3. Psikologis
Alasan psikologis yang mendasari pertemuan keluarga bani adalah perasaan bangga terhadap generasi awalnya. Perasaan ini bisa membentuk sikap untuk mempertahankan "marwah keluarga". Dengan kata pertemuan keluarga bani dapat memperkuat solidaritas sosial antar keluarga yang berasal dari satu keturunan yang sama.
Alasan lain yang bersifat psikologis juga dapat dilihat pada identitas yang digunakan (baju, logo, moto hidup,dll) maupun orientasi dalam mempertahankan "trah" tertentu (bangsawan, elit masyarakat, tokoh terpandang, pemegang pemerintahan wilayah,dll). Pendek kata pertemuan kelurga bani merupakan ungkapan kebanggan generasi penerus terhadap peletak dasar keturunan.Â
Konsep demikian merupakan salah satu unsur primordial yang ingin dijadikan sebagai simbol identitas anggota keluarga bani. Makin tinggi status sosial generasi peletak dasar keturunan, makin tinggi pula kebanggaan yang dirasakan.
4. Nilai-nilai Qur'ani
Munculnya budaya silaturahmi dan saling memaafkan pada bulan syawal tidak lepas dari peristiwa besar yang menandai sebelumnya yaitu puasa bulan ramadan yang diakhiri dengan idul fitri. Dengan demikian budaya syawalan mempunyai korelasi erat dengan nilai-nilai qur'ani yang dipedomani oleh umat Islam, walaupun dalam praktiknya budaya syawalan juga diikuti oleh orang-orang yang beragama selain Islam.Â
Oleh sebab itu maraknya silaturahmi keluarga bani tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai qur'ani yang dijadikan pedoman. Dengan kata lain pertemuan keluarga bani yang dilaksanakan pada bulan syawal merupakan implementasi ajaran qur'an tentang arti penting silaturahmi.
Terdapat salah satu ayat Qur'an yang menjadi "doktrin" bagi kita yang beragama Islam bahwa kelak di surga orang-orang yang beriman dan anak cucu yang mengikuti mereka dalam keimanan akan dipertemukan dengan orang-orang yang berasal dari keturunan yang sama (QS:At Tur (51) ayat 21).
Pertemuan keluarga bani hakikinya lebih bermuatan nilai-nilai Islam yang diajarkan oleh al Qur'an. Namun pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai tersebut, terkesan terabaikan. Praktik yang mengedepan lebih mengesankan aspek sosial, budaya dan psikologis yang lebih bersifat menjunjung aspek-aspek primordial dari unsur kekerabatan. Padahal esensi pertemuan keluarga bani adalah iktiar duniawi dengan menggunakan momen bulan syawal untuk menggapai visi ukhrowi yaitu selamatnya semua anggota keluarga dari api neraka. Bulan syawal dijadikan sebagai momen yang tepat, selain masih berkaitan dengan nuansa ramadan dan idul fitri juga mempunyai makna tersendiri sebagai bulan peningkatan kualitas diri. Brangkali alasan filosofis inilah yang menjadi dasar maraknya pertemuan keluarga bani.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H