Kurikulum Merdeka yang baru baru ini diterapkan di Indonesia sebagai upaya untuk membentuk generasi muda yang lebih siap menghadapi tantangan masa depan. Salah satu elemen utamanya adalah penguatan Profil Pelajar Pancasila yakni mencetak generasi yang memiliki karakter kuat, berpikir kritis, kreatif, dan berjiwa nasionalis. Profil Pelajar Pancasila mencakup enam dimensi utama:Â
1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak muliaÂ
2. MandiriÂ
3. Bergotong royongÂ
4. Berkebinekaan GlobalÂ
5. Bernalar kritis
6. KreatifÂ
Dengan fokus pada pengembangan karakter yang sejalan dengan nilai Pancasila, Kurikulum Merdeka menawarkan pendekatan yang lebih fleksibel dan inovatif. Namun dalam implementasinya, terdapat berbagai tantangan dan peluang yang perlu dicermati, baik oleh pendidik, siswa, maupun seluruh pemangku kepentingan.
Â
1. Penyesuaian dengan Kurikulum dan Bahan Ajar Kurikulum Merdeka mendorong kebebasan untuk menyusun materi pembelajaran sesuai kebutuhan siswa, tetapi hal ini juga memunculkan tantangan dalam hal kesesuaian materi dengan Profil Pelajar Pancasila. Banyak sekolah yang masih menyesuaikan bahan ajar yang mendukung penguatan karakter sesuai Pancasila dengan mata pelajaran yang ada. Padahal, untuk membentuk Pelajar Pancasila, pembelajaran tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga harus mengintegrasikan pengalaman nyata yang membentuk sikap dan perilaku siswa. Mengubah budaya dari hasil berorientasi hasil ke orientasi proses merupakan tantangan besar.
2. Kesulitan Mengukur Pendidikan KarakterÂ
Berbeda dengan penilaian akademis yang bisa diukur melalui tes atau ujian, penilaian karakter seperti gotong royong, kemandirian, dan tanggung jawab jauh lebih sulit untuk diukur. Evaluasi yang ada selama ini masih terlalu fokus pada angka dan prestasi akademik, sementara penilaian terhadap nilai nilai karakter sering kali diabaikan atau dianggap kurang penting. Metode penilaian yang efektif dan komprehensif perlu dikembangkan agar siswa tidak hanya dinilai dari aspek akademisnya, tetapi juga dari bagaimana mereka mempraktikkan nilai nilai Pancasila. Tanpa mekanisme yang jelas, penerapan Profil Pelajar Pancasila hanya akan menjadi formalitas tanpa pengaruh nyata terhadap karakter siswa
3. Ketimpangan sarana dan prasaranaÂ
Perbedaan kualitas sarana dan prasarana pendidikan di berbagai daerah di Indonesia menjadi tantangan dalam implementasi Profil Pelajar Pancasila. Sekolah sekolah di daerah terpencil seringkali tidak memiliki akses terhadap teknologi yang memadai, sumber belajar yang berkualitas, atau bahkan jumlah guru yang cukup. Sementara di kota besar, akses terhadap berbagai fasilitas pendidikan jauh lebih mudah. Ketimpangan ini berpotensi mempersulit pendidikan antara siswa perkotaan dan di pedesaan, sehingga penerapan Kurikulum Merdeka tidak merata.
4. Pembebanan Tugas yang terlalu Berat bagi siswa
Kurikulum Merdeka mengusung pembelajaran yang lebih mandiri dan fleksibel, tetapi banyak siswa merasa terbebani dengan tugas-tugas proyek yang diberikan. Sering kali, proyek yang dimaksud tidak dijalankan sesuai dengan semangat Kurikulum Merdeka, melainkan hanya menjadi pekerjaan tambahan yang membuat siswa merasa stres. Akibatnya nilai-nilai yang diharapkan muncul dari pembelajaran berbasis proyek seperti kemandirian dan kreativitas, justru tidak berkembang.
5. Pengaruh Globalisasi dan Media SosialÂ
Generasi muda saat ini hidup dalam Era digital yang sangat dipengaruhi oleh globalisasi dan media sosial. Siswa lebih sering terpapar budaya dan nilai-nilai luar yang mungkin bertentangan dengan nilai nilai Pancasila. Tantangan bagi sekolah adalah bagaimana menyeimbangkan pengaruh luar ini dengan pendidikan karakter yang berlandaskan Pancasila.
Nama penulis : Cindy Putri FerdiyantiÂ
Dosen pengampu : Natal Kristiono,S.Pd.,M.H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H