“Icih, bapak menyuruhku menyusulmu.” Ia menyodorkan amplop.
Aku terperangah. Seberkas sinar menyelinap dalam hatiku yang sedari tadi gelap gulita. Ada secercah harapan. Dengan rasa penasaran yang dahsyat, aku buka amplop itu. Tangan bergetar. Hatiku dag dig dug tak karuan. Apa ini?
ICIH, MAAFKAN AKU. AKU TAHU PERASAANMU. AKU SANGAT MENGHARGAINYA. TAPI, AKU TIDAK MAU, KEJADIAN SEPULUH TAHUN TERULANG. KAMU TAHU? BU BAHRI ADALAH PEMBANTU KAMI DULU. AYAHKU SAKIT DAN MENINGGAL SETELAH TAHU AKU MENCINTAI DAN MENIKAHINYA.
SELAMAT TINGGAL, ICIH.
BAHRI.
Aku pingsan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI