"Pelayaaaaaan, cepat datang. Bantu aku untuk kembali. Aku lupa sudah berbelok berapa kali dari awal aku injakkan kaki di sini."
Kemana mereka, katanya dengan meniup harmonika akan membuat mereka datang membantuku.
Terlalu lelah meniup harmonika. Kuminum segelas air yang dari tadi aku genggam. Hanya air putih, pelayan tadi berbohong. Bagaimana caranya air putih memiliki ampas.
Glek, glek, glek.
Semakin aku minum, warnanya berubah. Gelap, semakin pekat. Dan Bram hadir di tetes terakhir minumanku.
Kutiup harmonikaku. Aku mau pulang. Aku mau bertemu Bram. Aku mau bertemu dengan laki-laki yang tulus mencintaiku.
"Sssst, bangun. Nyenyak sekali sih. Maafkan aku ya Dru. Jika aku lagi-lagi membuatmu ragu."
Kupeluk erat Bram, janjiku pada Tuhan aku tak akan lepaskan Bram. Demi apapun aku tak sanggup sendiri, aku tak kuat sendiri dan aku tak bisa hidup tanpa Bram.
#Bandung, 27 Agustus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H