CAHAYA DI LANGIT JIWA
Ahmad Gusairi
Ibu bagaikan hujan pertama di musim kemarau
Menyirami jiwa gersang dengan kasih abadi
Kehadirannya seperti fajar selalu datang tanpa meminta
Menghangatkan hati yang dingin dalam pelukan sunyi
Dahulu, Tangannya seperti doa yang melayang
Memeluk malam dengan lembut memadamkan resah
Tiap kata-katanya bagai melodi angin di pucuk bambu
Menuntun langkah kecilku di jalan tak berujung
Kini, ia telah menjadi bayang di langit jiwa
Namun cintanya tetap menyala seperti bintang
Meski tak lagi hadir di sela napas yang fana
Ia adalah bisik lembut di setiap doa malam
Ibu bagaikan mata air tanpa dasar
Memberi tanpa henti, tak berharap kembali
Darah dan keringatnya adalah tinta kehidupan
Menuliskan cerita cinta tanpa jeda
Setiap ingatan tentangnya adalah jendela
Terbuka pada hamparan pengorbanan
Ia mengajariku bahwa hidup adalah memberi
Meski terkadang harus kehilangan diri sendiri
Kini, kutitipkan rinduku pada angin
Agar sampai pada cakrawala yang memeluknya
Ibu, engkau telah pergi dari dunia ini,
Namun jiwamu, cintamu, adalah keabadian
Ibu jadi inspirasi tak bertepi
Meski ia tiada, hatinya tetap hidup di dadaku
Seperti pohon yang akarnya menghujam bumi
Memberi naungan perjalan hidup
(Toboali, 12 Desember 2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H