Mohon tunggu...
Cindy Saputri
Cindy Saputri Mohon Tunggu... Lainnya - Lagi belajar menulis..

A girl with a thounsand dreams.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Profesionalisme Jurnalis di Era Digital Post-Truth

22 Oktober 2021   15:17 Diperbarui: 26 Oktober 2021   12:53 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Post truth merupakan era di mana suatu kebohongan bisa menjadi suatu kebenaran. 

Seorang jurnalis dituntut untuk melakukan fungsinya dengan benar dan memiliki nilai profesional dalam praktek kesehariannya.

Namun, dengan berkembangnya jaman dan semakin maju teknologi informasi dan komunikasi seperti hadirnya internet dan media sosial terkadang semakin membuat transparasi profesi jurnalisme semakin dipertanyakan.

Kehadiran media online membuat masyarakat lebih mudah dalam mendapatkan berita dan informasi. Hal ini membuat informasi yang tersebar menjadi sulit untuk dikendalikan.

Hal demikianlah yang menjadi awal dari hadirnya istilah post-truth dalam era digital.

Profesionalisme jurnalisme pada era digital mengalami penurunan. Hal ini dibuktikan dengan para jurnalis yang mengabaikan profesionalitasnya dan semakin sulit untuk bisa dipercayai seutuhnya. 

Menurut Henry (2007) profesionalisme jurnalisme diserang dari luar, diperas oleh konglomerat media yang lapar, pemerintahan, konvergensi teknologi media dan sebagainya.

Sejak tahun 2015 kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh para jurnalis terus mengalami peningkatan. Menurut data yang diperoleh dari Dewan Pers di tahun 2017 sebanyak 1.200 laporan pengaduan terkait pelanggaran kode etik yang dilaporkan kepada Dewan Pers. 

Bentuk pelanggaran yang sering dilakukan oleh para jurnalis adalah seringnya memberikan berita atau informasi informasi tanpa konfirmasi yang jelas sehingga kebenaran dari berita atau informasi tersebut masih dipertanyakan.

Hal inilah yang mendorong era post-truth hadir pada era digital seperti saat ini. Pada era post-truth tidak adanya batas antara kejujuran dan ketidakjujuran, kebenaran dan kebohongan serta fiksi dan nonfiksi semakin sulit untuk dibedakan.

Pada era post-truth, kebenaran dalam dunia jurnalistik semakin diambil alih oleh berita bohong/hoax yang masih tidak jelas akan kebenarannya.

 Ancaman yang hadir pada era post-truth kini makin bertambah yaitu dengan hadirnya fake and false news. 

Era Post-Truth dan Bahayanya 

Sumber gambar : TheConversation.com 
Sumber gambar : TheConversation.com 

Jika melihat sejarah post-truth yang dikemukakan oleh Kamus Oxford, post-truth pertama kali diperkenalkan oleh Steve Tesich di tahun 1992 yang terdapat dalam esainya berjudul "The Nation". 

Tesich menggunakan istilah post-truth pada esainya dengan mengangkat latar belakang politik dalam menjelaskan masalah Watergate (1972-1974),  Iran-Contra Scandal ( 1985-1987) serta Perang Teluk (1990-1991).  

Kemudian, pada tahun 2004 istilah post-truth muncul kembali dan digunakan oleh Ralph Keyes dengan membuat buku berjudul "The Post-truth Era". Dalam buku tersebut Keyes memberikan pandangannya mengenai kebohongan atau kecurangan semakin terjadi dan merata di era ketika dunia mulai dikendalikan oleh media (media-driven world).

Menurut data yang dikeluarkan oleh Kamus Oxford, istilah post-truth ini kemudian menyebar dengan luas di tahun 2016 serta menjadi "Word of The Year" .

Pada tahun ini penggunaan istilah post-truth mengalami peningkatan sebanyak 2000 persen dibanding tahun sebelumnya. 

Hal ini disebabkan oleh adanya peristiwa politik besar di dunia pada saat itu yaikni terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat dan keluargnya Inggris Raya dari Uni Eropa.

Pada era post-truth masyarakat bisa dengan sangat mudah mengambil data dari mana saja dan membuat kesimpulan menurut pandangannya serta keinginannya sendiri tanpa memperhatikan kebenaran atau validitas.

Selain ditandai dengan maraknya hoax yang beredar, era post-truth juga ditandai dengan adanya ketidakpastian media dan jurnalisme khususnya dalam menghadapi pernyataan bohong yang dilakukan oleh pihak politisi.

Hal ini dibuktikan dengan berita bohong yang membahas tentang Donal Trump. 

Dari berita-berita bohong tersebut membuat nama Trump semakin dikenal hingga membuatnya memenangkan pemilu melalui kebohongan.

Praktik post-truth juga bisa ditemukan di Indonesia dan dikendalikan oleh pihak yang memiliki pengaruh/kekuasaaan. Dalam membuat opini yang sesuai dengan kepentingan diri masing-masing. 

Jika kalian ingat, pada pemilu yang diselenggarakan tahun 2019 lalu, jurnalis serta para pendukung Prabowo Subianto memberikan statement bahwa pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memenangkan pemilu tersebut. Namun faktanya, hasil perhitungan akhir suara belum selesai.

Berbagai bahaya yang ditimbulkan dari post-truth yaitu : 

1. Menyebarluaskan berita/informasi yang tidak benar seolah hal tersebut benar

2. Mengabaikan data dan fakta 

3.  Memberikan keuntungan sepihak 

Profesionalisme Jurnalis dan Re-Branding Media 

"Journalism used to be good, but now it is bad" salah satu ungkapan yang mengartikan bahwa jurnalisme mengalami penurunan karena adanya jurnalis yang mengabaikan profesionalitasnya dan tidak memiliki komitmen terhadap profesionalisme. 

Semakin banyak ditemukan jurnalis yang mulai mengabaikan nilai profesionalitas. Salah satu penyebabnya karena adanya pengaruh dan tuntutan dari perusahaan media. 

Namun masih banyak ditemukan berbagai dukungan dari organisasi media terhadap praktek jurnalistik untuk bisa sesuai dengan norma. Dengan adanya dukungan ini berhasil untuk mampu memelihara profesionalisme para jurnalis.

Banyak perusahaan media yang mulai sadar akan posisi mereka yang kian terancam akibat dari penurunan publik akan media di era post-truth ini. 

Hal ini membuat media untuk melakukan berbagai inovasi guna mengembalikan kembali kepercayaan masayarakat. Salah satu strategi yang dilakukan adalah membuat branding media yang lebih bisa untuk dipercaya.

Perusahaan media mulai menegakkan kembali nilai profesionalisme jurnalisnya.

Salah satu media raksasa di Indonesia Kompas.com melakulan re-branding secara khusus supaya dapat dikenal sebagai media yang bisa dipercaya. 

Kompas.com menyadari bahwa era post-truth ini merupakan sebuah panggilan baru bagi para pelaku media untuk mencari dan menemukan kebenaran. 

Para jurnalis harus bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa media pada dasarnya harus memberitakan sesuai dengan kebenaran dan nilai jurnalistik.

Oleh karena itu, Kompas.com juga membuat tagline baru yaitu "jernih melihat dunia". Hal ini juga merupakan upaya yang dilakukan untuk menyebarkan kebenaran di era post-truth.

Kompas.com menegaskan bahwa mereka akan selalu berusahan untuk mencari kebenaran dengan melakukan riset, observasi serta verifikasi supaya pandangan bisa menjadi lebih jernih, penghargaan dari adanya perbedaan semakin mengemuka dan harapan semakin bisa untuk bertumbuh.

Tak hanya media Kompas.com, media Detik.com juga mengalami imbas dari era post-truth ini. 

Detik.com juga melakukan upaya dalam mengurangi maraknya berita hoax yang beredar. Secara tidak langsung, Detik.com mendeklarasikan dirinya untuk membantu masyarakat dalam melakukan verifikasi akan kebenaran setiap berita maupun informasi yang mereka terbitkan.

Kamus Oxford menyebutkan bahwa pada era post truth ini merupakan kondisi di mana fakta yang tidak terlalu memiliki pengaruh dalam pembentukan opini publik jika dibandingkan dengan emosi dan keyakinan individu. 

Hal ini memiliki maksud bahwa post-truth ini masyarakat lebih percaya dan menganggap benar seruan, ajakan, hasutan dan propaganda dari pihak-pihak tertentu yang didasari pada emosi dan kesamaan perasaan tidak peduli hal tersebut benar atau tidak.

Dengan menurunnya profesionalisme jurnalis, maka kepercayaan masyarakat kepada media massa akan mengalami penurunan. Dengan demikian, sangat diperlukan profesionalisme jurnalis untuk melawan berita bohong di era post-truth.

Para jurnalis harus membimbing masyarakat supaya tidak mengikuti arus bahaya dari era post-truth ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun