5 meni saat aku pergi hatiku terlampau sakit. Tak kutemukan jawaban hingga akhirnya pesan singkat masuk di handphoneku.
"Semua anak mama ditunggu di Rumah Sakit!"
Aku linglung, aku limbung, aku pergi berlari saat hujan deras menuju rumah sakit. Hingga tiba-tiba aku sudah dibawa oleh entah siapa, dipangkunya aku menuju motor dia, kuyup badanku tak kurasa sama sekali. Sampai di sana, aku hanya melihat bapa sedang koma.
Aku dilarang menangis. Aku bingung. Benar-benar bingung.
Ranjang Mama kosong. Infus Mama masih ada.
Terlalu banyak orang di kamar. Suster membereskan peralatan mama. Aku dilarang bertanya.
"Mama masuk ICU?"
"Enggak Mbak!"
"Lalu?"
Tak puas di situ. Semua orang diam hanya berkata. "Neng jangan nangis, Bapak nanti dengar"
Ah apalagi ini Tuhan.
Kuberlari ke meja satpam kamar Mama. Berharap mendapat jawaban yang baik.
"Sabar, pulang ya. Tunggu mama di rumah!"
"Mama sembuh?" aku terlihat bego. Kondisi mama sore tadi saja sangat tidak mungkin untuk mama sembuh secepat itu.
Aku kehilangan energi.
Hanya sempat sampaikan melalu pesan singkat. "Mama nggak ada, Mas!"
Kembali ke rumah.
Kutatap tempat tidur Mama dan Bapak. Mataku tertuju pada barisan gamis hitam di belakang pintu.
Rapi dan sudah dipotong agar pas dipakai saat lebaran kata mama.
Tapi ini masih Januari. Masih lama menuju lebaran.
Ah aku bego.
Pantas mama ngotot rapikan baju. Ternyata biar aku memakai baju yang disiapkan mama saat menghantarkan mama dan kemudian bapa menuju peristirahatan terakhirnya.
Menunduk dalam. Menyesali waktuku yang terbuang percuma.
Tiba-tiba aku kembali merasakan sakit hati yang begitu perih.
Malam itu, sesudah isya. Tepat setelah kumandikan jenazah Mama. Lirih hati berkata. Sebentar lagi Bapa pun mandi di sini.