Mohon tunggu...
Cipta Mahendra
Cipta Mahendra Mohon Tunggu... Dokter - Dokter yang suka membaca apapun yang bisa dibaca.

Kesehatan mungkin bukan segalanya, tapi segalanya itu tiada tanpa kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Apakah Minyak Kelapa Baik untuk Kesehatan?

11 Juni 2021   04:33 Diperbarui: 11 Juni 2021   07:10 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minyak kelapa (coconut oil) di telinga kita seharusnya sudah bukan barang asing lagi. Sekarang minyak jenis ini bisa dengan mudah kita temukan dijual bebas di berbagai mini-/supermarket, bersama dengan minyak-minyak jenis lainnya. Minyak kelapa yang dimaksud disini yaitu minyak yang berasal dari buah kelapa (coconut), bukan dari kelapa sawit (palm) seperti yang paling jamak ditemukan di dapur-dapur rumah kita. Berbeda dengan minyak kelapa sawit (palm oil) yang memiliki tampilan warna kekuningan, minyak kelapa secara alami umumnya bersifat tembus pandang atau bening (tidak berwarna).

Minyak kelapa sempat digadang-gadang menjadi superfood karena dikatakan mempunyai segudang manfaat untuk kesehatan. Minyak kelapa bahkan juga sering digunakan dalam beberapa macam diet seperti diet ketogenik dan paleo. Di mancanegara, endorsement dari tokoh-tokoh populer dan selebriti bahkan turut menjadikan minyak kelapa ini semakin populer hingga kini. Sebuah survei di Amerika Serikat melaporkan sebanyak 72% warganya memersepsikan minyak kelapa sebagai makanan menyehatkan. Di Indonesia sendiri, kabar minyak kelapa yang (katanya) bagus untuk kesehatan juga sempat (dan masih) mendapat perhatian dan dianut oleh sebagian masyarakat kita. Salah satu manfaat yang sering dijagokan dari minyak kelapa adalah menjaga kesehatan jantung karena mampu menurunkan level kolesterol buruk dalam tubuh. Sejumlah situs informasi kesehatan ada yang mengamini manfaat tersebut, namun ada pula yang menganggapnya tidak menyehatkan. Bagaimana sebenarnya dampak konsumsi minyak kelapa bagi kesehatan kita?

Biokimia Minyak Kelapa

Sebelum membahas polemik minyak kelapa, ada baiknya untuk menilik sekilas bagaimana karakteristik minyak kelapa itu sendiri secara biokimiawi. Menurut situs informasi nutrisi Harvard School of Public Health, minyak kelapa tersusun seluruhnya (100%) dari lemak (fat), dengan 80-90%-nya merupakan jenis lemak jenuh (saturated fat) (Seneviratne & Jayathilaka, 2016). Asam lemak (fatty acids) utama dalam minyak kelapa yaitu asam laurat, yang hampir menyusun setengah dari keseluruhan lemak pada minyak kelapa (46%); asam lemak utama yang lain yaitu asam miristat (17%) dan asam palmitat (9%) (Boemeke dkk, 2015); keduanya merupakan asam lemak jenuh rantai panjang (long chain triglycerides/LCT).

Asam lemak laurat sendiri sebagai penyusun mayoritas lemak dalam minyak kelapa digolongkan sebagai asam lemak jenuh rantai sedang (medium chain triglycerides/MCT). Selain laurat, kelapa juga mengandung asam-asam lemak jenuh lain yang termasuk jenis MCT dan secara kumulatif menyusun 65% minyak kelapa (Hewlings, 2020). Dibandingkan asam lemak jenis LCT, jenis MCT relatif lebih mudah diserap usus halus dan dialirkan menuju hati untuk kemudian segera digunakan sebagai sumber energi sehingga meminimalkan kecenderungannya menumpuk di jaringan lemak dan organ-organ tubuh (Shankar, 2014).

Dibanding minyak-minyak nabati lain, minyak kelapa hanya mengandung sedikit sekali asam lemak tidak jenuh, baik tunggal (monounsaturated) maupun ganda (polyunsaturated) (tabel 1). Sama seperti minyak nabati umumnya, minyak kelapa juga tidak mengandung kolesterol dan serat. Adapun nutrien lain seperti vitamin dan mineral serta fitosterol hanya ditemukan dalam jumlah sangat sedikit (traces). Dalam suhu ruangan, minyak kelapa cenderung menjadi padat (solid).

Pendapat Hasil Studi terkait Minyak Kelapa

Hasil telaah studi systematic review dan meta-analisis yang ditulis oleh Neelakantan dkk tahun 2020 dan dirilis dalam jurnal Circulation terbitan American Heart Association (AHA) menyatakan bahwa minyak kelapa secara bermakna menaikkan kadar kolesterol low-density lipoprotein (LDL) – yang merupakan kolesterol ‘jahat’ - dibandingkan minyak-minyak nabati jenis lain. Meskipun minyak kelapa juga bisa menaikkan kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL) (kolesterol ‘baik’), kenaikannya tidak bermakna sehingga tidak dianggap besar dampaknya untuk kesehatan jantung sehingga tidak disarankan untuk digunakan sebagai sumber minyak untuk penurunan risiko penyakit jantung. Efek hiperkolesterolemia (kolesterol tinggi) ini tampaknya dikarenakan kandungan asam lemak jenuhnya yang tinggi (Neelakantan dkk, 2020). Sebuah tinjauan serupa oleh Santos dkk tahun 2019 juga mendukung pendapat Neelakantan dkk, yang menyatakan tidak ada bukti klinis memadai untuk mendukung penggunaan minyak kelapa untuk kesehatan kardiovaskular; konsumsinya menaikkan semua parameter kolesterol, tidak hanya HDL tetapi juga LDL dan trigliserida.

Seperti yang sudah dituliskan sebelumnya, dalam sejumlah penelitian dan tinjauan, dikatakan bahwa penggunaan asam lemak jenuh jenis MCT - dibandingkan terhadap asam lemak LCT – memang bisa membantu menurunkan berat badan dan mencegah kegemukan karena sifat MCT yang menaikkan laju oksidasi molekul lemak sehingga bisa segera digunakan sebagai sumber energi tubuh. Namun demikian, sebagian besar studi-studi yang melihat dampak MCT ini menggunakan asam lemak MCT jenis kaprilat atau kaprik, bukan laurat (Neelakantan dkk, 2020). Dalam minyak kelapa, proporsi kedua asam lemak ini sedikit saja, sekitar 7% dan 5% masing-masing. Dengan demikian, temuan manfaat positif dari MCT itu tadi tidak bisa digeneralisir untuk minyak kelapa karena asam lemaknya berbeda, meskipun sama-sama berjenis MCT.

Intisari yang Dapat Diambil

Apa yang bisa kita simpulkan dari ulasan diatas? Pernyataan yang dituliskan Neelakantan dkk tadi tampaknya menjadi hal paling penting yang bisa dipetik untuk menjawab kontroversi minyak kelapa, yaitu bahwa minyak ini cenderung tidak memberi hasil menguntungkan sebagai superfood untuk pemeliharaan kesehatan jantung karena ternyata justru menaikkan kadar kolesterol ‘jahat’. Sejatinya secara logispun, fakta bahwa sekitar 90% jenis asam lemak dalam minyak kelapa berupa asam lemak jenuh (lihat kembali tabel 1) seharusnya memang sudah mengindikasikan tidak baiknya minyak ini untuk kesehatan kardiovaskular kita apapun jenis rantainya, entah sedang ataupun panjang.

Minyak kelapa mungkin masih lebih baik digunakan jika dibandingkan dengan sumber lain yang kandungan asam lemak jenuh LCT-nya lebih tinggi seperti minyak kelapa sawit dan mentega (perhatikan gambar 1; semakin besar angka pada C (karbon), semakin panjang rantainya), tetapi jelas lebih buruk jika dibandingkan dengan minyak-minyak nabati lain yang kandungan asam lemak tidak jenuhnya tinggi seperti minyak zaitun, sunflower oil, dan kanola, yang sudah sejak lama memang diakui membawa efek positif untuk kesehatan kardiovaskular menurut banyak hasil penelitian. Meskipun begitu, minyak kelapa tetap bisa dipertimbangkan untuk digunakan sebagai alternatif minyak kelapa sawit dan mentega, ataupun untuk memasak makanan-makanan khas tertentu yang memerlukan minyak kelapa dalam memasaknya (misal: kari/curry).

Gambar 1. Proporsi jenis rantai asam lemak yang dikandung dalam beberapa jenis minyak nabati. (SFA: saturated fatty acid (asam lemak jenuh); MUFA: monounsaturated fatty acid (asam lemak tak jenuh tunggal); PUFA: polyunsaturated fatty acid (asam lemak tak jenuh ganda))
Gambar 1. Proporsi jenis rantai asam lemak yang dikandung dalam beberapa jenis minyak nabati. (SFA: saturated fatty acid (asam lemak jenuh); MUFA: monounsaturated fatty acid (asam lemak tak jenuh tunggal); PUFA: polyunsaturated fatty acid (asam lemak tak jenuh ganda))

Dalam ilmu biokimia, zat-zat yang tinggi kandungan asam lemak jenuhnya biasanya wujudnya cenderung padat pada suhu ruangan, yang disebabkan kepadatan susunan molekulnya yang tinggi (karena itulah disebut ‘jenuh’). Itulah sebabnya minyak kelapa dalam suhu ruangan biasa sering kita amati membentuk semacam gumpalan/padatan, berlawanan dengan minyak-minyak yang tinggi kandungan asam lemak tidak jenuhnya seperti yang sudah disebutkan beberapa contohnya tadi diatas. Sebab yang sama juga berlaku untuk mentega – selain juga tinggi kandungan asam lemak jenuhnya - karena rantai asam lemak jenuhnya lebih banyak yang pendek ketimbang yang sedang atau panjang.

Semoga tulisan ini bisa memberi paradigma baru bagi pembaca sekalian dalam menilai ada tidaknya manfaat minyak kelapa untuk kesehatan jantung kita. Tabik.

-----000-----

Referensi

  • Seneviratne KN, Jayathilaka N. Coconut Oil – Chemistry and Nutrition. India: Lakva Publishers; 2016.
  • Harvard T.H. Chan School of Public Health. The Nutrition Source – Coconut Oil. Tersedia di: Harvard
  • Boemeke L, Marcadenti A, Busnello FM, Gottschall CBA. Effects of coconut oil on human health. Open J Endocr Metab Dis. 2015;5: 84-7.
  • Harvard Health Publishing. Ask the doctor: Coconut oil and health. Tersedia di: Harvard
  • Shankar P, Ahuja S, Tracchio A. Coconut oil: a review. Agro Food Ind Hi Tech. 2014;24(5): 62-4.
  • Neelakantan N, Seah JYH, van Dam RM. The Effect of Coconut Oil Consumption on Cardiovascular Risk Factors: A Systematic Review and Meta-Analysis of Clinical Trials. Circulation. 2020;141(10): 803-14.
  • Hewlings S. Coconuts and Health: Different Chain Lengths of Saturated Fats Require Different Consideration. J Cardiovasc Dev Dis. 2020;7(4): 59.
  • Santos HO, Howell S, Earnest CP, Teixeira FJ. Coconut oil intake and its effects on the cardiometabolic profile - A structured literature review. Prog Cardiovasc Dis. 2019;62(5): 436-43.
  • Harvard T.H. Chan School of Public Health. The Nutrition Source - Saturated fat, regardless of type, linked with increased heart disease risk. Tersedia di: Harvard
  • The New York Times. Is Coconut Oil Good or Bad for You? Tersedia di: NY Times

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun