Mohon tunggu...
ciptonoroso
ciptonoroso Mohon Tunggu... Auditor - owner ciptofurniture

sekedar menulis untuk mengisi waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pintu Minimalis | Kisah Perjalanan Seorang Pengamen

6 Februari 2020   06:09 Diperbarui: 6 Februari 2020   07:28 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika aku berhenti bernyanyi, terdengar sebuah suara yang begitu pelan, nyaris seperti berbisik.

"More," katanya.
Kumainkan "Catch The Rainbow".

"... we believe, we'll catch the rainbow, ride the wind to the sun sail away on ships of wonder but life's not a wheel with chains made of steel so bless me."

Sambil bermain, aku melirik dari balik topi lakenku, sebuah kursi roda. Duduk di kursi roda itu, seorang tua yang wajahnya tak bisa terlihatt dengan jelas karena memakai topi laken sepertiku. Rambutnya gondrong dan sudah memutih seperti diriku, namun ketuaannya bisa kulihat dari tangannya yang begitu kurus dan kulitnya yang sangat keriput. Tangan itulah yang terangkat, dan tiba-tiba saja sudah menggenggam sebuah gitar listrik yang sangat indah.

Pintu Minimalis | Kisah Perjalanan Seorang Pengamen


Waktu aku sudah selesai dengan "Catch The Rainbow", ia tiba-tiba mulai memetikkan "Self Portrait". Ia memainkannya dengan sempurna. Kami ber-jam session dengan kompak. Aku tak mengira bahwa di abad XXI ini masih ada orang yang bisa memainkan Ritchie Blackmore sebagus itu. Mendadak saja aku bagaikan terlontar ke masa lalu aku tahu kerumunan org makin banyak dan mereka semua mengagumi permainan kami. Kutaruh topi lakenku di lantai dan bertumpuk-tumpuk lembaran US $ 100 segera memenuhinya.

"One day in the year of the fox...."
Kami masih memainkan "The Temple Of The King" Sebelum dia dan rombongannya berlalu. Sirna sudah kedukaanku berganti dengan kebahagiaan ajaib yang entah dari mana.

Kuhitung tumpukkan US $ 100 itu, ada 100 lembar banyaknya. Masih ada selembar kertas lagi, ternyata sebuah cek perjalanan. Tertulis di sana angka US $ 100.000. Mataku sudah lumayan rabun sehingga sedikit sulit membaca tanda tangannya. Karena aku tidak punya kacamata, kuminta seorang pramugari yang lewat membacakannya untukku.

"Wahai Miss, Apakah tanda tangan ini bisa dibaca?"

"Bisa, jelas sekali kok, pak."

"Siapa namanya?"

"Ritchie Blackmore"

****
End

Tangerang, 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun