Dua perubahan selama transisi dari struktur kekuasaan tradisional ke modern mengajukan pertanyaan tentang legitimasi nilai-nilai tradisional. Pertama, munculnya modernitas membawa pergeseran sistem nilai menjadi lebih individualistik dan mengakui hak asasi manusia individual, berbeda dengan nilai-nilai kolektivistik masyarakat tradisional. Perubahan dari kolektivisme menuju individualisme memengaruhi sikap terhadap kode kehormatan. Tujuan memelihara kekompakan kelompok dan komunitas tidak lagi menjadi cukup untuk membenarkan pembunuhan atas nama kehormatan. Oleh karena itu, pembunuhan atas nama kehormatan dianggap sebagai tindakan membunuh perempuan secara tidak adil untuk mengendalikan seksualitas dan perilaku sosial perempuan, sebuah kejahatan yang merugikan daripada mendukung rasa kebersamaan komunitas (Heydari et al., 2021).
Kesimpulan
Seringkali, pembunuhan demi menjaga kehormatan bukanlah kejahatan yang didorong oleh motif keagamaan, melainkan didasarkan pada agenda personal, ego personal, dan pola pikir personal. Faktor-faktor budaya dari individu, keluarga, dan komunitas menjadi pendorong utama (Muhammad, 2010). Tiap daerah di Indonesia memiliki tradisi budaya yang berbeda dalam menjaga kehormatan, namun terdapat satu kesamaan utama terkait anggota keluarga perempuan, khususnya istri, adik perempuan, dan anak perempuan. Istri atau anak perempuan sering ditempatkan dalam peran khusus untuk menjaga citra baik keluarga. Tradisi ini tersebar di berbagai daerah, mencerminkan respons terhadap tindakan yang dilakukan oleh perempuan itu sendiri atau oleh pihak lain yang melibatkan perempuan, baik dengan atau tanpa persetujuan mereka.Â
Contohnya, pernikahan usia dini, seringkali memberikan dampak negatif pada perempuan. Sayangnya, suara perempuan seringkali terpinggirkan, terutama ketika alasan yang digunakan adalah demi menjaga kehormatan keluarga. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tanggung jawab untuk menjaga citra keluarga, namun tuntutan terhadap laki-laki lebih menekankan pada aspek maskulinitas, seperti melindungi keluarga secara fisik atau mencari nafkah, sementara perempuan lebih sering diarahkan untuk menjaga keberlanjutan tubuh dan seksualitas mereka (Mazrieva, 2020).
Kejahatan kehormatan tumbuh subur di dalam kegelapan privasi rumah. Saatnya membuka kejahatan ini kepada sorotan publik dan hukum. Beberapa negara telah mengeluarkan larangan terhadap pembunuhan atas nama kehormatan dan bentuk kekerasan gender lainnya. Namun, untuk menerapkan larangan tersebut secara efektif, diperlukan pelatihan bagi polisi dan profesional penegak hukum lainnya mengenai kekerasan berbasis gender. Selain itu, korban harus memiliki keyakinan terhadap kemampuan polisi dan otoritas lainnya untuk memberikan bantuan (Qadri, 2023).
Referensi
Heydari, A., Teymoori, A., & Rose Trappes. (2021). Honor killing as a dark side of modernity: Prevalence, common discourses, and a critical view. Social Science Information, 60(1), 86-106.
Khan, A. Z., Saeed, K., Noreen, N., Shah, M., Rehman, H. U., Aliza, M. A., & Aliza. (2022). Culture, Religion And Honour Killing In Pakistan. Journal of Positive School Psychology, 6(11), 2314-2322.
Mazrieva, E. (2020, June 18). Pembunuhan Demi Pertahankan Martabat di Bantaeng, Menguatnya Kembali Budaya Siri? VOA Indonesia. Retrieved December 21, 2023, from https://www.voaindonesia.com/a/pembunuhan-demi-pertahankan-martabat-di-bantaeng-menguatnya-kembali-budaya-siri-/5466910.html
Muhammad, A. A. (2010). Preliminary Examination of So-called "Honour Killings" in Canada. Department of Justice Canada = Ministre de la justice Canada.
Qadri, M. (2023). SHOCKING: Surge of Honor Killings in Pakistan. Amnesty International USA. Retrieved December 21, 2023, from https://www.amnestyusa.org/updates/shocking-surge-of-honor-killings-in-pakistan/