Sapardi Djoko Damono merupakan seorang penyair dan sastrawan terkemuka dari Indonesia. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam sastra Indonesia kontemporer. Lahir pada tanggal 20 Maret 1937 di Surakarta, Jawa Tengah, Sapardi Djoko Damono tumbuh menjadi sosok yang berpengaruh dalam dunia sastra.
Beliau telah menerbitkan beberapa karya puisi yang sangat dihargai dan diakui secara luas. Karya-karyanya sering kali mengeksplorasi tema-tema cinta, kehidupan sehari-hari, dan refleksi atas kondisi manusia, dan puisi-puisinya seringkali menonjolkan keindahan bahasa, imajinasi yang kuat, serta penggunaan kata-kata yang sederhana namun sangat memikat.
Beberapa karyanya yang fenomenal antara lain “Hujan Bulan Juni” dan “Aku ingin”. Namun ada banyak pula karya-karya Sapardi yang tak kalah memikat dari dua karyanya tersebut, “Menjenguk Wajah di Kolam” ialah salah satu mahakarya yang pernah beliau ciptakan dari antara puluhan karya-karya tersebut.
“Menjenguk Wajah di Kolam” adalah salah satu puisi karya Sapardi dalam buku kumpulan puisinya yang berjudul “Perihal Gendis”. Bersama 14 puisinya yang lain dalam buku tersebutm Sapardi mengkisahkan perjalanan seorang gadis yang bernama Gendis yang tengah beranjak dewasa dan mengalami pahit serta manisnya hidup.
“Menjenguk Wajah di Kolam” sendiri mengisahkan bagaimana rasa kesepian Gendis di tengah masa remajanya. Sebagaimana puisi tersebut berbunyi :
“Jangan kau ulang lagi
menjenguk
wajah yang merasa
sia-sia, yang putih
yang pasi
itu.
Jangan sekali-
kali membayangkan
Wajahmu sebagai
rembulan.
Ingat,
jangan sekali-
kali. Jangan.
Baik, Tuan.”
Dalam puisi tersebut, Sapardi menuliskan sebuah gambaran rasa resah serta gemuruh batin milik Gendis dalam kesepiannya. Lalu digambarkan pula seolah-olah gadis tersebut selalu menengok wajah sedihnya dalam pantulan kolam tatkala hatinya itu dirundung dalam kesedihan.
Ada banyak nilai kehidupan dalam karya ini, terutama bagaimana cara Sapardi mengambarkan rasa sedih milik gendis ke dalam puisinya beserta amanat puisi tersebut secara bersaaman. Dalam puisi ini, Sapardi Djoko Damono dengan indah menggambarkan pengalaman poetik dengan bahasa yang memikat. Melalui kata-kata yang dipilih dengan cermat, puisi ini mengajak pembaca untuk memasuki keadaan batiniah di mana penulis memeriksa dan merenungkan dirinya sendiri, seperti Gendis yang merenungkan dirinya yang tengah bersedih.
Puisi “Menjenguk Wajah di Kolam” seakan menyamakan wajah manusia dengan rembulan, yang memiliki makna bahwa emosi seseorang dalam dirinya bisa berubah-ubah seperti sebuah rembulan yang mengubah bentuknya seiring malam berganti. Hal ini tentu tidak baik, karena manusia harus bisa mengontrol emosi agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Oleh karena itulah puisi memiliki amanat bahwa ketika kita merasa terpukul atau sedih, kita harus pandai mengendalikan diri. janganlah berputus asa dan menatap kesedihan kita terus menerus atau kita akan semakin jatuh ke dalam keputusasaan yang akan berdampak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H