Mohon tunggu...
Cintia Gita
Cintia Gita Mohon Tunggu... Penulis - #MenjadiSukses #MenjadiHidup #MenjadiBermakna | Sharing Oriented

❝Manusia terhebat dengan ide terhebat sekalipun bisa dijatuhkan oleh orang terkecil dengan pola pikir tersempit—tetaplah berpikir besar.❞ (John Maxwell)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menjadi Sukses: Kenapa Seorang Leader Perlu Berempati?

23 September 2024   12:42 Diperbarui: 23 September 2024   14:29 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Design by Cintia Gita | From Canva

Ketika seseorang memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader—membuat keputusan, menyampaikan perintah, memimpin rapat, dan berperan penting dalam sebuah organisasi/bisnis—tetapi tidak mampu berempati, artinya ia tidak benar-benar hadir dan terhubung dengan anggota tim yang dipimpinnya. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya kepercayaan, komunikasi yang buruk, dan hilangnya rasa kebersamaan dalam mencapai tujuan bersama. 

Apa artinya jika ia tidak benar-benar ada bersama anggota yang ia pimpin?

Orang-orang mungkin akan mulai memberikan label kepadanya sebagai pemimpin yang otoriter, pemimpin anti kritik, pemimpin yang sombong, dan konotasi negatif lainnya. 

Ketika seorang pemimpin membahas tujuan yang perlu dicapai oleh tim, penting bagi mereka untuk memahami bahwa keputusan yang diambil harus mempertimbangkan kemampuan anggota tim. Jika seorang pemimpin menyusun rencana tanpa memperhatikan kapasitas anggota, mengabaikan kendala yang dihadapi, dan tidak menyadari kelemahan ini, maka kerja sama tim dapat menjadi tidak sevisi dan malah memberatkan anggota-anggota tim.

Dampaknya adalah kinerja tim tidak maksimal dan cenderung tidak bersemangat.

Pertanyaannya, kenapa ada pemimpin yang tidak berempati?

Tentu akan muncul banyak alasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan ini, setiap orang memiliki jawaban dan argumentasinya masing-masing, dan tidak apa-apa apabila ada jawaban yang berbeda-beda. Argumentasi dalam pembahasan kali ini memungkinkan salah satu penyebabnya adalah perbedaan tujuan, seperti seorang pemimpin lebih memilih fokus pada kepentingan bisnis yang harus tercapai apapun rintangannya, sehingga hanya benar-benar fokus pada hasil akhir tanpa terlibat dalam proses-proses kecilnya.

Argumentasi lainnya, bisa saja sedang berada di dalam tekanan stress dalam pekerjaan, atau pengalaman-pengalamannya di masa lalu yang membentuk karakternya saat ini hingga membentuk gaya kepemimpinannya yang kurang berempati.

Apapun alasannya, seorang pemimpin tidak seharusnya mengabaikan pentingnya empati. Empati adalah kemampuan yang dimiliki setiap orang untuk memahami kondisi, kekhawatiran, sudut pandang, dan pengalaman orang lain, serta meresponsnya secara baik, dengan respon intelektual maupun emosional.

Namun, jika tidak berempati itu benar terjadi, kabar baiknya adalah masih ada kesempatan untuk bisa menjadi seorang pemimpin atau leader yang lebih berempati dan berdampak baik untuk anggotanya.

Leader yang baik perlu terlibat dan memahami kondisi yang dialami oleh anggotanya. Dengan berempati, seorang leader dapat lebih memahami tantangan yang dihadapi tim dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih mendukung.

Ketika seorang leader menunjukkan empati, anggota tim akan merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik. Ini akan menciptakan sinergi yang kuat dan membuat rencana-rencana berjalan maksimal dan menjadi lebih realistis. Seorang leader yang peduli dengan keadaan timnya akan lebih mampu mendorong kolaborasi yang efektif dan menciptakan solusi yang inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan. 

Dengan demikian, empati bukan hanya sekadar sifat, tetapi merupakan keterampilan penting yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin untuk menciptakan tim yang sukses dan kolaboratif.

Bagaimana seorang pemimpin dapat menunjukkan empatinya?

1. Mulai dari bertanya setiap hari mengenai progress tim; perkembangan dan hambatannya.

2. Mengobservasi atau mengamati anggota tim dan mengenal lebih detail tentang karakter masing-masing anggota, agar bisa lebih peka untuk mendeteksi apabila ada perubahan tingkah laku anggota. Misal, seorang anggota yang awalnya ceria mendadak gelisah sepanjang hari. 

3. Berdiskusi dengan tim dan terbuka pada kritik dan saran.

Menjadi pemimpin tentu membawa banyak tuntutan untuk menjadi "pemimpin yang baik." Meskipun tidak ada pemimpin yang sempurna, kita bisa berupaya perlahan untuk mewujudkan kepemimpinan yang baik. Salah satu aspek penting dalam hal ini adalah menjadikan empati sebagai bagian dari kepemimpinan.

Sebagai penutup, menjadi seorang pemimpin memang bukanlah tugas yang mudah. Namun, rasa empati bukan sekadar pilihan; ia adalah keharusan. Empati akan membantu menyatukan tim menuju visi yang sama dan memperkuat pengertian di antara anggota tim.

Jika belum pernah mendapatkan pemimpin yang berempati, maka jadilah salah satunya agar orang lain akan mendapatkan peran dan role model-nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun