Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Profil Pelajar Pancasila: Opsi dan Realisasi Menghadapi Tantangan Abad 21

3 November 2021   14:35 Diperbarui: 4 November 2021   08:04 8413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelajar (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Pancasila sudah menjadi dasar negara. Sebagai dasar negara maka Pancasila menjadi pondasi dalam setiap derap langkah pembangunan yang dilakukan, secara khusus pembangunan dalam bidang pendidikan.

Standar Kompetensi Kelulusan menggariskan bahwa proses pendidikan secara ideal harus mampu mewujudkan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

Berdasar SKL tersebut maka terdapat 3 ranah ouput proses pendidikan yaitu mempunyai karakter spiritual, sikap moral dan akal yang dilandaskan jati diri bangsa.

Tantangan Abad 21

Abad 21 ditandai dengan berkembangnya proses digitalisasi dalam kehidupan. Proses tersebut sudah menyentuh hampir semua sector kehidupan bangsa secara khusus sektor pendidikan.

Era tersebut telah menyuguhkan tata kehidupan yang efektif dan efisien. Oleh sebab itu dibutuhkan human skill yang mampu berdaptasi dengan tuntutan yang ada. Era digital telah melahirkan fenomena tuntutan kehidupan efisien dan efektifif dalam berbagai sektor kehidupan. Tetapi tidak hanya mengalirkan sisi positif namun juga sisi negatif yang tidak sesuai nilai-nilai ideologi bangsa.

Secara kasat mata kita melihat munculnya tatanan kehidupan yang sudah mengglobal yang setidaknya ditandai dengan beberapa fenomena berikut:

1. Terjadinya perubahan dalam konsep ruang dan waktu
2. Munculnya pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung
3. Meningkatnya interaksi kultural melalui perkembangan media massa
4. Meningkatnya masalah bersama

Tantangan era digital yang sedemikian kompleks memang diperlukan langkah strategis jangka panjang menyiapkan calon penerus perjuangan bangsa yang didasarkan pada akar ideologi yang sudah menjadi kesepakatan nasional yaitu Pancasila.

Tatanan kehidupan masyarakat dunia tersebut juga membawa dampak bagi kehidupan generasi muda kita khususnya peserta didik. Oleh sebab itu perlu langkah yang strategis jangka panjang guna melahirkan profil pelajar (peserta didik) agar mampu beradaptasi di tengah era kehidupan yang akan dihadapi, namun tetap menampilkan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.

Perkelahian pelajar, sikap anarkis, narkoba, pornografi dan pornoaksi, aksi perundungan sesama pelajar sepertinya sudah menjadi fenomena tersendiri yang selalu menghiasi pemberitaan media masa. Hal tersebut selain kontra produktif juga sangat memprihatinkan bagi kelangsungan nasib kehidupan bangsa ke depan.

Profil Pelajar Pancasila

Berbagai fenomena yang dipaparkan di atas secara riil sudah menjadi kenyataan dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Tumpuan ideal menyiapkan dan mengantisipasi kondisi tersebut tentu lebih bertumpu pada peran lembaga pendidikan. Sebab hanya melalui proses pendidikan segenap persoalan tersebut dapat diurai dan diantisipasi. 

Terkait dengan hal tersebut kementerian Pendidikan, riset dan teknologi sudah me-launching kebijakan strategis-antisipatif masa kini dan masa depan yaitu terwujudnya "Profil Pelajar Pancasila." Secara lebih riil dipaparkan konsep sebagai berikut:

sumber: kemendikbud
sumber: kemendikbud

Paparan tersebut dapat disimpulkan terdapat enam profil pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; berkebhinekaan global; bergotong royong; mandiri; bernalar kritis dan kreatif. 

Enam profil beserta elemen yang dipaparkan selaras dengan Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi pijakan dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh satuan pendidikan.

Profil Pelajar Pancasila sebagai Langkah Strategis

Menilik enam profil di atas dapat diketahui bahwa langkah tersebut merupakan langkah yang strategis guna menyiapkan generasi muda bangsa menghadapi tantangan abad 21. 

Mengapa strategis? Sebab langkah tersebut secara konsepsual akan mampu melahirkan sosok generasi yang cerdas spiritual, sosial dan akal. Kecerdasan spiritual berupa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa. Kecerdasan ini akan menjadi penyangga jati diri pelajar Indonesia yang membedakan dengan pelajar bangsa lainnya.

Kecerdasan sosial berupa kemampuan para pelajar kita bersikap terbuka dalam perbedaan, mandiri, bergotong royong dan bertanggung jawab.

Kecerdasan ini akan melahirkan profil pelajar kita yang adaptif dan humanis serta mempunyai kepedulian terhadap lingkungan sosialnya. Kecerdasan ini akan menjadikan mereka diharapkan akan menjadi pribadi yang kolaboratif (tidak individualis).

