenerasi). Sebab keluarga terbentuk melalui proses perkawinan. Maka fungsi reproduksi merupakan proses yang dapat melanjutkan proses regenerasi baik secara biologis maupun secara sosial. Sebab keberlangsungan kehidupan sosial-ekonomi keluarga sangat ditentukan oleh berhasil tidaknya keluarga menghadirkan keturunan.
3) Edukatif (pendidikan)
Keluarga juga mempunyai fungsi edukatif yaitu menanamkan etika, tatakrama, dan nilai, norma yang dibutuhkan agar bisa hidup dengan masyarakat. Keluargalah yang pertama kali menanamkan etika, tatakrama, sopan santun kepada anggota keluarganya.
4) Proteksi (perlindungan)
Fungsi keluarga juga berusaha melakukan proteksi anggota keluarga dari ancaman maupun bahaya. Maka salah satu fungsi manifes keluarga adalah perlindungan (proteksi).
5) Ekonomi (sandang, pangan, dan papan)
Keluarga juga mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Pemenuhan kebutuhan ini bersifat primer. Sebab selain untuk memenuhi kebutuhan hidup juga untuk memperjuangan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
6) Religi (penanaman nilai-nilai agama)
Penanaman nilai-nilai agama merupakan fungsi manifes penting bagi keluarga. Setiap keluarga akan menanamkan nilai-nilai agama sesuai agamanya masing-masing. Oleh sebab itu keluarga merupakan proses pewarisan nilai-nilai agama orangtua kepada anaknya (khususnya), dan keluarga besar pada umumnya.
Fungsi Laten
Fungsi laten adalah fungsi yang dilakukan oleh keluarga, namun tidak diketahui secara langsung oleh masyarakat. Secara proses, fungsi laten ini berkaitan dengan "marwah keluarga". Maka keberhasilan keluarga memenuhi fungsi laten juga akan melengkapi kebahagian dalam keluarga.Â
1) Mempertahankan status sosial keluarga
Setiap keluarga mempunyai status sosial yang ingin dipertahankan. Status tersebut berkaitan erat dengan harkat dan martabat keluarga. Status demikian juga didasarkan pada asal usul keturunan keluarga.Â
Khusus bagi keluarga yang mempunyai asal usul keturuan mapan, tentu fungsi ini menjadi pertimbangan yang kuat. Hal tersebut nampak pada saat menentukan calon menantu. Orang Jawa menyebut dengan istilah bibit, bobot dan bebet. Fungsi demikian ada di setiap keluarga, namun masyarakat tidak mengetahuinya.
2) Mewarisi harta keluarga
Fungsi laten berikutnya adalah mewarisi harta keluarga. Fungsi ini sebagai upaya mengamankan harta yang menjadi milik keluarga. Anaklah yang mempunyai hak untuk menerima harta warisan orangtuanya.
3) Melanjutkan keyakinan (agama) orangtua
Setiap keluarga meyakini tentang agama yang dianggap benar. Maka keluarga akan berusaha mewaruskan agama yang diyakini orangtuanya kepada penerusnya. Fungsi ini muncul di setiap keluarga. Fungsi ini selain merupakan fungsi manifes juga menjadi fungsi laten keluarga.
Kawin atau tidak kawin adalah pilihan masing-masing individu. Demikian juga ingin mempunyai anak atau tidak juga pilihan setiap individu. Namun perkawinanlah yang akan membentuk keluarga inti maupun keluarga besar.Â
Hal ini berarti bahwa keturunan adalah pelanjut proses sosial orangtua. Perkawinan juga mendorong individu dapat memenuhi fungsi keluarga secara maksimal baik fungsi manifes maupun fungsi laten.Â
Kedua fungsi tersebut dengan beberapa sub-nya hanya dimiliki oleh lembaga sosial yang bernama keluarga. Maka ketika opsi yang dipilih adalah tidak kawin, terputuslah semua fungsi keluarga di atas.
Referensi
- Drs Cipto Lelono.2013. Gemar Belajar Sosiologi Kelas XII IPS. (Diktat, digunakan di kalangan sendiri).
- Soerdjono Soekanto.2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali Press
- Paul B Horton, Chester L. Hunt; 1984. Sosiologi Jilid I, alih bahasa: Aminuddin Ram, Tita Sobari. Jakarta : Erlangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H