Dan aku menyesal.
Hingga pernah mulutku sesumbar, ternyata jadi perempuan nakal lebih menyenangkan daripada menjadi perempuan yang baik tapi tak pernah mendapat yang baik.
Hatiku berontak, mataku menatap liar. Aku berperang.
Dasar aku perempuan dungu, aku salah mengokang. Peluruku sampai bukan pada laki-laki yang tepat. Bram menangkap peluruku.
Tuhan, Tuhan di mana?
Apa doaku kurang kencang? Atau doaku tidak baik? Atau harapanku terlalu banyak? Atau apa Tuhan?
Aku yang sempat mati rasa terhadap dunia, Engkau berikan kembali rasa itu melalui Bram. Aku yang sempat putus asa oleh hidup, Engkau sambung kembali melalui Bram. Dan sekarang saat aku meminta Bram, Engkau minta aku bersabar?
Mau Tuhan apa untukku? Aku lemah, kali ini aku kalah ya Tuhan.
Aku yang begitu kuat menerima caci dan maki, tak kuasa saat alunan cinta perlahan mengisi aliran darah di nadiku. Aku yan bisa berdiri tegak saat telingaku dijejali kata kotor, lumpuh oleh bisikan tentang sabar dan menunggu.
Ketahuilah Tuhan, dan aku sangat yakin Engkau paham isi hatiku. Aku memintanya dengan sangat. Dengan segala kerendahan hatiku, ampuni aku, aku memintanya, aku memintanya, dan aku memintanya.
Perlahan kubuka mataku. rasanya malam ini cukup untuk aku cerita padamu. Besok kuajak kamu berkeliling lagi. Kau siapkan saja telingamu, mungkin besok ceritanya akan jauh lebih menarik.