Mohon tunggu...
Cinthya Yuanita
Cinthya Yuanita Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

bermain dengan aksara, merenda kata, menciptakan makna.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Merekonstruksi Idiom 'Dokter Umum"

27 September 2012   12:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:35 1696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Nyatanya, menjadi garda terdepan bukan soal ketepatan mendiagnosis atau akurasi dalam memberikan obat. Berada di garda terdepan bukan berarti menjadi "penyembuh", melainkan "promotor". Iya, dokter umum yang baik bukan dokter yang senang kalau punya banyak pasien dan bisa menimbun pundi-pundinya dari penyakit pasien. Dokter umum, dan juga dokter spesialis, yang baik adalah mereka yang sedih kalau tempat praktiknya ramai. Hal-hal seperti itulah yang seharusnya diubah.

Tempat bagi dokter umum adalah pusat layanan primer seperti puskesmas, bukan klinik mewah apalagi rumah sakit internasional. Dan di tempat itu, tanggung jawab yang diemban bukanlah perihal mengobati (saja). Tugas dokter umum sesungguhnya adalah "mencegah sebelum mengobati". Bagaimana caranya?

Konsulen brilian itu kemudian mengutarakan sebuah konsep prevensi yang seketika membuka mata saya. Sekali lagi, dokter tidak hanya fokus pada penyakit. Lebih dari itu dia harus menaruh perhatian ekstra tinggi terhadap ilmu epidemiologi dan demografi. Dalam hal ini, seorang dokter harus menguasai seluk beluk daerah tempat ia mengabdi. Mulai dari kondisi geografis, lingkungan, hingga sosial ekonomi masyarakat setempat. Apa gunanya? Dengan begitu, ia akan mampu membuat daerah tersebut sehat. Ia akan mampu menemukan akar masalah yang sebenarnya harus diperbaiki, tidak melulu terpaku soal eradikasi penyakit dengan farmakologi.

Dokter umum yang baik harus bisa mengubah cara hidup masyarakat ke arah hidup sehat. Dokter yang baik harus bisa menelaah masalah utama dalam satu daerah kemudian mengatasinya secara komprehensif. Pada kasus Tuberkulosis (TBC) misalnya, akan menjadi sebuah kesia-siaan jika dokter memberikan Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) tanpa mau tahu kondisi yang melatarbelakangi epidemi tersebut. Seyogyanya, ia bukan hanya memberikan obat, tapi juga memperhatikan bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar. Jangan-jangan rumah mereka bersesakan tanpa sirkulasi yang baik, jangan-jangan gizi mereka tidak terpenuhi secara optimal. Kalau seperti itu, OAT yang diberikan tentu tidak akan memberikan efek yang seharusnya. Dokter harus bisa mengenali dan mengatasi faktor risiko. Ia pun harus mampu menjadi pihak yang berpengaruh. Dalam kasus tersebut, seorang dokter dapat mengajukan lobby kepada pihak-pihak terkait demi perbaikan kesehatan di daerahnya. Agak merepotkan memang. Tapi nyatanya, peran dokter umum memang sebesar itu, seribet itu!

Melihat paparan di atas, jelas sekali peran dokter umum sangatlah dominan dalam menciptakan sebuah negara yang sehat. Sayangnya, paradigma ini seolah luput dari kurikulum kedokteran saat ini. Hampir semua konten pendidikan berfokus pada materi kedokteran ketimbang program komprehensif seperti ini. Akhirnya saya pun mengerti mengapa topik diskusi yang absurd itu tiba-tiba muncul di dalam jadwal kepaniteraan. Setelah satu jam berada di ruang diskusi itu, saya pun keluar dengan pemahaman yang  berbeda mengenai profesi ini.

Mengubah mindset memang tidak mudah. Tapi, kalau tidak pernah dicoba tentu tidak akan pernah bisa. Semoga suatu hari nanti program prevensi dan promosi kesehatan benar-benar digalakkan alih-alih terus fokus kepada persoalan kuratif semata. Semoga Indonesia Sehat bukan lagi menjadi visi atau angan-angan belaka. Dan, semoga generasi kami bisa menjadi pionir yang melebur paradigma yang terlanjur mengakar itu. Semoga kami menjadi dokter yang sedih ketika banyak manusia jatuh sakit dan bahagia ketika setiap individu mencapai taraf kesehatan paripurna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun