Mohon tunggu...
Cindy Avierra
Cindy Avierra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

teruna penguntai kata didasarkan pada fakta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontradiksi Pertumbuhan Ekonomi: Ketimpangan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia

21 Maret 2023   04:54 Diperbarui: 21 Maret 2023   04:58 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator penting dalam menilai keberhasilan sebuah negara dalam mengembangkan perekonomian mereka. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya dianggap sebagai hal yang positif karena dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Namun, di Indonesia, terdapat masalah yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata malah memiskinkan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir memang terlihat cukup membanggakan. Di tengah ketidakpastian global, pada tahun 2019, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02%. Namun, dibalik angka tersebut, terdapat kenyataan yang tidak bisa diabaikan, yaitu ketimpangan antara masyarakat yang kaya dan masyarakat yang miskin semakin besar.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020, angka kemiskinan di Indonesia naik menjadi 10,19 juta orang atau sekitar 3,73% dari total penduduk Indonesia. Meskipun angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2019 yang mencapai 9,78%, namun masih terdapat lebih dari 10 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Tidak hanya itu, ketimpangan antara masyarakat yang kaya dan masyarakat yang miskin juga semakin besar. Lembaga Keuangan Swiss, Credit Suisse, telah mempublikasikan riset mengenai ketimpangan kekayaan di berbagai negara. Salah satunya adalah Indonesia. Indonesia termasuk dalam 9 besar negara dengan kesenjangan kekayaan antar warga, dan kesejahteraan yang tidak merata. Menurut riset tersebut, hanya ada 1 persen saja orang terkaya di Indonesia yang menguasai 49,3% kekayaan nasional. 

Konsentrasi kekayaan pada 1 persen orang terkaya di Indonesia ini merupakan yang terburuk keempat di dunia setelah Rusia (74%), India (58,4%), dan Thailand (58%). Selain itu, jika skala riset tersebut dinaikkan menjadi 10% orang terkaya, maka di Indonesia sendiri tingkat penguasaannya bisa mencapai 75,7% kekayaan nasional. 

Ketimpangan yang terjadi di Indonesia bisa menjadi suatu masalah serius dalam sistem perekonomian dalam negeri yang harus segera diselesaikan. Sementara itu, 50% penduduk termiskin hanya memiliki 5% dari total kekayaan nasional. Fenomena ini dapat terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang terjadi hanya terpusat pada sektor-sektor tertentu dan hanya memberikan manfaat bagi sebagian kecil masyarakat.

Salah satu sektor yang dianggap sebagai penyebab ketimpangan ekonomi ini adalah sektor tambang dan perkebunan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor tambang dan penggalian tercatat sebagai sektor dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan keempat tahun 2020, yaitu sebesar 10,21%. 

Namun, sektor ini hanya menyumbang sekitar 10% dari total lapangan kerja di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di sektor tambang tidak secara signifikan berdampak pada peningkatan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat.

Kegiatan ekonomi di sektor ini memang memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, di sisi lain, sektor ini juga menyebabkan degradasi lingkungan, kelangkaan sumber daya alam, dan pelanggaran hak asasi manusia. Masyarakat yang tinggal di sekitar tambang dan perkebunan seringkali tidak mendapatkan manfaat dari kegiatan tersebut, dan malah mengalami kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomi.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga dapat mengakibatkan naiknya harga-harga kebutuhan pokok. Kenaikan harga dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini tentu saja akan semakin memperparah ketimpangan ekonomi.

Lalu, bagaimana cara mengatasi masalah ini? Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang bersifat inklusif dan berkelanjutan, sektor ekonomi yang memiliki potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja. Sebagai contoh, sektor pariwisata dan kreatif memiliki potensi besar untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. 

Pengembangan pariwisata dan industri kreatif juga dapat memberikan manfaat yang lebih inklusif karena dapat melibatkan banyak orang dengan berbagai latar belakang dan skill. Contoh lainnya ialah pengembangan sektor pertanian yang juga dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat, terutama petani kecil. Dengan meningkatkan produksi pertanian dan memperbaiki akses pasar, petani kecil dapat meningkatkan pendapatannya dan mengurangi kemiskinan di pedesaan. 

Pemerintah juga dapat mengembangkan kebijakan yang lebih progresif untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi lebih inklusif dan berkelanjutan. Pada tahun 2021, Pemerintah Indonesia meluncurkan program Padat Karya Tunai (PKT) sebagai bagian dari program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang bertujuan untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia. Program PKT ini memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi dalam kegiatan padat karya tunai, di mana pekerja yang terlibat akan dibayar tunai dan menerima bantuan sosial dari pemerintah.

Program PKT ini diharapkan dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakat di daerah-daerah terdampak pandemi, mempercepat pemulihan ekonomi, dan memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang terkena dampak PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Selain itu, program ini juga berpotensi untuk meningkatkan inklusivitas ekonomi dengan memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang berada di pedesaan dan kota-kota kecil.

Melalui program ini, pemerintah Indonesia mengambil langkah yang progresif untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi lebih inklusif dan berkelanjutan, dengan memberikan insentif kepada perusahaan yang memprioritaskan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan dalam kegiatannya dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah terdampak.

Di sisi lain, masyarakat juga perlu lebih sadar akan pentingnya menjaga lingkungan dan mengembangkan ekonomi yang berkelanjutan. Masyarakat dapat mengambil inisiatif untuk mempromosikan praktik-praktik yang ramah lingkungan dan membantu pengembangan sektor ekonomi yang lebih inklusif, seperti dengan membeli produk lokal dan mendukung usaha kecil dan menengah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun