"Apa maksudmu mengatakan itu?"
Dia terpaku dengan alis mata kanan yang meninggi.
"Apakah tidak ada cara lain buatku bahagia denganmu selain menjadi dia?"
Aku menunduk. "Aku cuma mau melanjutkan kisah ini dengan caraku. Dengan aku yang apa adanya. Jika kamu tidak bisa menerima ngga apa-apa. Lebih baik aku pergi walau aku membawa luka."
Air mata mulai menetes seiring dengan berdesisnya angin, setiap helaian rambutku mulai berterbangan. Seketika semua dingin. Membeku dan tidak ada suara lain, selain angin yang cukup kuat.
Aku hanya ingin dihargai sebagaimana aku apa adanya. Segala harapan-harapan yang telah dia berikan semua sirna. Kenyataan cinta yang kudapatkan ternyata tak seindah yang dibayangkan. Segala pujian yang diucapkan membuatku terbang. Namun, setelah apa yang dia lakukan sekarang, dia telah menjatuhkanku yang telah terbang begitu tinggi. Yang tidak lain oleh karena dirinya sendiri.
Cinta itu tulus. Menerima dengan apa adanya. Karena apda dasarnya, sebuah hubungan dijalin oleh dua orang. Saling melengkapi dan menerima. Namun, jika aku selalu mendapatkan perbandingan dengan apa yang dia rasakan di masa lalu, aku mundur. Aku Cuma ingin menjalani hubungan apa danya. Bahagia dengan cara yang sederhana tanpa adanya perbandingan. Terlebih dengan orang di masa lalu. Itu sangat menyakitkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H