Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Candi Sojiwan, Bertutur Aneka Nilai Kehidupan Adiluhung

29 Oktober 2024   07:44 Diperbarui: 5 November 2024   11:30 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Sojiwan diambil dari arah utara. Nampak salah satu Stupa yang masih utuh.Dokpri.

Candi adalah bangunan suci. Dalam proses pembangunan candi, selalu mempertimbangkan aspek arsitektural, tempat maupun bahan yang digunakan. 

Pembangunan secara arsitektural selain memperhatikan konstruksi, kelengkapan komponen, juga menimbang sisi estetika dan etika.

Sisi estetika bisa dilihat pada keserasian antara kaki, tubuh dan atap candi juga relief baik di kaki candi maupun badan candi.

Maka relief candi selain menampilkan keindahan, juga menampilkan aspek etika yang yang ingin diajarkan. Sehingga nilai-nilai tersebut bersifat simbolis. 

Demikian juga Candi Sojiwan. Candi ini merupakan candi kompleks yang ditandai adanya candi induk yang didampingi beberapa stupa.

Seperti candi-candi yang lain, pola Candi Sojiwan juga terdiri dari kaki, tubuh dan atap candi. Pada kaki candi terdapat relief yang melingkar ke seluruh bagian. Maka Candi Sojiwan bercorak Budhis.

Candi ini mempunyai pintu masuk yang menyatu dengan kaki candi. Hanya saja pintu masuk terjeda dengan tubuh candi induk.

Pada tubuh candi terdapat rongga/relung, sedangkan atap candi terdiri tiga tahap yang masing-masing tahap terdapat stupa-stupa yang melingkari atap candi. Pada puncak candi terdapat stupa besar. Sehingga Candi Sojiwan selain nampak indah juga kelihatan megah.

Pintu masuk Candi Sojiwan yang terpisah dengan tubuh candi induk, namun disatukan dengan kaki candi.Dokpri
Pintu masuk Candi Sojiwan yang terpisah dengan tubuh candi induk, namun disatukan dengan kaki candi.Dokpri

Candi Sojiwan merupakan salah satu candi yang ada di gugusan percandian Prambanan. Candi Sojiwan terletak di Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten.

Beberapa candi yang jaraknya relatif dekat dengan Candi Sojiwan antara lain: Candi Banyunibo (Budha), Candi Ijo (Hindu), Candi Barong (Hindu), Candi Prambanan (Hindu), Candi Sewu (bUdha), Candi Plaosan (Budha).

Adapun situs yang paling dekat jaraknya adalah Candi Banyunibo dan situs Keraton Ratu Boko.

Sejarah Candi Sojiwan

Ada dugaan candi Sojiwan merupakan pendarmaan Rakyan Sanjiwana, walaupun argumen ini masih memerlukan kajian lebih mendalam. Hal ini didasarkan pada isi prasasti Rukam 829 M yang ditemukan di Desa Petarongan, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.

Isinya adalah penetapan desa Rukam yang telah hancur akibat letusan gunung menjadi desa perdikan oleh Rakyan Sanjiwana.

Selain itu juga dijelaskan bahwa pendapatan pajak desa diberikan kepada bangunan suci di Limwung (Bambang Sudagdo,1990 dalam Riris Purbasari, dkk:4). Nama Sojiwan berdasar pada analisis tersebut.

Ada versi lain, nama Candi Sojiwan berasal dari kata Reksojiwo yang berarti mempertahankan jiwa. Nama ini dikemukakan oleh Van Blom (1935) dengan mengutip pendapat Brandes.

Ada juga yang menjelaskan bahwa nama Sojiwan adalah nama kakek buyut bekel (semacam kepala desa) yang pertama kali menempati desa Sojiwan sekarang (Riris Purbasari,dkk:4).

Candi Sojiwan diambil dari arah utara. Nampak salah satu Stupa yang masih utuh.Dokpri.
Candi Sojiwan diambil dari arah utara. Nampak salah satu Stupa yang masih utuh.Dokpri.

Candi Sojiwan adalah salah satu candi kerajaan (Riris Purbasari:4). Merupakan candi kompleks yang candi induknya dikelilingi stupa-stupa.

Menurut hasil penelitian, kompleks Candi Sojiwan sangat luas yaitu terdiri dari gugusan Candi Sojiwan Utara dan Selatan. Namun yang sekarang ada tinggal gugusan utara. Sementara itu, gugusan selatan berupa pemukiman padat penduduk.

Kapan dibangun? dan siapa raja yang memerintahkan Candi Sojiwan dibangun? Kedua pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab secara pasti.

Sebab, walaupun Candi Sojiwan merupakan candi kompleks yang dikategorikan besar, dan merupakan salah satu candi kerajaan; namun tidak (belum) ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan keberadaan candi tersebut. Di kompleks candi hanya ditemukan prasasti pendek yang hanya bertuliskan "sri maharaja".

Menurut pendapat Marijke J. Klokke (2006) yang didasarkan pada analisis stilistika (ilmu pemanfaatan Bahasa dalam karya sastra) dan pahatan motif hias candi-candi di Jawa Tengah, Candi Sojiwan dibangun sesudah tahun 830 M.

Selanjutnya De Casparis (1950) berpendapat bahwa Candi Sojiwan dibangun pada tahun 824 M. Pendapat tersebut didasarkan analisisnya pada tipe aksara yang diidentifikasi sama dengan tipe aksara prasasti Karangtengah yang berangka tahun 824 M (Riris Purbasari,dkk:5).

Fakhruddin Mustofa,dkk (2015:67) Candi Sojiwan dibangun tahun 842 M-850 M. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Candi Sojiwan dibangun sebagai penghormatan raja Balitung kepada kepada sang nenek yang bernama Nini Haji Rakyan Sanjiwana. Pendapat ini didasarkan pada isi prasasti Rukam yang juga menyebut bahwa Rakyan Sanjiwana adalah nenek raja Balitung.

Berdasar pendapat di atas, dapat diketahui bahwa kapan dan pendiri Candi Sojiwan masih belum ada kepastian. Hal ini disebabkan tidak (belum) ditemukannya bukti tertulis yang menjelaskan tentang kapan dan siapa pendiri Candi Sojiwan.

Namun berdasar analisis pada pahatan dan motif hias diperkirakan dibangun 830 M. Sedangkan pada analisis berdasar tipe aksara diperkiraan tahun 824 M yang aksaranya mirip dengan prasasti pendek di Candi Plaosan.

Pendapat Marijke dan Casparis, hemat penulis yang lebih bisa dijadikan pedoman. Sebab pendapatnya didasarkan pada fakta dan data empiris yaitu membandingkan secara stilistika dengan candi-candi yang lain dan tipe aksara. Sehingga penulis sependapat bahwa Candi Sojiwan dibangun tahun 824 M-830 M.

Pendapat Fakhruddin, dkk yang menjelaskan Candi Sojiwan dibangun tahun 842 M-850 M, menurut penulis; sulit dikorelasikan dengan fakta dan data yang terkait.

Pendapat Marijke dan Casparis apabila didasarkan pada angka tahun prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan dapat diarahkan pada siapa yang memerintahkan pendirian Candi Sojiwan.

Prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan berangka tahun 824 M. Analisis para ahli (walaupun masih memerlukan kajian lebih lanjut) menjelaskan bahwa prasasti Karangtengah dijadikan dasar pembangunan candi Pawon, Mendut dan Ngawen, sedangkan prasasti Tri Tepusan berkaitan dengan Candi Borobudur. Periode tahun 824 M adalah masa pemerintahan Samaratungga dari dinasti Saylindra.

Maka, bisa jadi yang mendirikan Candi Sojiwan adalah Samaratungga. Sebab baik candi Pawon, Mendut, Ngawen dan Borobudur yang berada di Magelang, semua bercorak Budha.

Mengingat pembangunan candi membutuhkan waktu yang lama, maka tidak mustahil penyelesaian pembangunan dilanjutkan oleh raja-raja berikutnya. 

Sangat mungkin penyelesaian pembangunan, dilanjutkan oleh penerusnya yaitu Pramodyawardani (anak Samarotungga) yang menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu.

Periode pemerintahan Pikatan tahun 847 M-855 M. (Kusen,1994). Masa-masa tersebut dimungkinkan Candi Sojiwan diselesaikan. Sehingga mengaitkan Rakyan Sanjiwana (isi Prasasti Rukam 907 M) dengan Candi Sojiwan, agaknya kurang tepat sasaran. Sebab dari agama yang dianut Balitung dan periodisasi terpaut jauh.

 Nilai-nilai Kehidupan Adiluhung yang Diajarkan

Salah satu keunikan Candi Sojiwan adalah adanya nilai-nilai kehidupan yang dipahatkan di relief candi, tepatnya di kaki candi. Relief-relief tersebut berkaitan dengan cerita Pancatantra atau Jataka.

Ciri khusus cerita ini yaitu simbolisasi nilai-nilai moral yang ditampilkan melalui pahatan cerita binatang (fabel) pada relief.

Cerita tersebut berasal dari India, namun sudah disesuaikan dengan kondisi budaya lokal Nusantara. Ada beberapa nilai-nilai kehidupan adiluhung yang diajarkan melalui relief Candi Sojiwan.

1) Kesetiakawanan dan saling menolong

Nilai kehidupan tentang kesetiakawanan digambarkan dengan relief seorang prajurit dengan seorang saudagar.

Prajurit siap membela saudagar apabila ada yang mengganggu dengan pedang dan tamengnya, saudagar juga siap membantu dengan hartanya apabila prajurit membutuhkan.

Persahabatan dua orang yang berbeda profesi. Maka saling menolong antara keduanya yang mendorong solidaritas keduanya makin kokoh.

Relief Prajurit dan Pedagang yang menggambarkan Kesetiakawanan dan saling menolong.Dokpri
Relief Prajurit dan Pedagang yang menggambarkan Kesetiakawanan dan saling menolong.Dokpri

2) Kepandaian dapat mengatasi semua masalah

Dikisahkan Kura-kura selalu menjadi mangsa burung Garuda, sehingga jumlah kura-kura dari hari ke hari terus berkurang.

Maka Kura-kura berusaha mengajak burung Garuda untuk lomba berjalan, dengan catatan kalau burung Garuda yang menang, boleh memakan Kura-kura dengan keturunannya. Sebaliknya kalau Garuda kalah, sejak saat itu tidak boleh memakan Kura-kura.

Dalam perlombaan tersebut Kura-kura memenangkan pertandingan. Adapun cara yang diterapkan Kura-kura adalah menanam semua Kura-kura di sepanjang pantai. Setiap burung Garuda memanggil, Kura-kura yang di depanya yang menjawabnya.

Kisah ini mengisyaratkan bahwa kepandaian itu jauh lebih penting dibanding kekuatan.

Relief Perlombaan antara seekor Garuda dengan Kura-kura.Sumber: https://readingborobudur.org
Relief Perlombaan antara seekor Garuda dengan Kura-kura.Sumber: https://readingborobudur.org

3) Kesiapsiagaan Diri

Dikisahkan ada seorang laki-laki bernama Bhimaparakrama bermimpi diserang oleh seekor Singa. Dalam mimpinya ia sudah siap untuk melawan Singa dengan pedang dan perisai.

Mengetahui hal tersebut Singa lari dan terus dikejar. Kisah mengisyaratkan bahwa kesiapsiagaan diri menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi itu penting dilakukan.

Relief lelaki dengan seekor Singa. Simbolisasi kesiapan diri menghadapi marabahaya.Dokpri
Relief lelaki dengan seekor Singa. Simbolisasi kesiapan diri menghadapi marabahaya.Dokpri

4) Pentingnya mentaati tata tertib

Dikisahkan ada dua Kura-kura yang menempati telaga yang bernama Kumudawati. Mereka bersahabat dengan dua angsa yang bernama Cakrangga dan Cakranggi.

Ketika air telaga kering, angsa berpamitan kepada kura-kura untuk berpindah tempat. Kura-kura meminta agar ia diperbolehkan ikut pindah. Angsa memberi syarat agar selama perjalanan, kura-kura harus menggigit kayu yang dibawa angsa terbang.

Akhirnya kedua angsa terbang membawa kura-kura. Banyak masyarakat yang melihat tentang kejadian itu dan berdebat satu dengan lainnya.

Perdebetan itu membuat Kura-kura tersinggung. Tanpa sadar Kura-kura melepaskan gigitannya untuk menjelaskan perdebatan itu. Akhirnya kura-kura jatuh di bumi dan meninggal dunia.

Kisah ini mengisyaratkan bahwa dalam kehidupan bersama aturan dan kesepakatan itu perlu ditaati. Sebab ketika tidak ditaati akan membahayakan pada dirinya sendiri.

