Ah...
Aku kehilangan arah dalam waktu yang bersamaan. Sungguh aku tidak siap. Aku bisa gila. Dan ternyata memang aku menjadi gila. Belum kutemukan obatnya. Semoga aku segera sembuh.
Rasa kangen yang begitu dalam.
Di kursi coklat di depan pintu samping rumah Mama. Kuteguk teh panas yang sering disajikan Mama untuk Bapak.
Senyum Bapak manis sekali. Senyum yang sering kudapati di dalam mimpi saat menenangkanku untuk selalu sabar dan ikhlas.
"Aku tidak kuat Pak. Aku lelah seperti ini. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Rasanya semua hariku isinya penipuan. Atau mungkin aku yang tertipu."
Bapak tidak salah jika Bapak bilang aku anak yang kuat. Aku kuat kok Pak, buktinya Allah saja masih kasih ujian hingga sekarang sementara aku menangis hampir tiap malam.
Itu pertanda aku kuat atau tidak ya?
Aku pamit.
Kuambil wudhu, bersiap cerita pada Tuhan. Saat ini tak seorangpun yang aku percaya selain Sang pemilik.
Untuk ketiga kalinya. Aku merasakan. Tiba-tiba menyeruak hebat.
Hatiku perih, sakit sekali. Hari itu aku banyak tertawa. Bahkan aku menjadi inspirasi beberapa orang. "Hei, beri tahu kami dong, bagaimana caranya Bahagia setiap saat?" Aku tertawa.
"Tuh kan.Kamu itu kapan saja di mana saja selalu tertawa."
Mereka lupa bahwa dunia ini adalah tempatnya drama. Untuk apa aku berbagi kesedihan, karena aku tahu yang menyelesaikan kesedihanku ya diriku sendiri.
Hingga malam ini, Tuhan masih memberi teka teki atas hari perih dan terlampau sakit ini.
Sedikit aku paham.
Namun seseorang berkata Kembali.
"Ikhlas. Tuhan punya jalan terbaikNya"
Kutunggu jawabanMu. Jawaban penuh makna, yang aku sangat yakin akan memberiku Bahagia lahir dan bathin.