sufi. Mereka mengepakkan sayapnya tahap demi tahap menuju piramida puncak kehidupan yang hakiki. Tahap di mana mata hatinya tembus dengan sang Maha Abadi.
Hidup itu dinamis dan terus berkembang menuju makna hidup yang hakiki yaitu dekatnya diri kepada sang Khaliq (Allah SWT). Begitulah sepenggal pemaknaan hidup dalam pandangan kaumSebagai upaya mencapai hidup yang hakiki, sufi mengenalkan empat tahap atau etape kehidupan manusia menuju Khaliq-Nya yaitu tahap syariat, tarikat, hakikat dan ma'rifat.
Tahap syariat ditandai dengan tindakan menjalankan perintah dan menjauhi larangan yang telah digariskan. Tahap ini seseorang menjalankan peribadatan semata-mata menjalankan perintah. Pendek kata bahwa semua aktivitas peribadatan lebih dominan pada niatan menggugurkan kewajiban.
Tahap hakikat yaitu tahap seseorang menemukan makna suatu aturan yang dijalankan. Perintah shalat, puasa, zakat maupun haji dipahami sebagai aturan yang mempunyai makna dibalik semua aturan yang ada. Maka pada tahap ini seseorang dalam melakukan kegiatan sudah bisa mengetahui apa tujuan aktivitas tersebut dilakukan.
Tahap tarikat ditandai dengan upaya atau langkah seseorang mendekatkan diri pada sang Khaliq. Pada tahap ini seseorang sudah berusaha menggunakan langkah tertentu dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maka tarikat sering dikatakan sebagai tahap mendapatkan jalan kebenaran.
Tahap ini ditandai dengan pengulangan yang terus menerus. Melalui proses pengulangan ini seorang sufi mendapatkan jalan kebenaran (pencerahan) jiwa menuju sang Khaliq.
Tahap terakhir adalah tahap ma'rifat yaitu tahap puncak kebenaran yang sudah diperoleh. Tahap ini ditandai dengan terbukanya hijab antara diri seseorang dengan Tuhannya. Dengan kata lain pada tahap ini seseorang sudah bisa merasakan kehadiran sang Khaliq (Allah SWT) dalam seluruh kesadarannya. Mata hatinya tembus dengan sang Maha Abadi. Sebagai tahap puncak kebenaran hakiki, maka seseorang dalam melakukan kegiatan bukan lagi diarahkan  pada tendensi apapun kecuali kepada sang Khaliq (Allah SWT).
Mampukah Guru Menapaki Jalan Sufi?Â
Kepak sayap guru dalam menapaki jalan profesinya membutuhkan waktu yang panjang. Maka seorang guru mendapatkan hikmah dalam menjalani tugas profesinya tentunya tidak bisa secara tiba-tiba. Proses yang dijalaninya juga mengalami tahapan. Proses yang dijalani memerlukan waktu yang lama. Secara perlahan dan bertahap seorang guru akan memperoleh hikmah profesinya. Hikmah tersebut akan diperoleh manakala guru secara 'sadar' berkenan untuk mengasah pikiran dan jiwanya, memahami tugas pokok yang menjadi tanggungjawabnya, menghayati tentang kemuliaan tugas yang dijalankan serta menyadari sepenuh jiwa bahwa tugas utama guru adalah tugas pencerahan akal dan jiwa peserta didiknya.
Proses panjang tersebut tidak ubahnya seperti perjalanan seorang sufi memperoleh pencerahan jiwanya. Proses ibadah yang dilakukan dari tahapan yang bersifat formalitas sampai akhirnya menemukan hikmah dari perintah menjalankan kewajiban.
1. Guru pada tahap Syariat
Apabila seorang sufi menjalankan ibadah karena perintah dan larangan, maka pada tahap ini seorang guru juga demikian. Guru pada tahap ini juga menjalankan tugasnya baru berorientasi pada upaya untuk memenuhi aturan yang telah digariskan. Tahap ini ditandai dengan kegiatan guru menjalankan semua perintah dan larangan yang sudah ditetapkan. Sehingga guru pada tahap ini baru pada tahap menggugurkan kewajiban. Tahap ini bisa disebut tahap formalitas.
2. Guru pada tahap Hakikat
Seorang sufi pada tahap ini sudah mulai mampu mengungkap makna dari aturan yang ditetapkan. Maka guru pada tahap ini sudah mulai memahami isi aturan maupun larangan. Guru juga sudah mulai mengerti maksud dan tujuan perintah dan larangan yang ditetapkan. Selanjutnya pada tahap ini guru juga sudah mulai merasakan kebermanfaatan profesi yang disandang baik untuk dirinya maupun orang lain.Â
Dengan kata lain pada tahap hakikat ini guru sudah mampu mengungkap makna dibalik tugas yang dijalankan berdasar aturan yang telah digariskan. Sang guru sudah mulai meresapi dan menginternaliasi nilai-nilai fundamental pada profesi yang disandangnya. Pada tahap ini guru sudah mulai merasakan pentingnya usaha maksimal memberikan layanan pembelajaran kepada peserta didiknya. Pada tahap ini pula guru tidak hanya mulai berjuang untuk melakukan tranfer of knowledge secara maksimal, namun juga sudah mulai berjuang memosisikan dirinya sebagai teladan bagi peserta didiknya.
3. Guru pada tahap Tarikat
Seorang sufi pada tahap tarikat ditandai dengan penemuan jalan kebenaran menuju kepada sang Khaliq. Getar lisan, perilaku dan tindakannya mengulang secara terus menerus perintah yang dijalankan akhirnya memberikan petunjuk jalan kebenaran hidup yang diinginkan. Maka guru pada tahap ini juga sudah ditandai dengan langkah menemukan jalan kebenaran pikiran dan hatinya dalam menjalankan tugas profesinya sebagai guru.
Rasa bangga berprofesi guru sudah mulai dirasakan. Sehingga etape tarikat bagi guru adalah kemampuan guru menemukan format layanan pembelajaran yang berbeda standar kualitasnya dibanding etape sebelumnya. Maka pada tahap ini guru sudah berusaha menemukan jalan sebagai bukti bangganya sebagai guru. Karya-karya profesi sebagai wujud kebanggaanya sudah mulai nampak sebagai testimoni keteladanan profesi baik kepada peserta didiknya maupun teman-teman sejawatnya.
Pada tahap tarikat, guru sudah memulai menemukan langkah untuk menjalankan tugasnya dengan mencoba beberapa cara atau strategi baru. Tentu saja langkah atau strategi yang dijalankan belum tentu berhasil. Namun pada tahap ini sudah muncul keinginan guru dalam menjalankan tugasnya dengan sentuhan inovasi dan kreasi berdasar kemampuannya. Inovasi, kreasi, prakarsa  peningkatan mutu profesinya menjadi jalan yang ditempuh sebagai bagian rasa syukurnya kepada sang Khaliq.
Pengulangan, pembiasaan, pendidsiplinan diri dalam menjalankan tugas profesinya akhirnya membawa guru pada tahap perenungan diri tentang arti penting keikhlasan menjankan tugas profesinya sebagai bukti baktinya kepada Ilahi Rabbi.
4. Guru pada etape Ma'rifat      Â
Guru menyadari bahwa profesinya adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia dalam bentuk kualitas layanannya terhadap peserta didik. Di akhirat diprtanggungjawabkan kepada Sang Pemberi Amanah (Allah SWT). Pertanggungjawaban di akhirat berupa kualitas layanan yang disandarkan pada keikhlasan untuk menggapai ridlo sang Khaliq. Maka profesi guru dijadikan sebagai sarana ibadah dan jalan dakwah mencerahkan hati dan akal peserta didiknya.
Mampukah guru mewujudkan mimpi seperti seorang Sufi?
Seorang sufi adalah manusia. Dia berhasil menggapai tahta spiritual melalui proses panjang yang dilakukan secara sadar. Etape demi etape dilalui dengan konstruksi kesadaran baik inderawi maupun spiritualitas. Proses panjang tersebut akhirnya menghantarkan keberhasilan membuka hijab jiwa dalam membangun interaksi dengan sang Khaliq.
Dalam perjalanan panjangnya akhirnya berhasil menjadi seorang sufi. Guru juga manusia yang juga menempuh jalan panjang menghabiskan waktu pengabdianya. Mengapa tidak mampu?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H