Relief Angsa yang menerbangkan kura-kura. Simbolisasi arti ketaatan pada aturan.Dokpri
Relief Angsa yang menerbangkan kura-kura. Simbolisasi arti ketaatan pada aturan.Dokpri

5) Tidak terlena pujian

Dikisahkan ada wanita muda yang cantik istri petani tua yang kaya raya. Suatu hari ia bertemu penyamu ketika berjalan-jalan. Sang penyamun mengumbar kata-kata rayuan kepada wanita cantik tersebut, agar wanita itu mau memberikan kekayaan suaminya.

Akhir cerita, si wanita cantik tersebut tidak tahan dengan pujian sang penyamun. Kemudian ia menyerahkan harta suaminya. Sampai akhirnya semua yang kenakan diambil oleh sang penyamun.

Kisah ini memberikan pelajaran agar manusia tidak mudah terlena karena pujian. Sebab pujian itu akan berujung pada penyesalan.

Relief seekor Serigala dengan seorang wanita.Simbolisasi agar manusia tidak terlena dengan pujian.Dokpri
Relief seekor Serigala dengan seorang wanita.Simbolisasi agar manusia tidak terlena dengan pujian.Dokpri

6) Kecerdikan

Dikisahkan ada seekor Kera naik di punggung Buaya betina. Ceritanya, sang Buaya ingin memakan hati sang Kera. Maka Buaya betina bilang sama sang kekasihnya yaitu Buaya Jantan, agar mengatur cara agar bisa makan hati sang Kera. Buaya jantan akhirnya mengatur strategi untuk mendekati Kera. 

Dikatakan pada sang Kera, bahwa di seberang sungai ada banyak pohon-pohon yang sedang berbuah. Demi cintanya pada sang istri, dia bilang pada Kera, siap menyeberangkan jika Kera menginginkan buah-buah tersebut. 

Di tengah sungai, sang buaya berterus terang bahwa istrinya menginginkan hati sang Kera untuk dimakan. Sambil merenung sejenak, sang Kera berkata bahwa ia senang sekali kalau hatinya mau dimakan.

Namun sang Kera minta agar dikembalikan ke tepi sungai lagi, soalnya hatinya berada di atas pohon. Setelah Buaya sampai di tepi sungai, sang Kera segera menjauh dengan melompat dan naik ke atas pohon. Selamatlah Kera dari ancaman Buaya.

Kisah ini mengajarkan bahwa manusia harus banyak akal (cerdik). Sebab kecerdikan bisa membuat orang keluar dari mara bahaya.

Relief seekor Kera menaiki Buaya menyimbolkan kecerdikan kera bisa selamat dari ancaman buaya.Dokpri
Relief seekor Kera menaiki Buaya menyimbolkan kecerdikan kera bisa selamat dari ancaman buaya.Dokpri

7) Tidak sewenang-wenang karena kekuasaan

Dikisahkan ada seekor Gajah jantan yang sedang birahi. Ia berteduh di bawah pohon Tamala akibat panasnya terik matahari. Tiba-tiba Gajah jantan itu marah-marah, kemudian mematahkan pohon Tamala tersebut. Dahan dan ranting berjatuhan, padahal di ranting ada sarang burung Beo yang sedang bertelur. Akibatnya banyak telur Beo pecah semua.

Karena kesal, burung Beo "memviralkan" berita tersebut kepada semua burung. Akibatnya banyak burung, katak, dan hewan lainnya yang pro burung Beo, mengeroyok Gajah. Sang Gajah akhirnya menemui ajalnya. Kisah ini mengajarkan bahwa kekuasaan tidak boleh digunakan untuk melakukan kesewenang-wenangan.

Relief Gajah dan pohon, simbol agar penguasa tidak sewenang-wenang.Dokpri
Relief Gajah dan pohon, simbol agar penguasa tidak sewenang-wenang.Dokpri

8) Tidak mudah terhasut

Dikisahkan, Banteng dan Singa pada mulanya bersahabat. Keduanya saling membantu. Melihat kebersamaan Banteng dan Singa, seekor Serigala bernama Dimmah berusaha memisahkan persaudaraan mereka dengan menebarkan fitnah. Akibat fitnah tersebut saling mencurigai dan akhirnya berkelahi.

Cerita ini mengisyaratkan bahwa kebaikan apapun bentuknya (khususnya persaudaraan), pasti ada yang tidak senang. Maka sikap tidak mudah terhasut yang akan bisa melanggengkan persaudaraan

Perkelahian seekor Banteng dan Singa akibat hasutan Serigala bernama Dimmah. Dokpri
Perkelahian seekor Banteng dan Singa akibat hasutan Serigala bernama Dimmah. Dokpri

9) Pentingnya Akal Budi

Dikisahkan ada seekor kambing yang terpisah dengan kelompoknya di tengah hutan. Kambing tersebut bertemu dengan seekor Gajah.

Kambing dengan ketulusanya minta tolong Gajah agar bisa bertemu dengan kelompoknya. Gajah mengantarkan kambing dengan cara menggendongnya.

Kisah ini mengisyaratkan bahwa akal dan budi yang luhur seseorang akan bisa mengantarkan seseorang mencapai tujuan yang diinginkan.

Relief seekor Kambing dan Gajah.Sumber: http://www.anishidayah.com
Relief seekor Kambing dan Gajah.Sumber: http://www.anishidayah.com

10) Bahaya Ambisi berlebihan

Dikisahkan di negeri Kalyanakataka tinggal seorang pemburu yang bernama Bhairawa. Saat melakukan perburuan ia memperoleh seekor Kijang. Dipikullah hasil buruan tersebut.

Dalam perjalanan pulang, pemburu bertemu dengan Babi hutan. Segera ia menurunkan hasil buruannya, selanjutnya mengambil anak panah untuk diarahkan pada Babi hutan.

Namun anak panahnya belum berhasil membuat Babi hutan meninggal, kemudian pemburu itu berkelahi dengan Babi hutan. Alhasil, keduanya meninggal.

Di saat demikian datanglah Serigala yang sedang kelaparan. Serigala sangat senang, ia berambisi untuk memakan semuanya (daging kijang, babi hutan, dan pemburu sekalian).

Serigala bukan memakan dagingnya terlebih dahulu, namun usus-usus yang digunakan pemburu sebagai busur panah. Tanpa disadari, Serigala terkena anak panah sehingga meninggal. 

Kisah ini mengisyaratkan bahwa ambisi yang berlebihan akan membahayakan diri sendiri.

Rilief pemburu dan seekor Serigala.Dokpri
Rilief pemburu dan seekor Serigala.Dokpri

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu bersama orang lain. Realita ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial, walaupun pada setiap orang adalah makhluk individual. Agar terwujud tertib sosial, diperlukan norma (aturan yang tertulis atau tidak) untuk ditaati.

Untuk bisa memenuhi kebutuhan aneka kebutuhan, manusia perlu hidup saling menolong. Agar relasi sosial tidak retak dan terganggu, tidak dibenarkan sewenang-wenang dengan kekuasaan yang dimiliki dan tidak mudah terhasut.

Dalam kehidupan sebagai individu untuk mencapai tujuan perlu mengembangkan akal budi, jangan membangun ambisi yang berlebihan dan berjuang agar tidak terpedaya dengan pujian orang lain.

Selanjutnya harus disadari bahwa setiap individu mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka perlu dikembangkan sikap tolong menolong dan saling memahami adanya perbedaan masing-masing (toleransi). 

Mungkin itulah sederet nilai-nilai kehidupan adiluhung yang dituturkan melalui relief-relief di Candi Sojiwan. Ternyata kita bisa belajar kebijaksanaan dari Candi Sojiwan. Mohon maaf jika ada kekurangan.

Referensi:

  • Edi Sedyawati, dkk. 2013. Candi Indonesia Seri Jawa. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
  • Fakhruddin Mustofa, dkk. 2015. Atlas Budaya Indonesia Edisi Candi: Meneropong Candi dari Aspek Geospasial.Badan Informasi Geospasial.Bogor.
  • Kusen.Raja-raja Mataram Kuna dari Sanjaya sampai Balitung: Sebuah Rekonstruksi Prasasti Wanua Tengah III. Majalah Berkala Arkeologi.Vol 14 Nomor:2 Tahun 1994.
  • Riris Purbasari, dkk (tt). Kebijaksanaan dari Sojiwan.Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah.
  • https://readingborobudur.org
  • http://www.anishidayah.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun