Ketika aku sudah memberi cinta, maka akan aku berikan apapun.
Saat orang lain sampaikan tidak ada di dunia ini yang sempurna. Aku coba lakukan. Karena aku yakin sempurna itu ada di dalam kamus kehidupan setiap umat manusia.
Aku pernah jatuh, tapi aku ingat untuk bangun.
Aku pernah hampir lumpuh tapi aku paham bahwa hidup bukan hanya sekadar membenci manusia-manusia yang tak sepaham dengan kita.
Bapak selalu ajarkan hal yang sama, apapun yang terjadi jalani saja dengan baik bahkan pada saat yang sangat tidak kamu harapkan pun jangan pernah berhenti berjalan.
Gila sih, Bapak ini hebat.
Bisa-bisanya disakiti berulang kali bisa tegar berdiri. Bisa-bisanya setelah kesekian kali masih bisa kembangkan senyum.
Andai saja Bapak masih ada, akan aku peluk erat lalu aku sampaikan perjalananku hingga hari ini.
Mungkin aku salah jalan, atau mungkin aku kurang peka dengan hatiku sendiri atau mungkin saja aku tidak meminta izin pada Bapak atau pada Tuhan saat aku memulai jalan baru di setiap tahap kehidupanku.
Kata Bapak, aku itu kuat.
Bahkan saking kuatnya, Bapak sulit sekali mengendalikan aku. Harus dengan penjelasan yang luas untuk meyakinkan aku bisa sepaham dengan Bapak.
Tapi kali ini akhirnya datang juga.
Waktu yang aku tak pernah harapkan datang.
Terik matahari sudah mengingatkan aku untuk diam di rumah. Sekadar mendinginkan kepala, berdoa yang kuat agar Tuhan mengizinkan segala doa dapat tercipta dengan baik.
Banyak hal yang tidak baik terjadi akhir-akhir ini.
Aku kehilangan masa depanku.
Setidaknya hingga Tuhan izinkan ada manusia yang memiliki upaya sedikit untuk memanusiakan aku yang sudah setengah manusia.
Aku kehilangan peganganku, setidaknya ketika aku yakin bahwa sebenarnya Bapak telah memberikan tongkat estafetnya untuk menjagaku dengan baik
Aku masih mencari.
Aku itu pintar lo.
Pintar untuk menyembunyikan kekalutan perasaan.
Aku bisa tertawa lepas saat hati hancur luar biasa.
Aku bahkan bisa jadi pusat perhatian orang-orang untuk mengumbar lawak saat nadiku hampir saja putus
Kemudian setelah segelas kopi jeruk ini aku nikmati dengan dalam.
Dadaku sedikit hangat dan berubah panas.
Aku tak kuasa. Akhirnya aku pun jatuh.
Saat hidup tidak lagi bisa memberikan pilihan.
Aku dipaksa untuk terus berjalan, sementara hati sudah tak mengizinkan dan kemudian otak ku sudah tidak bisa berpikir dengan baik.
Aku menyerah.
Saat aku tidak memiliki seorangpun yang bisa ku ajak bicara.
Aku bingung.
Saat aku sedang dalam titik terendahku sebagai pencari rupiah, aku tidak bisa lagi untuk menahan marah, kesal, nangis dan segala hal yang selama ini aku simpan rapi di balik senyum dan canda tawaku di meja kerjaku setiap harinya.
Kepalaku sakit luar biasa saat aku paksa untuk berdamai dengan segala hal yang ada di depanku.
Bathinku di serang dari arah yang tidak aku duga.
Aku kalah
Aku menyerah
Pada akhirnya aku yang selalu berjuang untuk bisa bertahan di ketegaran yang Bapak wariskan, ternyata hanyalah seorang manusia yang tak berdaya upaya.
Tuhan,
Tidakkah baik untukku jika saja Engkau siapkan satu orang terbaik menurut-Mu yang mungkin dengan menatapnya saja bisa membuat kegundahan hatiku lenyap seketika.
Tidakkah cukup bagiku, jika saja Engkau berikan aku sepasang mata yang tanpa kata pun aku tahu bahwa aku akan baik-baik saja.
Tidakkah aku boleh meminta, aku membutuhkannya dan ketahuilah bahwa aku kesepian...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H