Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Frekuensi Puasa Ramadan dan Kesadaran Menjalankan Puasa Bulan Syawal

17 April 2024   07:40 Diperbarui: 17 April 2024   07:45 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian ada jalur spiritual yang bersifat korelasional keberhasilan puasa ramadan dengan puasa syawal yang dijalani. Ada seloroh yang kadang-kadang kita dengar, masak puasa ramadan saja kuat, puasa syawal kok tidak kuat.

Puasa Syawal dan Testimoni Pengasahan Kecerdasan Spiritual

Masih ingat kisah nabi Ibrahim yang menjalankan perintah Allah SWT menyembelih putranya yang bernama Ismail? Mengapa nabi Ibrahim mau menjalankan perintah yang secara ukuran "logika" manusia pada umumnya bertentangan?

Jawaban kedua pertanyaan tersebut adalah pada kualitas kecerdasan spiritual nabi Ibrahim yang telah berada pada tataran jauh lebih tinggi dibandingkan manusia pada umumnya. Sehingga beliau mau menjalan perintah walaupun dalam tataran logika manusia sangat bertentangan. Bagi beliau menjalankan perintah Allah SWT adalah ibadah.

Ilustrasi kisah nabi Ibrahim tersebut bisa kita jadikan sebagai landasan yang mendorong kita umat Islam dalam menapaki perintah Allah SWT menjalankan perintah ibadah. Sebab menjalankan perintah Allah SWT (tanpa melihat wajib atau sunah) adalah upaya nyata mengasah kecerdasan spiritual setiap hamba. Maka makin sering menjalankan perintah ibadah, peluang untuk berhasil mencerdaskan spiritualnya makin terbuka.

Selanjutnya, apakah puasa syawal juga merupakan upaya mengasah kecerdasan spiritual? Kiranya tidak berlebihan jika dijawab 'iya'. Sebab puasa ramadan dan puasa syawal (berikut puasa sunah lainnya),  memiliki frekuensi yang sama, yaitu sama-sama menahan diri di siang hari. Sama-sama menjadikan lapar dan dahaga sebagai sarana mengasah kepekaan jiwa. Keduanya juga sama-sama mengasah jiwa orang-orang beriman agar naik derajatnya, baik derajat ilahiyah maupun insaniyah. Maka tidak berlebihan jika dijelaskan bahwa puasa syawal adalah testimoni pengasahan kecerdasan spiritual seseorang.

Pada akhirnya harus disadari, bahwa mengasah hati agar tidak banyak kotoran yang bersemayam, bukanlah persoalan yang mudah. Keinginan membersihkan hati harus dilakukan dengan upaya mengasah jiwa. Proses mengasah jiwa akan berhasil (walaupun banyak tantangan) apabila mau menjadikan semua perintah ibadah adalah kebutuhan jiwa (bukan sekedar kewajiban). Puasa syawal adalah salah satu ibadah yang diperintahkan, maka menjalankan puasa syawal adalah bukti ada upaya mengasah kecerdasan spiritualnya. Cerdasnya spiritual akan mendorong hatinya makin bersinar. Bersinarnya hati akan mendorong keterbukaan jiwa. Terbukanya jiwa seseorang pada akhirnya akan mendorong mudahnya seseorang mendapatkan hidayah kebenaran. Hidayah kebenaran itulah yang menjadi kunci sukses dunia sampai akhirat. Semoga sharing pengetahuan ini bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun