Mohon tunggu...
Cindy Ismantara
Cindy Ismantara Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswi Trisakti School of Management

Hi Everyone! Have a great day!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pembelajaran Pentingnya Budaya Risiko dari Kasus Erupsi Gunung Semeru

13 Desember 2021   18:26 Diperbarui: 13 Desember 2021   18:41 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Sabtu, 4 Desember 2021 menjadi catatan historis baru di mana erupsi Gunung Semeru kembali terjadi. Peristiwa ini mengakibatkan dua kecamatan di Kabupaten Lumajang hampir terkubur oleh material lahar dan bebatuan, yakni Kecamatan Candipuro dan Kecamatan Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur. 

Selain itu, wilayah di sekitarnya terkena paparan hujan abu vulkanik yang cukup lebat. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat korban jiwa di mana 43 orang tewas, sementara 22 orang dinyatakan hilang, 114 lainnya mengalami luka-luka dan 6.542 warga lainnya harus mengungsi. 

Selain itu, dilaporkan juga bahwa terdapat 2.970 rumah rusak dan 3.026 hewan ternak mati. Kerusakan lainnya mencakup 42 unit sarana pendidikan, 17 sarana ibadah, 1 fasilitas kesehatan, dan 1 jembatan. Jembatan tersebut yakni Jembatan Gladak Perak sebagai penghubung Lumajang -- Malang yang terputus. Warga pun terpaksa harus dievakuasi guna mencegah bertambahnya korban jiwa. Dampak dari erupsi kali ini merupakan salah satu yang terbesar dalam lintasan sejarah letusan Gunung Semeru.

Jika dilihat data historis, kejadian erupsi Gunung Semeru ini bukan yang pertama kali, bahkan sudah beberapa kali terjadi. Selain itu, tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia tergolong negera rawan bencana, mulai dari banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, gunung meletus hingga putting beliung. 

Hal ini karena posisi tanah air kita yang dikelilingi oleh cincin api (ring of fire) Pasifik dan ada di atas tiga lempeng benua, yakni Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara dan Pasifik dari timur.

Dengan pemahaman tersebut dan pengalaman dari berbagai bencana yang terjadi, mengapa masyarakat Indonesia masih tampak mengabaikan risiko ini? Kemudian ketika sudah tiba waktunya bencana terjadi, semua baru panik dan bingung harus berbuat apa. Padahal sudah sangat jelas bahwa risikonya bukan hanya harta benda, namun nyawa menjadi taruhannya. Di mana manajemen risiko bencana di Indonesia? 

Semua berasal dari BUDAYA RISIKO. Oleh karena itu, edukasi penting untuk dilakukan guna membangun kesadaran masyarakat, mengubah budaya apatis risiko menjadi budaya peduli risiko. Jika tidak, kesalahan yang sama dan kerugian besar akan terus berulang setiap bencana terjadi.

We cannot stop natural disasters but we can arm ourselves with knowledge. So many lives wouldn't have to be lost if there was enough disaster preparedness. -- Petra Nemcova

Berdasarkan kasus erupsi Gunung Semeru tersebut, berikut dirangkum analisis kejadian risiko.

Kejadian Risiko

Kejadian risiko yang akan dianalisis pada peristiwa ini adalah kerusakan infrastruktur. Tak dapat dipungkiri, bencana alam apa pun jenisnya, selain risiko kehilangan nyawa, sedikit banyaknya pasti berdampak pada kerugian material, salah satunya adalah rusaknya infrastuktur. 

Infrastruktur yang telah dibangun oleh pemerintah, seperti jalan raya, saluran irigasi, jembatan dan berbagai bangunan lainnya memiliki risiko kerusakan yang tinggi tergantung besar kecilnya bencana yang dihadapi, di mana dalam kasus ini adalah erusi Gunung Semeru. 

Tentunya hal ini menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar karena harus melakukan pembangunan ulang terhadap infrastruktur yang rusak. 

Seperti disampaikan oleh media massa bahwa 42 unit sarana pendidikan, 17 sarana ibadah, 1 fasilitas kesehatan, dan 1 jembatan mengalami kerusakan. Maka, masih ada risiko kerusakan infrastruktur yang bisa terjadi, mengingat erusi Gunung Semeru ini bisa terjadi kembali.

Konteks Risiko dan Risk Owner

Konteks risiko dari kasus ini adalah Erupsi Gunung Semeru, dengan pemilik risikonya adalah Pemerintah. Sehingga, peristiwa bencana alam erupsi Gunung Semeru ini akan dianalisis lebih lanjut berdasarkan sudut pandang pemerintah.

Identifikasi Risiko

Tujuan -- Pemerintah pasti mengharapkan bahwa infrastruktur yang sudah dibangun dengan biaya yang cukup besar dapat digunakan oleh masyarakat dengan jangka waktu lama sehingga dana yang dikeluarkan tidak lebih dari APBN yang sudah direncanakan. Oleh karena itu, perekonomian Indonesia dapat berjalan dengan baik.

Periode Identifikasi Risiko -- 2021/2022

Kejadian Risiko -- Kerusakan infrastruktur.

Akar Penyebab -- Erupsi Gunung Semeru, di mana dengan kemampuan pengelolaan bencana yang rendah, kemungkinan kerusakan infrastruktur akan semakin tinggi terjadi dan semakin besar kerugian yang harus dihadapi. Peran penting mitigasi terletak pada besarnya dampak bencana yang dapat ditekan dan minimnya kerugian finansial akibat bencana. Sayangnya, sistem mitigasi bencana di Indonesia cenderung tidak dilakukan dengan serius.

Indikator Risiko -- Rendahnya budaya risiko masyarakat Indonesia. Mayoritas masyarakat Indonesia cenderung mengabaikan risiko bencana alam, karena merasa peristiwa tersebut jarang terjadi. Sehingga, ketika bencana alam tersebut terjadi, masyarakat menjadi gagap dan bingung bagaimana menghadapi kejadian tersebut. Alhasil, tindakan penanganan menjadi lamban dan mengakibatkan semakin parahnya kerusakan infrastruktur dan kerugian yang dialami pun semakin besar.

Faktor Positif -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi ESDM telah melakukan pemutakhiran peta kawasan rawan bencana sekitar Gunung Semeru, peluncuran pendanaan inovatif berupa dana bersama (polling fund bencana/PFB) melalui PP Nomor 75 Tahun 2021 yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan fiskal dalam menanggulangi dampak bencana.

Dampak kualitatif -- Kerusakan infrastruktur akibat bencana erupsi Gunung Semeru ini pastinya berdampak terhadap perekonomian Indonesia, di mana dana APBN yang dapat digunakan untuk keperluan lain terpaksa harus dialokasikan untuk penanggulangan bencana dan perbaikan infrastruktur.

Analisis Risiko

Probabilitas dari kerusakan infrastruktur yang disebabkan oleh erusi Gunung Semeru ini adalah 3 (sedang) dengan dampak 4 (berat) karena kerugian yang dialami akan sangat besar dari sisi ekonomi dan meraup APBN yang sangat besar. Maka, skor risiko inherent adalah 12 sehingga tingkat risiko inherent untuk risiko tersebut adalah high risk. Ada pun probabilitas risiko inherent kualitatif adalah 75% dengan dampak financial risiko inherent mencapai estimasi Rp25 triliun rupiah, sehingga diperoleh nilai bersih risiko inherent adalah Rp.18.750.000.000.000.

Perlakuan Risiko

Untuk perlakuan risiko dilakukan dengan strategi mitigasi dengan penanganan risiko yang dapat dilakukan adalah sosialisasi mitigasi bencana alam ke masyarakat guna meningkatkan budaya risiko. Dengan demikian, diharapkan masyarakat menjadi lebih peduli dan sadar akan bahaya bencana jika sampai terjadi dan memahami bagaimana penanganan yang tepat sehingga kerugian dapat diminimalisir. 

Ada pun penanganan yang telah dilakukan adalah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi ESDM telah melakukan pemutakhiran peta kawasan rawan bencana sekitar Gunung Semeru, peluncuran pendanaan inovatif berupa dana bersama (polling fund bencana/PFB) melalui PP Nomor 75 Tahun 2021 yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan fiskal dalam menanggulangi dampak bencana. 

Untuk biaya penanganan risiko yang diperlukan estimasi adalah Rp10 milyar. Dengan penanganan risiko yang dilakukan, maka diperoleh risiko residual dengan probabilitas 2 (kecil) dan dampak 3 (sedang) sehingga didapatkan skor 6 yang merupakan medium risk. Ada pun probabilitas risiko residual kualitatif 30% dengan dampak finansial risiko residual diestimasi sebesar Rp4 triliun rupiah, sehingga diperoleh nilai bersih risiko residual sebesar Rp1,2 triliun rupiah.

Berdasarkan hasil analisa di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan risiko yang ada di sekitar kita. Budaya risiko merupakan hal krusial yang perlu dibentuk dalam diri setiap manusia. Terlebih lagi ketika berhadapan dengan bencana alam, di mana peristiwa ini berpotensi besar untuk mengancam nyawa manusia. Biarlah masing-masing kita dapat menjadi contoh bagi sesama, karena yang banyak terjadi adalah semua saling mengabaikan dan berefek domino terhadap keseluruhan kehidupan manusia. Risiko yang ada di depan kita belum terlambat untuk diminimalisasi, jika kita peduli dan sadar akan bahaya, dan mau untuk bertindak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun