Saat mulai beranjak dewasa, Kartini harus terpaksa dipingit karena dirasa usianya sudah siap untuk memiliki seorang suami.
Perjuangan Kartini dimulai saat ia dipingit dan ia memikirkan cara untuk bisa keluar hingga sang kakak Sosrokartono (diperankan oleh Reza Rahardian) menawarkan kunci untuk ia bisa keluar.Â
Kartini lekas mengajak kedua adiknya untuk mendobrak nilai adat yang saat itu dianggap mendiskriminasi hak kaum perempuan.
Banyak konflik yang terjadi pada Kartini seperti banyaknya pertentangan terkait gerakan-gerakan feminisme yang ia lakukan.
Meskipun demikian, Kartini tak pernah menyerah, ia terus memperjuangkan haknya terutama di bidang pendidikan.
Ia membuka kelas untuk perempuan Jawa  untuk bisa membaca dan menulis. Kartini juga terus membuat tulisan agar ia bisa melanjutkan sekolah ke Belanda.
Meskipun akhirnya ia tetap harus menikah, namun Kartini tetap berhasil mendirikan sekolah untuk perempuan dan orang miskin atas dukungan suaminya.
Salah satu bentuk gerakan feminisme yang dilakukan oleh Kartini adalah ia memperjuangkan hak kebebasan bagi setiap perempuan dengan ia melawan setiap tradisi Jawa yang berlaku pada saat itu. Feminisme liberal ini adalah hak, kesempatan yang sama, karena sama-sama makhluk yang memiliki rasionalitas.
Dalam film Kartini juga menunjukkan adanya stereotipe yang ditujukan untuk kaum perempuan seperti jika perempuan memanjat pohon dan pagar kemudian jarik yang digunakan selalu ditarik keatas merupakan seorang wanita yang tomboi. Stereotipe perempuan dalam film ini sangatlah bersifat sempit.
Daftar PustakaÂ
Karim, A. (2014). Kerangka Studi Feminisme (Model Penelitian Kualitatif tentang Perempuan dalam Koridor Sosial Keagamaan). Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/60877-ID-kerangka-studi-feminisme-model-penelitia.pdf
Wahid, A. (2013). Gerakan Feminisme; Sejarah, Perkembangan serta Corak Pemikirannya. Diakses dari http://www.pmiigusdur.com/2013/11/gerakan-feminisme-sejarah-perkembangan.htmlÂ