"Kurangku apa ya Bram, hingga kamu masih berpikir seribu kali untuk memperkenalkan aku ke Ibu?. Apa aku terlalu buruk Bram?. Atau aku tidak seberapa hebat dibanding Nadya?"
"Bisa tidak kamu berhenti bicara Nadya?. Dengan aku masih bertahan sama kamu, ya aku putuskan untuk sama kamu Dru. Tapi tetap tidak semudah itu."
"Dengar aku Bram. Berkali aku bilang bahwa aku tak selevel denganmu, aku hanya pemain pengganti dengan bayaran murah, aku terlalu rendah untuk menjadi pilihanmu dan aku yakin ibumu tak akan suka denganku."
"Kamu bicara apa sih. Bukan Dru, tidak seperti itu. Sudahlah aku hanya kamu mau mengerti bahwa aku masih sayang sama kamu."
"Sayang?, kamu bicara masih sayang?. Oh berarti besok lusa bisa saja kamu sudah tidak sayang. Iya kan?"
"Ah Tuhan, salah terus aku bicara sama kamu."
"Sudah tahu salah, lalu untuk apa lagi kamu bicara?. Kau kejar saja Nadya, perempuan pilihan ibumu!"
Malas aku perhatikan Bram, lebih baik aku telpon Metta, cari kedai kopi lain, ngegosip, ketawa-ketawa dan tentunya tebar pesona.
Hiii, siapa Bram. Memang laki-laki cuma dia, memang dia the best gitu, sampai aku harus memohon dinikahi dia. Tak usah ya Bram. Bye...
Kaca kedai bergetar, semburat oren sekejap melesat.
"Petir ya Mbak Dru?"
"Bukan Jo, itu langit lagi buang dahak."
"Ih Mbak Dru ditanya serius jawabnya begitu."
Kesalku makin membludak. Maksudnya apa?. Tadi tidak jadi pergi karena ulah Tarjo yang parkir terlalu jauh. Sekarang Tuhan turunkan hujan yang deras dilengkapi petir yang saling membalas, suaranya melebihi teriakan aku dan Bram yang saling bertabrakan.
"Itu artinya kamu tidak boleh pergi Dru. Sini sayang aku mau sama kamu di sini!"
Bang Tarjo kembali menyaji dua gelas Sidikalang yang ditubruk, pisang goreng yang tadi sudah dimakan Bang Tarjo, lalu diganti  dengan singkong goreng kering plus sambal roa special buatan Bang Tarjo.
"Bram, kamu waktu lulus SMA memang inginmu kuliah di UI atau hanya kebetulan?"
"Memang ingin di UI. Masa iya kuliah kebetulan sih Dru. Adu nasib maksudmu?, isi soalnya pakai hitung kancing begitu?"
"Nah kan, kamu memang niat masuk UI, kamu belajar sampai kamu semangat UMPTN kan Bram?"
"La iya, kan tadi aku bilang."
"Menurutmu, kalau kamu tidak daftar UMPTN, kamu punya kesempatan masuk UI tidak?"
"Dru ngaco ah, bagaimana caranya aku lulus masuk UI kalau aku tidak ikut Ujian Masuknya."
"Sip, pintar kamu."
"Duh, maksudnya apa sih. Berbelit-belit kamu Dru?"