Bulan ramadan tahun ini adalah keberkahan bagiku. Mengapa? Ya, mulai tanggal 1 April 2023 aku harus mengakhiri tugas dinas sebagai guru di sekolah tercinta SMAN 5 Magelang.Â
Maka tanggal 31 Maret 2023 aku berpamitan kepada teman-teman seprofesi untuk meminta maaf dari kesalahan yang telah aku lakukan sengaja atau tidak. Ketepatan tanggal tersebut adalah hari Jum'at. Ramadan dan hari Jum'at bagi umat Islam termasuk momen istimewa .
Kendati hanya berpisah secara kedinasan, sebagai manusia biasa, suasana haru menjadi warna pada momen pamitan tersebut. Mungkin sekian lama bercengkerama tentang keunikan siswa maupun cerita sana sini tentang dinamika pendidikan, tetiba harus berpisah secara kedinasan.
Tidak ada kata indah yang terucap kecuali ungkapan rasa sukur yang mendalam atas anugerah Allah SWT berupa kesehatan dan sejuta pengalaman dalam mendampingi siswa-siswi hebat calon penerus bangsa. Asyik, menarik dan merasa puas apabila dapat membantu kesulitan siswa baik dalam belajar maupun masalah yang sedang dialami.
Rasa sukur juga, aku bisa menyelesaikan buku memoar yang bisa jadi beberapa hari menjelang purna. Plong rasanya. Sebab penyusunan buku tersebut terkesan mendadak persiapannya.Â
Kendala tentang dokumen dan merangkai memori masa lalu yang sudah berpuluh-puluh tahun menjadi tantangan yang harus dijalani. Alhamdulillah, buku bisa jadi sesuai rencana, beberapa hari sebelum purna.
Hadirnya buku kecil dan sederhana tersebut, semoga bisa menjadi tambahan bacaan teman-teman muda dalam memantik pena literasinya, sebab masih mempunyai masa bakti yang lama. Begitu gembiranya, maka sempat aku tulis di Kompasiana beberapa waktu lalu. (Merajut Asa Melahirkan Karya Memasuki Masa Purna)
Rasa syukur juga di akhir masa tugas, aku bisa mendampingi siswa-siswa menyusun laporan penelitian sederhana tentang peran Lapas Kelas II A Magelang. Laporan tersusun berkat kehebatan beberapa siswa yang bisa menggali data tentang masalah sosial di dalam lapas.
Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada anak-anak, kegiatan tersebut  aku tulis juga di Kompasiana. (Ketika Lapas Menjadi Laboratorium Belajar, Siswa Memperoleh Pelajaran Apa Saja?)
Rasa sukur lagi bahwa aku mendapat suguhan kreativitas siswaku kelas XI IPS 5 yang berhasil melakukan tugas pendalaman materi Konflik Sosial dalam bentuk media pembelajaran Sosiologi yang diberi nama Pop Up Sosiologi dan Sociology Box. Insya Allah, karya mereka akan aku tulis dalam artikel pasca ramadan. Upaya tersebut sebagai apresiasi guru kepada siswanya yang telah melahirkan karya-karya kreatifnya.
Pada hari terakhir kegiatan pembelajaran, aku berpamitan kepada siswa siswi tercinta dan segenap siswa yang menjadi salah satu organisasi kesiswaan di sekolah. Lega rasanya bisa berpamitan dan berfoto bersama anak-anak tercinta.
Catatan penting selama 35 tahun mengabdiÂ
1) Belajar dari padi
Tumbuhan padi dapat kita jadikan sebagai pelajaran dalam menjalani profesi. Makin tua usianya makin berisi. Isinya bisa dimanfaatkan oleh kita setiap hari. Kira-kira guru juga seperti itu.Â
Makin tua usia kita, makin arif dan bijak dalam menjalani hidup di tengah orang lain. Tidak hanya itu, namun juga ilmu dan pengalaman dapat dinikmati oleh orang lain. Semua itu akan terwujud ketika kita mau belajar dan terus belajar.
2) Personal price dalam profesi
Semua kita penyandang profesi, menginginkan adanya personal price (harga diri) dalam menjalani profesi. Hal tersebut penting bagi kita sebab biasa menjadi motivasi bagi kita dalam menjalani profesi. Selain itu juga menjadi benteng tegaknya wibawa lembaga yang kita jadikan sebagai tempat mengabdi.Â
Tidak hanya itu, personal price seorang guru akan menjadi inspirasi bagi siswa-siswa yang kita layani. Menuju kesana, mari berjuang menghadirkan karya nyata (bukan retorika) terbaik kita dalam bentuk apapun sesuai potensi kita masing-masing.Â
3) Fokus pada layanan
35 tahun penulis mengabdi sebagi guru, tentu banyak cerita dari dunia yang digeluti. Dari sekian banyak catatan dalam menemani siswa-siswi, focus dalam memberikan layanan menjadi modal terbaik dalam menjalankan tugas profesi.Â
Langkah tersebut akan membuat guru makin cermat memahami pernak pernik dan keunikan potensi siswa-siswi kita. Makin kita memahami karakteristik siswa kita, makin tambah wawasan dalam memberikan layanan kepada siswa kita.
4) Kita bukan manusia super
Kesadaran yang harus kita bangun adalah kita bukan manusia super, namun kita adalah manusia biasa. Di tengah kelebihan yang dianugerahkan, kita pasti banyak kekurangan. Maka sukses yang kita bangun sebaiknya sukses bersama (tim), bukan menonjolkan diri sebagai orang yang paling sukses.Â
Langkah ini akan membuat orang lain kurang menghargai kita. Sebab pada hakikinya, semua kita membutuhkan sekecil apapun bantuan dan pengakuan dari orang lain. Mari belajar dari "semut'. Mereka kecil, namun karena mampu bekerjasama dapat mengangkat beban berat menuju tujuan yang dicapainya.
Keempatnya adalah catatan pribadi dan pengalaman penulis. Maka, tidak ada jeleknya kita membangun moto dalam hidup "menolak tua". Maksudnya usia boleh tua, namun karya nyata dalam kehidupan kita semestinya harus terus kita alirkan sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Langkah demikian akan terwujud, jika sejak muda sudah mau mencoba berkarya. Â
Tidak ada jeleknya kita bersahabat dengan orang-orang yang bisa menata waktu secara efektif dan efisien. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak ada kata kecewa di masa tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H