Aku kehilangan masa depanku.
Setidaknya hingga Tuhan izinkan ada manusia yang memiliki upaya sedikit untuk memanusiakan aku yang sudah setengah manusia.
Aku kehilangan peganganku, setidaknya ketika aku yakin bahwa sebenarnya Bapak telah memberikan tongkat estafetnya untuk menjagaku dengan baik
Aku masih mencari.
Aku itu pintar lo.
Pintar untuk menyembunyikan kekalutan perasaan.
Aku bisa tertawa lepas saat hati hancur luar biasa.
Aku bahkan bisa jadi pusat perhatian orang-orang untuk mengumbar lawak saat nadiku hampir saja putus
Kemudian setelah segelas kopi jeruk ini aku nikmati dengan dalam.
Dadaku sedikit hangat dan berubah panas.
Aku tak kuasa. Akhirnya aku pun jatuh.
Saat hidup tidak lagi bisa memberikan pilihan.
Aku dipaksa untuk terus berjalan, sementara hati sudah tak mengizinkan dan kemudian otak ku sudah tidak bisa berpikir dengan baik.
Aku menyerah.
Saat aku tidak memiliki seorangpun yang bisa ku ajak bicara.
Aku bingung.
Saat aku sedang dalam titik terendahku sebagai pencari rupiah, aku tidak bisa lagi untuk menahan marah, kesal, nangis dan segala hal yang selama ini aku simpan rapi di balik senyum dan canda tawaku di meja kerjaku setiap harinya.
Kepalaku sakit luar biasa saat aku paksa untuk berdamai dengan segala hal yang ada di depanku.
Bathinku di serang dari arah yang tidak aku duga.
Aku kalah
Aku menyerah
Pada akhirnya aku yang selalu berjuang untuk bisa bertahan di ketegaran yang Bapak wariskan, ternyata hanyalah seorang manusia yang tak berdaya upaya.