Mohon tunggu...
Cintha Laiqa
Cintha Laiqa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Book

Nilai Moral dalam Puisi "Menjenguk Wajah dalam Kolam" Karya Sapardi Djoko Damono

15 Mei 2023   18:10 Diperbarui: 15 Mei 2023   18:19 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Sapardi Djoko Damono merupakan seorang penyair dan sastrawan terkemuka dari Indonesia. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam sastra Indonesia kontemporer. Lahir pada tanggal 20 Maret 1937 di Surakarta, Jawa Tengah, Sapardi Djoko Damono tumbuh menjadi sosok yang berpengaruh dalam dunia sastra.

Beliau telah menerbitkan beberapa karya puisi yang sangat dihargai dan diakui secara luas. Karya-karyanya sering kali mengeksplorasi tema-tema cinta, kehidupan sehari-hari, dan refleksi atas kondisi manusia, dan puisi-puisinya seringkali menonjolkan keindahan bahasa, imajinasi yang kuat, serta penggunaan kata-kata yang sederhana namun sangat memikat.

Beberapa karyanya yang fenomenal antara lain “Hujan Bulan Juni” dan “Aku ingin”. Namun ada banyak pula karya-karya Sapardi yang tak kalah memikat dari dua karyanya tersebut, “Menjenguk Wajah di Kolam” ialah salah satu mahakarya yang pernah beliau ciptakan dari antara puluhan karya-karya tersebut.

“Menjenguk Wajah di Kolam” adalah salah satu puisi karya Sapardi dalam buku kumpulan puisinya yang berjudul “Perihal Gendis”. Bersama 14 puisinya yang lain dalam buku tersebutm Sapardi mengkisahkan perjalanan seorang gadis yang bernama Gendis yang tengah beranjak dewasa dan mengalami pahit serta manisnya hidup.

“Menjenguk Wajah di Kolam” sendiri mengisahkan bagaimana rasa kesepian Gendis di tengah masa remajanya. Sebagaimana puisi tersebut berbunyi :

Jangan kau ulang lagi

menjenguk

wajah yang merasa

sia-sia, yang putih

yang pasi

itu.

 

Jangan sekali-

kali membayangkan

Wajahmu sebagai

rembulan.

 

Ingat,

jangan sekali-

kali. Jangan.

 

Baik, Tuan.”

Dalam puisi tersebut, Sapardi menuliskan sebuah gambaran rasa resah serta gemuruh batin milik Gendis dalam kesepiannya. Lalu digambarkan pula seolah-olah gadis tersebut selalu menengok wajah sedihnya dalam pantulan kolam tatkala hatinya itu dirundung dalam kesedihan.

Ada banyak nilai kehidupan dalam karya ini, terutama bagaimana cara Sapardi mengambarkan rasa sedih milik gendis ke dalam puisinya beserta amanat puisi tersebut secara bersaaman. Dalam puisi ini, Sapardi Djoko Damono dengan indah menggambarkan pengalaman poetik dengan bahasa yang memikat. Melalui kata-kata yang dipilih dengan cermat, puisi ini mengajak pembaca untuk memasuki keadaan batiniah di mana penulis memeriksa dan merenungkan dirinya sendiri, seperti Gendis yang merenungkan dirinya yang tengah bersedih.

Puisi “Menjenguk Wajah di Kolam” seakan menyamakan wajah manusia dengan rembulan,  yang memiliki makna bahwa emosi seseorang dalam dirinya bisa berubah-ubah seperti sebuah rembulan yang mengubah bentuknya  seiring malam berganti. Hal ini tentu tidak baik, karena  manusia harus bisa mengontrol emosi agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Oleh karena itulah puisi memiliki amanat  bahwa ketika kita merasa terpukul atau sedih, kita harus pandai mengendalikan diri. janganlah berputus asa dan menatap kesedihan kita terus menerus atau kita akan semakin jatuh ke dalam keputusasaan yang akan berdampak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun