Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggali 5 Pilar Kehidupan Dibalik Reruntuhan Situs Plandi (869 M)

31 Agustus 2024   08:31 Diperbarui: 31 Agustus 2024   08:31 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Magelang banyak menyimpan misteri kehidupan peradaban Hindu-Budha peninggalan Mataram Kuno. Misteri itu sebagian besar masih terpendam dalam tanah, walaupun jejak keberadaanya sudah diidentifikasi. Salah satunya adalah situs Plandi. Walaupun kondisinya Sebagian besar masih terpendam, tidak mustahil bahwa kehadiran situs Plandi juga pernah menghadirkan bukti jejak kehidupan masyarakat masa lalu. Jejak kehidupan yang ada dibalik reruntuhan situs Plandi tentu berkisar pada tiga hal yaitu sosioal, ekonomi, budaya dan agama.   

Situs Plandi adalah situs peninggalan Hindu. Kondisi sekarang yang dapat dilihat adalah bangunan Yoni yang bercerat yang nampak separoh bagian atas. Postur Yoni selebihnya masih terpendam di dalam tanah. Selain Yoni ditemukan juga prasasti.

Ditemukanya prasasti Plandi, menunjukkan bukti pengaruh dinasti Sanjaya abad IX M masih kuat di wilayah Magelang. Berdasar prasasti Plandi akhirnya juga diketahui siapa raja dinasti Sanjaya yang berkuasa pada masa tersebut. Secara khusus bagi masyarakat Magelang, situs Plandi menunjukkan peran strategis Magelang sebagai "kota candi". Sebab ada dugaan, dibalik temuan Yoni tersebut juga terdapat bangunan candi di sekitarnya. Kebenaranya tentunya menunggu pembuktian pada saat situs ini dieskavasi. Dugaan tersebut diperkuat cerita masyarakat lokal yang menyebut situs Plandi dengan sebutan "candi wurung" (bangunan candi yang tidak jadi). Bisa saja saat raja Kayuwangi berkuasa, candi tersebut sudah berdiri. Namun dalam perkembanganya terpendam akibat peristiwa alam yang terjadi.

Gambar diolah. Dokpri
Gambar diolah. Dokpri

Isi pokok prasasti Plandi adalah penetapan desa Plandi sebagai sima oleh rakai Sirat atau Sirak dan pendeta kuil pada tanggal 30 November 869 M. Menurut para ahli, berdasar bentuk tulisan prasasti diduga kuat ditulis pada masa raja Kayuwangi. Apabila didasarkan pada angka tahun yang tertera di dalam prasasti, maka periode 869 M adalah masa pemerintahan raja Kayuwangi yang juga diduga berperan dalam pembangunan candi Pendem, Asu dan Lumbung di Desa Sengi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

Situs ini bercorak hindu ini hanya berjarak sekitar 6 km dari candi Borobudur yang menjadi peninggalan dinasti syailindra yang beragama Budha, yang sampai sekarang menjadi bukti kebesaran dinasti Syailindra yang beragama Budha.  

Ada apa Dibalik Reruntuhan Situs Plandi?

Situs Plandi berada di Dusun Plandi, Desa Pasuruhan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Pada situs ini kita hanya dapat melihat satu Yoni besar. Seperti diuraikan di atas, Yoni tersebut dalam kondisi sekarang hanya nampak separoh badan, selebihnya masih terpendam.  Pada Yoni (di bagian depan) terdapat cerat di bawah berupa pahatan burung garuda berada diatas punggung kura-kura dan tiga kepala naga pada bagian paling bawah.

Gambar Yoni di situs Plandi.Dokpri
Gambar Yoni di situs Plandi.Dokpri

Berdasar narasi dari kantor Balai Konservasi Borobudur keberadaan situs Plandi sudah dilaporkan oleh Dinas Kepurbakalaan Hindia Belanda (ROD) tahun 1914. Isi pokoknya adalah ditemukan Yoni besar di situs Plandi. Berdasar informasi tersebut dapat diketahui bahwa keberadaan situs Plandi sudah menjadi perhatian pemerintah Kolonial Belanda pada awal abad XX M. Bahkan tahun 1979 JICA melakukan survey yang hasilnya mencatat sebuah Yoni dan fragmen bata. Yoni mempunyai cerat menghadap ke utara dan berukuran 120 x 111 cm, dengan tinggi yang tidak diketahui karena sebagian masih terpendam tanah. Hiasan bawah cerat berupa pahatan garuda berada diatas punggung kura-kura dan tiga kepala naga pada bagian paling bawah. 

Keberadaan Yoni sebesar itu biasanya selain menunjukkan bahwa situs tersebut peninggalan Hindu, juga mengisyaratkan bahwa di lokasi tersebut  terdapat bangunan candi. Maka relevan dengan hasil survey JICA 1979, dan cerita rakyat yang menyebut adanya candi wurung di situs Plandi. Hasil eskavasi Balai Konservasi Borobudur tahun 2019 lebih mempertegas bahwa pada situs Plandi terdapat pondasi struktur bata kuna pada kotak ekskavasi ada yang berupa lantai candi pada sisi timur Yoni.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa situs Plandi merupakan salah satu situs terdapat bangunan candi bercorak Hindu dengan bahan batu bata (salah satunya). Apabila dikaitkan dengan isi Prasasti Plandi, maka candi tersebut dibangun pada masa raja Kayuwangi dari dinasti Sanjaya.

Lalu, Kita Memperoleh Informasi apa Dibalik reruntuhan Situs Plandi?

Dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada situs Plandi terdapat bangunan candi yang bercorak Hindu. Berdasar kesimpulan itu, kiranya dapat diungkap beberapa informasi berikut:

1) Status candi dan fungsinya

Keberadaan situs Plandi berada di tengah lahan pertanian warga yang dekat dengan perkampungan warga. Maka dapat diketahui bahwa status candi merupakan candi milik warga desa. Sehingga ukurannya tentu tidak sebesar candi yang dibangun di tingkat wilayah watak apalagi candi kerajaan. Selanjutnya candi tersebut berfungsi sebagai tempat pemujaan (tempat berdoa). Salah satu tujuannya tentu lebih berorientasi pada keberhasilan kegiatan pertaniannya dan keselamatan warganya.

2) Raja yang berkuasa

Untuk megetahui raja yang berkuasa pada situs Plandi, dapat diketahui dari isi prasasti Plandi. Seperti diuraikan di atas bahwa prasasti tersebut menyebut angka tahun 869 M. Periode tersebut berdasar prasasti lain (Wanua Tengah III maupun Mantyasih) adalah masa kekuasaan raja Kayuwangi.

3) Usia Dusun Plandi

Pembangunan candi di suatu tempat tentu menimbang keberadaan masyarakat. Maka ketika candi dibangun di suatu wilayah, sudah dapat dipastikan di situ terdapat masyarakat yang kelak akan memanfaatkan candi. Demikian juga tentang pembangunan situs Plandi. Pertimbangan penting salah satunya adalah adanya masyarakat yang telah ada, hidup dan berkembang di situ.

Berdasar angka tahun pada prasasti Plandi yaitu 869 M, maka dapat dipastikan bahwa dusun Plandi sudah ada sebelum periode tersebut (setidaknya periode tersebut sudah menjadi suatu komunitas masyarakat). Bisa saja dusun Plandi dan sekitarnya merupakan masyarakat memiliki tingkat kepadatan penduduk banyak. Angka tahun prasasti Plandi sama dengan prasasti Kurambitan I dan II yang ditemukan di desa Pangonan dan Rambeanak Mungkid.  

Maka dapat disimpulkan bahwa usia dusun Plandi setidaknya berumur 1155 tahun, kurang lebih seusia dengan desa Pangonan dan Rambeanak Mungkid. Angka tersebut dihitung saat sekarang  dikurangi angka yang tertera di dalam prasasti Plandi. Sehingga dusun Plandi lebih tua dibanding keluarahan Meteseh (kota Magelang) tempat ditemukannya prasasti Mantyasih.

4) Kehidupan social

Kehidupan social masyarakat dusun Plandi dapat dipastikan sudah berada dalam satu wilayah kesatuan yang bernama desa (wanua). Dalam kondisi demikian sudah mempunyai nilai dan norma yang sudah disepakati. Semua itu bertujuan untuk mewujudkan tertib social di masyarakatnya.

Interaksi social yang bersifat asosiatif maupun disosiatif baik secara internal maupun eksternal kiranya sudah dilakukan. Mengingat dusun Plandi berada tidak jauh dari komplek percandian Budha yang menjadi pusat peradaban dinasti Syalindra yang juga berkuasa di Jawa Tengah (Magelang khususnya).

Berdasar pertimbangan kondisi social kemasyarakatan tersebut, maka sangat wajar situs Plandi dibangun di wilayah ini. Tentu wilayah yang sekarang bernama Plandi, pada saat itu belum tentu bernama Plandi. Isi prasasti Plandi juga tidak menyebut nama Plandi dalam penetapan sima di wilayah Plandi (sekarang).

5) Kehidupan Ekonomi

Di sisi lain, mereka melakukan aktivitas ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Mengingat kondisi yang ada sekarang, sepertinya basis kegiatan ekonominya adalah pertanian. Perdagangan bisa saja sudah dilakukan dalam skala yang tidak terlalu besar. Sebab periode tersebut sudah ada data tentang keberadaan pasar sebagai tempat bertemunya masyarakat lintas wanua guna melengkapi pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Berdasar pada isi prasasti Plandi, dapat diperkirakan bahwa di wilayah dusun Plandi dan sekitar, mempunyai basis ekonomi yang relatif baik (Makmur). Sekali lagi, pendirian candi membutuhkan penyangga ekonomi yang kuat, baik saat proses pembuatan maupun pemeliharaan. Sehingga kehadiran candi, selain berfungsi secara spiritual juga tersangga oleh kekuatan ekonomi masyarakat baik pra membangun, saat membangun maupun pasca pembangunan.

6) Kehidupan Budaya

Situs Plandi juga menginformasikan tentang perkembangan budaya di masyarakat. Pada situs Plandi bahan bangunan candi diduga sudah menggunakan "batu bata", sebagai tambahan dari komponen candi yang masih terbuat dari batu andesit.  Berdasar data yang ada di lapangan, yang terlihat adalah Yoni yang terbuat dari batu andesit. Namun berdasar hasil penggalian, ditemukan komponen candi yang terbuat dari batu bata.

Ditemukanya batu bata juga mengindikasikan perkembangan pengetahuan warga masyarakat dalam memilih jenis tanah, mencetak sampai mengolah  melalui dibakar, sebelum akhirnya dijadikan tambahan bangunan candi. Hal tersebut memberikan gambaran riil terjadi perkembangan budaya di masyarakat dalam pembangunan candi. Budaya batu bata inilah yang kelak dimodifikasi oleh para penguasa Singasari dan Majapahit (khususnya). Sebab di Jawa Timur, beberapa candi menggunakan bahan batu bata. Misalnya candi Bajang Ratu, candi Tikus, dll.

7) Kehidupan Agama

Berdasar prasasti serta peninggalan yang ada, dapat diketahui bahwa situs Plandi menunjukkan tempat peninggalan agama Hindu, secara khusus aliran Siwa. Sebab ditemukanya Yoni menjadi bukti bahwa agama Hindu yang diyakini masyarakat Plandi adalah Hindu aliran Siwa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa periode sekitar 869 M di wilayah Plandi sekitarnya telah tumbuh dan berkembang agama Hindu. Oleh sebab itu para pemuka agama Hindu (pamgat), berdasar izin sang raja perlu membangun candi agar dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan spiritual warga masyarakat di Plandi sekitar.

8) Kehidupan Politik

Kajian politik dalam hal ini adalah pada pemegang kekuasaan setidaknya pada tahun 869 M yaitu angka yang tertuang pada prasasti Plandi. Seperti diuraikan di atas, masa itu masa pemerintahan raja Kayuwangi (pengganti Pikatan). Dengan demikian situs Plandi dibuat pada masa pemerintahan raja Kayuwangi dari dinasti Sanjaya yang beragama Hindu.

Pertanyaanya, tetua wanua (rama); secara birokrasi ikut siapa? Menjadi bagian raja Kayuwangi, atau menjadi bagian pemerintahan para penguasa Syailidra? Dalam hal ini kita memerlukan fakta dan data yang memungkinkan untuk dijadikan landasan mengemukakan argumentasi. Namun, berdasar prasasti Plandi, Rake Sirat/Sirak adalah bagian birokrasinya Kayuwangi. Selain agamanya Hindu, status dia sebagai rake. Mengapa demikian? Sebab, sepertinya jabatan demikian hanya ditemukan pada struktur birokrasi dinasti Sanjaya. Sebab nama-nama jabatan banyak disebut dalam prasasti yang berlatar belakang agama Hindu.

Pertanyaan demikian kiranya perlu diungkapkan. Sebab situs Plandi berada tidak jauh dari candi Borobudur. Hanya berjarak sekitar 6 km. Selain Borobudur, masih ada candi Pawon, Mendut dan Ngawen. Keberadaan beberapa bangunan suci tersebut (khususnya Borobudur) yang berocorak Budhis, mengindikasikan pada dinasti Syailidra yang beragama Budha juga sedang menjalankan pemerintahan. Walaupun, berdasar angka tahun prasasti Plandi (869 M) masa kekuasaan raja-raja Syailindra sudah tidak diketahui secara pasti. Pada tahun 869 M, Syailindra masih eksis atau tidak, perlu ada kajian yag lebih mendalam.

Berdasar delapan informasi yang dapat diigali dari situs Plandi di atas, setidaknya dapat ditarik kesimpulan adanya lima pilar kehidupan masyarakat. Pilar pertama adalah khidupan social, disusul kehidupan ekonomi. Kedua pilar ini merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia yaitu hidup bersama orang lain serta usaha memenuhi kebutuhan hodup. Pilar ketiga adalah agama. Pilar ini merupakan pengakuan manusia ada kekuatan yang ada di luar dirinya. Maka setiap manusia berusaha memenuhi kebutuhan spiritual.

Selanjutnya pilar keempat adalah budaya. Melalui budaya  ini manusia membuktikan dirinya mampu menjawab tantangan alam maupun social. Sebab setiap masyarakat selalu berada dalam hukum kehidupan "challenge and response". Maka semakin banyak tantangan, semakin banyak pula jawaban yang diberikan. Semakin banyak jawaban sebagai respon atas tantangan yang dihadapi, semakin banyak budaya yang dilahirkan. Pilar terakhir adalah politik yaitu pilar yang berkaitan dengan langkah untuk menata kehidupan agar lebih kuat dan bersniergi agar mampu mempertahankan diri. Maka muncul tata pemerintahan dari tingkat bawah sampai tingkat atas sebagai penguasa yang mengatur tata kehidupan masyarakat agar dapat hidup secara harmoni, tertib, aman,  sejahtera dan makmur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun