Mohon tunggu...
Cindy Talenta
Cindy Talenta Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Bioteknologi

Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Teknik Pengendalian Vektor Malaria di Provinsi Riau

12 Juli 2020   10:39 Diperbarui: 12 Juli 2020   10:37 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CINDY TALENTA HUTABARAT 31170148
DUTA WACANA CHRISTIAN UNIVERSITY YOGYAKARTA
Cindytalenta8541@gmail.com

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/ MENKES/PER/III/2010 tentang Pengendalian Vektor disebutkan "Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah"

Malaria menjadi salah satu penyakit menular yang menjadi target pemberatasan paling utama di Indonesia. Millenium Development Goals (MDGs) menjadikan malaria sebagai sasaran prioritas paling utama. Di Indonesia sejak 2008 eleminasi malaria sudah dimulai dengan harapan di tahun 2030 seluruh penyakit malaria di Indonesia bebas Malaria. 

Di Indonesia salah satu cara yang dilakukan untuk menunjang eliminasi Malaria adalah surveilans vektor, seperti beberapa kabupaten yang telah menerima sertifikat eliminasi malaria diantaranya kabupaten Jembrana Provinsi Bali, Bulukumba Provinsi Sulauwesi Selatan, dan Bengkalis Provinsi Riau.

Malaria disebabkan oleh nyamuk Anopheles yang biasa menyerang pada pagi dan sore hari. Berbeda dengan DBD yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang biasa menyerang pada siang hari. Agent atau penyebeb dari malaria adalah Plasmodium yang memiliki siklus diantaranya siklus plasmodium hidup di dalam tubuh nyamuk dan siklus plasmodium ditubuh manusia. Dimana plasmodium sebagai agent meninfeksi nyamuk hingga menghasilkan sporozoid yang menyebar di seluruh tubuh nyamuk termasuk kelenjer ludah. 

Proses perkembangan dari zigot hingga sporozoid ini membutuhkan waktu 12-14 hari yang disebut Inkubasi ekstriksik. Setelah itu, nyamuk sebagai vector atau pembawa membawa plasmodium masuk ke tubuh melalui gigitan nyamuk Anopheles yang telah terinfeksi. 

Sporozoid akan menginfeksi sel di hati dan melakukan replikasi aseksual yang menghasilkan banyak merozoid. Siklus ini biasanya terjadi 10-14 hari, yang selanjutnya akan menyebar dna mulai menginfeksi sel darah dan berkembang menjadi parasite. Bentuk penularan lainya dapat terjadi pada ibu hamil kepada janin dan melalui proses transfuse darah.

Kasus malaria di Indonesia telah berhasil melakukan pencapaian eliminasi yang sangat bervariasi di seluruh provinsi. Provinsi yang kabupaten/ kotanya belum satupun mencapai eliminasi ada di wilayah timur, seperti Papua, Papua Barat, NTT, Maluku dan Maluku Utara. 

Sedangakan provinsi yang telah mencapai persentasi eliminasi sebesar 80%, yaitu Aceh, Riau, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali (Kemenkes, 2018). Terdapat 3 provinsi yang 100% kabupaten/ kotanya telah memperoleh serfikat eliminasi malaria diantaranya Kabupaten Jembrana Propinsi Bali, Bulukumba Propinsi Sulawesi Selatan, dan Bengkalis Propinsi Riau.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Riau, pada tahun 2011 kasus malaria klinis di Provinsi Riau berjumlah 20.886 kasus meningkat dibandingkan tahun 2010 18.272, 25.402 di tahun 2009 dan 26.473 di tahun 2008. Berdasarkan gambaran API (Annual Parasite Insiden) Dinas Kesehatan Provinsi Riau, bahwa API tertinggi berada di Indragiri Hulu dan Kabupaten Rokan Hilir (0,8 per 1000 pddk). 

Dalam waktu lima tahun terakhir, angka kesakitan malaria klinis di Kabupaten Rokan Hilir mengalami fluktuasi yang tidak stabil. Dimana angka kesakitan tertinggi terjadi pada 2007. Pada tahun 2002, angka kesakitan malaria klinis atau AMI adalah 12,0 % dan naik menjadi 14,5 % pada tahun 2003. 

Pada tahun 2005 turun menjadi 12,86% dan naik lagi menjadi 17,47 % pada tahun 2007 (tahun 2004 dan 2006, tidak ditemukan catatan data kesakitan malaria). Adapun Kabupaten/ kota yang memerlukan perhatian lebih terkait hal ini ialah Indragiri Hilir, Rokan Hilir, Kuantan Singingi, Pelalawan dan Siak Sri Indrapuradikarenakan nilai API sudah di atas 0,5%.

Insiden Malaria tersebut terjadi dikarenakan adanya faktor risiko penularan. Perilaku masyarakat (Individu) menjadi salah satu faktor risiko penularan malaria. Dalam hal ini tindakan seperti kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur, menggunakan obat nyamuk bakar maupun oles di katakana memberikan dampak yang besar. 

Dalam beberapa penelitian hubungan perilaku masyarakat dengan faktor risiko penularan malaria memperlihatkan hubungan yang signifikan. Masyarakat yang tidak menggunakan kelambu, obat nyamuk bakar/ oles akan berpeluang tertular malaria. Selain itu juga, rendahnya pengetahuan akan malaria secara spesifik dan faktor risiko penularan malaria. 

Selain itu juga dapat di tinjau dari keadaan lingkungan sekitar masyarakat. Dalam hal ini berbicara tentang breeding place, resting place. Dimana lokasi sekitar yang berpotensi menjadi tempat perkembang biakan vector dari malaria yaitu nyamuk. Genangan air, sampah sampah kaleng, rumah disekitaran sawah atau sungai, di sekitar perkebuanan.

Upaya pengendalian maupun pencegahan pada dasarnya telah di upayakan baik pemerintah maupun masyarakat. Dalam penelitian Setyaningsih, 2017 menyebutkan salah satu kabupaten di Provinsi Riau yakni, Bengkalis telah mendapat sertifikast eliminasi malaria Bersama beberapa kabupaten di Indonesia lainnya. 

Dalam hal ini perlu usaha mempertahankan strategi pengendalian yang lebih baik. Baik secara Fisik, Kimiawi, dan biologi. Fisik, dengan gotong royong membersihakn lingkungan sekitar atas sampah sampah barang bekas yang menumbuk, menegaskan aturan 3M di masyarakat dan menghindari adayang usaha yang menyebabkan genangan air berlebihan. Kimiawi, dengan menggunakan abate. 

Secara Biologis, dengan menanam tanaman biolarvasida seperti, sereh, lavender, garnium dan lainnya di sekitar pekarang rumah. Edukasi terkait penyakit malaria secara menyeluruh juga perlu, membantu mengedukasi masyarakat bagaimana harus bersama sama mencegah penularan malaria. 

Adapun upaya pencegahan yang dapat di lakukan ialah menerapkan metode surveilans. Secara global, surveilans vektor malaria menjadi strategi utama di semua negara yang rentan dan reseptif terhadap malaria, termasuk negara yang telah mengalami eliminasi namun rentan terjadi penularan kembali.

Perlu kiranya usaha baik dari pemerintah setempat Provinsi Riau juga segenap masyarakat Provinsi Riau untuk bersama sama memahamai faktor risiko penularan penyakit malaria yang sebgaiamana telah terlampir, agar Provinsi Riau dapat meningkatkan upaya pencegahan penyakit malaria dan mengurangi kasus penyakit malaria di Provinsi Riau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun