Ramadan telah usai. Perolehan hasil masing-masing orang tentu berbeda. Maka kepergianya memberikan kesan yang mendalam bagi orang yang bisa merasakanya. Namun menjadi kenangan yang biasa bagi kita yang belum bisa memahami sejuta hikmah yang ada didalamnya.
Secara khusus tentang ibadah puasa yang dijalani. Perbedaan kesan orang yang berpuasa tentu menunjukkan buah puasa yang diperolehnya. Oleh sebab itu puasa ramadan merupakan bulan latihan pengendalian diri untuk bulan-bulan berikutnya. Secara khusus pelaksanaan ibadah puasa yang diperintahkan di luar bulan ramadan.
Puasa Ramadan dan Puasa Sayawal
Ada perbedaan secara syariat tentang keduanya. Puasa ramadan itu hukumnya wajib bagi yang mampu. Sedangkan puasa syawal hukumnya sunah. Maka untuk puasa ramadan seorang muslim yang mampu menjalankan puasa, namun tidak mau berpuasa maka sudah dikategorikan berdosa. Sedangkan puasa syawal, seseorang yang menjalankan memperoleh pahala, apabila tidak maka tidak berdosa.
Selanjutnya pada puasa ramadan terdapat rangkaian aktivitas yang lain seperti salat tarawih, membayar zakat fitrah, iktikaf, dll. Sedangkan pada puasa syawal, tidak ada rangkaian yang dijelaskan secara syariat. Jadi cukup berpuasa saja.
Apakah Ada Korelasi Jalur Spiritual Puasa Ramadan dengan Puasa Syawal?Â
Puasa ramadan yang diwajibkan kepada orang beriman, bertujuan agar orang beriman mampu bertransformasi menjadi orang yang bertaqwa. Secara sederhana orang yang puasa ramadannya berhasil pasti ditandai dengan peningkatan kualitas dirinya. Misalnya ibadahnya meningkat, kesadaran berinfaq dan bersedekah meningkat, hubungan dengan sesama menjadi lebih baik, sudah mulai bisa mengendalikan amarah, sudah mulai mau meminta maaf jika berbuat salah, sudah mulai mau memaafkan jika orang lain berbuat salah,dll.
Berdasar paparan tersebut dapat diketahui adanya tanda-tanda keberhasilan orang yang berpuasa ramadan. Sebagai manusia biasa, kita mungkin merasa berat meningkatkan semua hal tersebut dalam satu kurun waktu yang sama. Namun setidaknya ada prioritas atau yang lebih penting. Misalnya meningkatnya kesadaran beribadah. Mengapa demikian? Sebab ibadah itu kebutuhan setiap manusia dalam membangun hubungan dengan sang Khaliq. Jenis-jenis ibadahpun juga beraneka ragam.
Pasca puasa ramadan, seseorang mengalami peningkatan ibadahnya, hal ini menjadi pertanda puasa ramadanya ada hasil yang didapatkan. Â Seiring waktu dapat meningkatkan hal-hal yang lain. Hal tersebut menunjukkan proses spiritualnya sudah berhasil ditingkatkan melalui puasa ramadan (setidaknya pada kebutuhan ibadah).
Oleh sebab itu, apabila setelah puasa ramadan seseorang mau menjalankan puasa syawal selama 6 hari, maka dapat dipastikan ada korelasi jalur spiritual yang dijalani. Dengan kata lain, pelatihan menahan diri pada bulan ramadan ada bekasnya setelah puasa ramadan dilalui. Sehingga puasa bulan syawal bisa dijadikan salah satu bukti keberhasilan puasa ramadan yang dijalani.Â
Dengan demikian ada jalur spiritual yang bersifat korelasional keberhasilan puasa ramadan dengan puasa syawal yang dijalani. Ada seloroh yang kadang-kadang kita dengar, masak puasa ramadan saja kuat, puasa syawal kok tidak kuat.
Puasa Syawal dan Testimoni Pengasahan Kecerdasan Spiritual
Masih ingat kisah nabi Ibrahim yang menjalankan perintah Allah SWT menyembelih putranya yang bernama Ismail? Mengapa nabi Ibrahim mau menjalankan perintah yang secara ukuran "logika" manusia pada umumnya bertentangan?
Jawaban kedua pertanyaan tersebut adalah pada kualitas kecerdasan spiritual nabi Ibrahim yang telah berada pada tataran jauh lebih tinggi dibandingkan manusia pada umumnya. Sehingga beliau mau menjalan perintah walaupun dalam tataran logika manusia sangat bertentangan. Bagi beliau menjalankan perintah Allah SWT adalah ibadah.
Ilustrasi kisah nabi Ibrahim tersebut bisa kita jadikan sebagai landasan yang mendorong kita umat Islam dalam menapaki perintah Allah SWT menjalankan perintah ibadah. Sebab menjalankan perintah Allah SWT (tanpa melihat wajib atau sunah) adalah upaya nyata mengasah kecerdasan spiritual setiap hamba. Maka makin sering menjalankan perintah ibadah, peluang untuk berhasil mencerdaskan spiritualnya makin terbuka.
Selanjutnya, apakah puasa syawal juga merupakan upaya mengasah kecerdasan spiritual? Kiranya tidak berlebihan jika dijawab 'iya'. Sebab puasa ramadan dan puasa syawal (berikut puasa sunah lainnya), Â memiliki frekuensi yang sama, yaitu sama-sama menahan diri di siang hari. Sama-sama menjadikan lapar dan dahaga sebagai sarana mengasah kepekaan jiwa. Keduanya juga sama-sama mengasah jiwa orang-orang beriman agar naik derajatnya, baik derajat ilahiyah maupun insaniyah. Maka tidak berlebihan jika dijelaskan bahwa puasa syawal adalah testimoni pengasahan kecerdasan spiritual seseorang.
Pada akhirnya harus disadari, bahwa mengasah hati agar tidak banyak kotoran yang bersemayam, bukanlah persoalan yang mudah. Keinginan membersihkan hati harus dilakukan dengan upaya mengasah jiwa. Proses mengasah jiwa akan berhasil (walaupun banyak tantangan) apabila mau menjadikan semua perintah ibadah adalah kebutuhan jiwa (bukan sekedar kewajiban). Puasa syawal adalah salah satu ibadah yang diperintahkan, maka menjalankan puasa syawal adalah bukti ada upaya mengasah kecerdasan spiritualnya. Cerdasnya spiritual akan mendorong hatinya makin bersinar. Bersinarnya hati akan mendorong keterbukaan jiwa. Terbukanya jiwa seseorang pada akhirnya akan mendorong mudahnya seseorang mendapatkan hidayah kebenaran. Hidayah kebenaran itulah yang menjadi kunci sukses dunia sampai akhirat. Semoga sharing pengetahuan ini bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H