Oleh: Cindy Florencine
(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ)
Pemuda merupakan pilar utama dalam memajukan bangsa. Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno pernah berkata dalam pidatonya "Beri aku 10 orangtua pemuda, maka akan kuguncang dunia". Pernyataan ini jelas membuktikan bahwa peran pemuda amatlah penting dalam membawa perubahan positif bagi bangsa.Â
Menurut UU No. 40/2009 tentang Kepemudaan, pemuda didenfinisikan sebagai warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) tahun sampai 30 (tiga puluh) tahun; Pemuda, terlebih di masa pandemi seperti ini diharapkan mampu untuk menggali potensi, bertanggung jawab, mengembangkan kemampuan aktualisasi diri dan kapasitasnya sebagai pemuda yang bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.Â
Akan menjadi suatu hal yang membanggakan jika pemuda mampu menjadi generasi yang mengukir prestasi dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Dari berbagai portal berita yang saya baca ataupun tonton di TV, banyak dari mereka yang menciptakan suatu inovasi yang tentunya sangat bermanfaat dan mampu menghasilkan keuntungan.Â
Hal inilah yang patut diacungi jempol, karena pada dasarnya berkarya menjadi salah satu upaya dalam mengatasi penyimpangan sosial bagi para pemuda.Â
Namun di sisi lain, tidak sedikit pemuda yang berulah dengan melakukan penyimpangan yang berakhir kurungan penjara. Jika para pembaca mungkin sering menonton acara The Police ataupun 86, banyak sekali kita lihat para pemuda yang melakukan perilaku menyimpang.Hal ini tentunya sangat berkontradiksi dengan fungsi eksistensi dari pemuda itu sendiri, yakni melanjutkan cita-cita mulia bangsa.
Kondisi pandemi Covid-19 dalam konteks positif, tidak menghalangi para pemuda berlomba-lomba untuk mengukir prestasi dan menciptakan suatu inovasi yang kreatif, namun di sisi lain dalam konteks negatif, pandemi ini juga tidak menghalangi kaum pemuda yang tidak bertanggungjawab untuk berperilaku menyimpang.Â
Hal inilah yang tentunya menimbulkan pertanyaan di benak kita; Apa motivasi mereka tetap mampu berkarya di tengah pandemi? Tapi mengapa justru di masa pandemi ini masih saja banyak pemuda yang melakukan penyimpangan sosial?Â
Apakah ada seseorang dengan latar belakang pernah melakukan perilaku menyimpang namun pada akhirnya dia mampu berkarya bagi bangsa? Semoga artikel ini bisa menjawab beberapa pertanyaan ini. Berbicara tentang pemuda tentu tak bisa lepas dari berbagai hal, termasuk perilaku sosial mereka, baik itu dalam segi positif, maupun negatif.Â
Terlebih di masa pandemi seperti ini yang sempat membatasi ruang gerak mereka untuk bertatap muka secara langsung, beragam cara dapat dilakukan para pemuda dalam mengisi waktu luang disamping kegiatan utama  mereka yang mungkin belajar ataupun bekerja yang tentunya berbeda antarindividu. Misalnya dengan berkarya dengan menciptakan suatu inovasi yang selain mampu menghasilkan "cuan", dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.Â
Seperti kisah Pemuda Karang Taruna Jatibening yang dikutip dari https://kemensos.go.id/ ,dimana mereka berhasil membudidayakan tanaman sayur hidroponik dan menjadikannya sebagai pusat edukasi hidroponik di Kota Bekasi dengan nama Karang Bening Hydrofarm serta  memberdayakan minyak jelantah yang nantinya akan disetor ke Bank Minyak Jelantah dan mulai dijual ke masyarakat dengan harga Rp3.000/kilo. Hal ini tentunya bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, para pemuda untuk terus berkarya dan menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
Lalu, sebenarnya apa definisi dari berkarya itu sendiri? Berkarya menurut KBBI didefinisikan sebagai mencipta (mengarang, melukis dan sebagainya); Mempunyai pekerjaan tetap; dan Berprofesi.Â
Jadi, berkarya merupakan usaha menciptakan sesuatu dari hasil pemikiran kita yang diolah agar nantinya menghasilkan suatu yang bisa dinikmati ataupun digunakan oleh semua orang. Banyak pemuda yang tetap mau berkarya waaupun terhambat oleh adanya pandemi ini dikarenakan adanya motivasi diri dan keinginan yang kuat untuk maju dan menggapai cita-cita yang diinginkan melalui berkarya.Â
Dalam hal ini, karya tidak hanya dalam bentuk seni rupa seperti musik, foto, lukisan, atau apapun; namun sesuatu yang juga memang bermanfaat bagi banyak orang.Â
Dari kisah inspirasi diatas, kita bisa belajar bahwa sebuah karya juga dapat berupa tanaman sayur hidroponik yang justru menjadi pusat edukasi tanaman hidroponik bagi warga Bekasi dan juga melayani instalasi hidroponik yang tentunya menghasilkan keuntungan yang cukup besar; patut dijadikan inspirasi bagi kita sebagai kawula muda agar terus produktif dalam berkarya. Pada intinya, berkarya tidak harus dilakukan oleh orang-orang dengan title "seniman", namun bisa dilakukan oleh para pemuda, dengan menciptakan berbagai karya yang tentunya berguna bagi bangsa Indonesia.Â
Akan tetapi, tidak sedikit pemuda yang justru meluangkan waktunya di masa pandemi untuk melakukan penyimpangan sosial yang dampaknya sangat meresahkan masyarakat. Menurut KBBI, penyimpangan merupakan Proses, cara, perbuatan menyimpang atau menyimpangkan; Tindakan di luar ukuran (kaidah) yang berlaku. Jadi.Â
Penyimpangan sosial dapat diartikan sebagai suatu perbuatan oleh individu maupun kelompok yang melanggar norma atau kaidah dan nilai yang berlaku di masyarakat. Pada masa pandemi ini, penyimpangan sosial justru meningkat cukup besar dimana kaum muda menjadi sumbangsih terbesar dalam berbagai kasus penyimpangan sosial ini dan penyimpangan sosial yang sering dilakukan seperti narkoba, begal, tawuran, curanmor, dsb.
Bapak Aam Bustaman pun selaku Pengurus Dewan Pengurus Pusat (DPP) Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (Artipena) Â mengungkapkan bahwa 27% pengguna narkoba di Indonesia dari kalangan pelajar dan mahasiswa dimana hal tersebut merupakan jumlah yang cukup besar. Kemudian adanya kasus pembegalan oleh kelima orang pemuda daerah Manggarai yang terjadi pada 7 September lalu dimana salah satu pelakunya masih di bawah umur bahkan hasil uang kejahatannya diguntuk menyewa 4 PSK membuat kita semua yang mendengarnya terheran-heran. Mengapa bisa ada di pikiran mereka untuk melakukan aksi tidak bertanggungjawab tersebut, ditambah uang hasil kejahatan yang mereka lakukan justru dipakai untuk melakukan penyimpangan sosial? Penyimpangan sosial sendiri dapat disebabkan karena adanya 2 faktor, yakni internal dan eksternal.Â
Internal yang terutama berasal dari keluarga, yakni karena adanya faktor perceraian kedua orangtua dari para pemuda yang mengakibatkan mereka mencari kesenangannya sendiri akibat kurangnya dukungan baik materiil maupun moral dari kedua orangtuanya sehingga memilih jalan yang salah, yaitu terjerumus ke dalam lingkaran penyimpangan sosial berupa obat-obatan terlarang, tawuran, dll. Selain itu juga karena adanya faktor ekonomi memaksa mereka untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Sementara faktor eksternal bisa disebabkan karena salahnya lingkup pergaulan yang dipilih seorang pemuda sehingga ia bisa terjerumus ke dalam penyimpangan sosial.
Adanya dua sisi dari pemuda yang saling berkontradiksi ini menyadarkan kita bahwa pemuda memang memiliki caranya sendiri dalam meluangkan kegiatannya di masa pandemi seperti ini, namun hendaknya kita sebagai kaum muda juga perlu memahami bahwa hal yang dilakukan pun harus yang positif, yakni dengan berkarya, bukan dengan melakukan penyimpangan sosial yang merugikan diri sendiri maupun orang lain, bahkan bisa meresahkan masyarakat yang tentunya berakhir dengan hukuman penjara. Namun, pernahkah terlintas di benak kita apa ada pemuda pelaku penyimpangan sosial yang akhirnya "pindah haluan" dengan berkarya? Jawabannya tentu ada. Kita bisa melihat dari sosok Zainal Abidin.Â
Dia merupakan mantan narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Jakarta yang pernah terjerat kasus narkoba pada tahun 2009 dengan kurungan penjara selama 4 tahun 1 bulan dimana selama dipenjara inilah dia mendapat pelatihan keterampilan dari Bapas dalam membuat roti dan setelah bebas justru karirnya semakin meningkat dimana dia bekerja sebagai baker di salah satu perusahaan roti dan kue terbesar di Indonesia, yakni Holland Bakery yang sebelumnya dia bekerja di toko service handphone tanpa skill membuat kue atau roti yang mumpuni.Â
Bahkan saat ini Zainal Abidin dipercaya untuk melatih pegawai perusahaan tersebut untuk membuat roti/kue dan hal ini benar-benar membuatnya sangat bersyukur bisa mendapat pelatihan keterampilan dalam membuat roti dan kue selama mendekam di Lapas Narkotika Jakarta.
Pengalaman Zainal Abidin sebagai seseorang yang pernah melakukan penyimpangan sosial dan akhirnya mampu berkarya dengan menjadi seorang baker di salah satu perusahaan besar tentu sangatlah membanggakan dan menginspirasi, dimana tentunya dalam perjalanan karirnya menjadi seorang baker terdapat lika-liku dan tantangan yang harus dihadapinya, seperti stereotip masyarakat terhadap dirinya dengan status mantan narapidana yang menjadi tantangan tersendiri dalam meraih kesuksesan, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap maju dan terus bekerja keras dengan tetap bersemangat mengikuti pelatihan keterampilan membuat roti dan kue selama berada di Lapas hingga akhirnya sukses bekerja di Holland Bakery.Â
Hal ini menunjukkan bahwa pemuda yang pernah melakukan penyimpangan tetap bisa berkarya asalkan ada motivasi tinggi dan kemauan dalam dirinya untuk maju dan berkarya bagi lingkungan sekitar, bahkan bangsa dan negara.
Hendaknya di masa pandemik ini kita, pemuda, sebagai generasi penerus bangsa hendaknya mampu menciptakan perubahan yang positif bagi masyarakat dan negara dengan melakukan sesuatu yang bermanfaat yaitu salah satunya dengan berkarya; yaitu usaha menciptakan sesuatu yang kreatif dan inovatif sehingga karya tersebut tidak hanya dinikmati namun juga bisa berguna bagi masyarakat.Â
Inovasi para pemuda karang taruna Jatibening dalam menciptakan tanaman sayur hidroponik hanyalah satu dari sekian kisah inspiratif untuk mengisi kegiatan pemuda di tengah pandemi ;bukan dengan melakukan kegiatan yang dapat merusak tatanan moral bangsa seperti narkoba, tawuran, aksi begal, seks bebas, dll. Bahkan seperti yang diberitakan dalam berbagai media massa bahwa kabarnya kasus penyimpangan sosial, terlebih tindak kriminalitas semakin meningkat di masa pandemi, terutama di kalangan generasi muda.Â
Hal ini sungguh miris dimana seharusnya pemuda sebagai ujung tombak harapan bangsa dalam meneruskan cita-cita mulia justru melakukan tindakan yang merusak nilai dan moral bangsa. Pernahkah kita berfikir bahwa jika perilaku generasi muda seperti ini, mau dibawa kemana bangs ini?Â
Jadi, mari kita sebagai kaum pemuda terus isi hari-hari kita dengan kegiatan yang positif dengan berkarya, bukan berperilaku menyimpang. Hentikan Perilaku Menyimpang, Mari Berkarya!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H