Kecerdasan akal berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kecerdasan ini akan melahirkan pelajar kita mampu bersaing dalam menguasai Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang serta kemampuan untuk memecahkan masalah yang mesti terjadi.

Berkembangnya kecerdasan akal yang disinergikan dengan kecerdasan sikap dan spiritual akan melahirkan potret generasi yang kompetitif dalam kerangka jati diri bangsa Indonesia. 

Hal ini bukan hal yang imajinatif. Dalam hal ini Jepang bisa dijadikan model. Di tengah keberhasilannya mengembangkan teknologi, akar budaya Jepang tetap eksis dan menjadi kebanggaan bangsanya.

Oleh sebab itu secara konsep penyusunan Profil Pelajar Pancasila dalam menghadapi tantangan abad 21 merupakan langkah yang strategis. Sebab profil pelajar demikianlah yang akan mampu menguasai perkembangan era digitalisasi yang menandai abad 21.

Tantangan Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila

Secara umum tantangan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dapat dipetakan sebagai berikut:

1) Perubahan mindset guru

Mindset guru yang dibutuhkan adalah guru visioner, terbuka dengan pembaharuan, dinamis serta adaptif terhadap tuntutan peradaban.

Persoalan ini menjadi tantangan yang tidak ringan. Sebab hal ini berkaitan dengan sikap mental. Maka pengambil kebijakan sudah saatnya menerapkan perlu menerapkan langkah reward and punishment. Pengambil kebijakan sudah perlu menerapkan manajemen "bermain layang-layang." Layang-layangnya adalah guru. 

Sebagai layang-layang perlu dilepas dan ditarik kembali ke pemiliknya. Pada akhirnya harus bisa dikembalikan pada pemilik layang-layang. Terlalu kencang memainkan layang-layang ada potensi putus. Namun terlalu melepas layang-layang ada potensi salah arah.

2) Pragmatisme sikap birokrasi pendidikan

Kebijakan semua birokrasi pendidikan dituntut selaras dengan tujuan yang ingin diwujudkan. Sehingga semua kebijakan yang diambil harus mendukung ke arah terwujudnya Profil Pelajar Pancasila. 

Kebijakan yang bersifat formalitas-adminsitratif dan hanya berorientasi pada jabatan sudah saatnya dihilangkan. Hal ini untuk mengantisipasi bahwa program untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila tidak hanya sebagai jargon maupun slogan semata.

3) Kondisi riil sebagian peserta didik kita yang kontraproduktif dengan tujuan ideal tersebut hendaknya menjadi bahan renungan mendalam dalam mengambil kebijakan

Perkelahian pelajar, aksi pornografi, penyalahgunaan narkoba, dll menjadi contoh bahwa sebagian peserta didik belum siap dengan perubahan yang dijalankan.

4) Proses pembelajaran

Tiga ranah (kognitif, sikap dan keterampilan) yang merupakan output proses pembelajaran memerlukan penanganan yang seimbang. Sebab secara teoritis tuntutan kurikulum menyaratkan tiga ranah tersebut harus dituangkan dalam laporan penilaian. 

Langkah menyeimbangkan tiga ranah tersebut membutuhkan skill dan langkah yang terpadu, terukur dan menyeluruh. Ketiga ranah tersebut semestinya menjadi ukuran tingkat keberhasilan peserta didik.

Namun realita di lapangan lebih cenderung ukuran hasil penilaian kognitif yang lebih dominan mendapat perhatian. Penilaian sikap kurang mendapatkan perhatian yang seimbang.

Penilaian keterampilan juga masih mempunyai kecenderungan lemahnya indikator untuk menentukan nilai bagi peserta didik. Akibatnya output pembelajaran menjadi sulit dijadikan barometer bagi tingkat keberhasilan peserta didik. 

5) Kesiapan mental orang tua peserta didik

Hal penting yang kurang mendapatkan perhatian dalam meningkatkan karakter peserta didik adalah orang tua. Kajian, analisis di berbagai forum masih lebih dominan menyorot peran sekolah, guru dan partisipasi peserta didik. Padahal peran orang tua juga sangat menentukan dalam mendampingi putra putrinya.

Maka menyiapkan peserta didik menghadapi abad 21 adalah hal yang wajib dilakukan oleh negara. Namun tantangan-tantangan yang pasti akan mengiringinya juga perlu dianalisis secara mendalam.

Dengan landasan ketuhanan, keikhlasan, dan nasionalisme keindonesiaan yang diterapkan oleh semua komponen terkait, kita optimis peserta didik kita kelak akan mampu menjadi generasi penyangga NKRI dengan segenap komponen yang menyertainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun