Mohon tunggu...
Cindy Cherya
Cindy Cherya Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswi President University

A law student who is passionate about learning new things

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penahanan dalam KUHAP, Sekilas Kasus Kakek Samirin

29 Januari 2020   09:40 Diperbarui: 29 Januari 2020   09:55 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain dituntut Pasal 107 huruf d UU Perkebunan, Kakek Samirin juga didakwa dengan Pasal 111 UU Perkebunan (memuat ancaman pidana paling lama 7 tahun penjara) terhadap perbuatan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari penjarahan dan/atau pencurian. Namun, hal ini juga menuai polemik dan patut dipertanyakan karena uraian dakwaan Pasal 111 UU Perkebunan yang dibuat oleh penuntut umum terhadap Kakek Samirin tidak relevan, karena Kakek Samirin sama sekali tidak melakukan penadahan. Padahal sesuai Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dinyatakan bahwa dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan, sehingga dakwaan penuntut umum menyertakan Pasal 111 UU Perkebunan cacat formil.

Bertolakbelakang dengan syarat objektif yang relatif lebih mudah dipahami, persoalan akan semakin rumit ketika menelaah mengenai syarat subjektif suatu penahanan. Hal ini dikarenakan sifatnya yang sangat elastis dan subjektif, bergantung pada penafsiran masing-masing penegak hukum yang pada akhirnya menyebabkan ketidakadilan bagi tersangka, sehingga penerapannya sangat berpotensi menyimpang dari tujuan pembentukannya dan sangat mungkin disalahgunakan oleh aparat penegak hukum. Dalam beberapa kasus, penegak hukum melakukan penahanan hanya sebatas formalitas dan karena diperbolehkan oleh Undang-Undang, bukan karena adanya kekhawatiran berdasarkan penilaian objektif, sehingga penahanan secara substansif tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam menanggapi konsekuensi yuridis tersebut, sebagai upaya untuk mengakomodir kepentingan tersangka atau terdakwa serta untuk mencegah lahirnya kekuasaan absolut aparat penegak hukum, KUHAP memberi pilihan dan saluran hukum bagi tersangka atau terdakwa untuk menangguhkan penahanannya. Penangguhan penahanan dalam KUHAP diatur pada Pasal 31 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi: "Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan".

Meskipun ketentuan penangguhan penahanan dengan dan atau tanpa jaminan dijamin dalam KUHAP, namun penangguhan penahanan tidak serta merta diberikan dan dikabulkan kepada semua orang yang mengajukan. Ketentuan mengenai penangguhan penahanan ini pun tidak luput dari kekurangan dan cenderung memancik suatu permasalahan baru bagi masyarakat pencari keadilan dan kepastian hukum. Dalam implementasinya, Pasal 31 ayat (1) KUHAP kurang memberi penjelasan terhadap pelaksanaan penangguhan penahanan. Penjelasan Pasal 31 ayat (1) KUHAP hanya menyebutkan, bahwa "yang dimaksud dengan "syarat yang ditentukan" ialah wajib lapor, tidak ke luar rumah atau kota".

Dari rumusan pasal tersebut, dapat diuraikan pula bahwa syarat tersangka atau terdakwa mendapat penangguhan penahanan adalah adanya permintaan dari tersangka atau terdakwa, permintaan penangguhan penahanan disetujui oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim (sesuai kewenangannya masing-masing) yang menahan dengan atau tanpa jaminan sebagaimana ditetapkan serta persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan. Ketentuan mengenai kriteria jaminan dalam syarat penangguhan penahanan diatur lebih lanjut pada Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun