Ah, sial. Mau tidak mau aku harus masuk lagi.
"Bang Tarjo, mobilku diparkir dimana sih?"
"Loh memang tidak ada Mbak Dru?"
"Kalau ada, untuk apa aku masuk lagi."
"Mau Ketemu Mas Bram mungkin Mbak."
"Jangan bercanda ya, mana mobilku?"
Bukan memberikan petunjuk, Tarjo malah menarik tanganku keluar.
"Jadi begini Mbak Dru, tadi pas aku mau parkir mobil Mbak Dru, ada mobil Mas Bram yang mau diparkir juga."
"Terus?. Mobil Mas Bram juga tidak ada?"
"Iya, karena sama-sama dititipkan sama aku, parkirnya takut tidak cukup, jadi aku pindahkan mobil Mbak Dru dan Mas Bram ke dekat masjid. Makanya tadi aku ngos-ngosan Mbak, pindah parkir jauh sekali.
"Hah, masjid?. Mesjid mana Bang?"
"Mesjid ujung Ruko mbak."
"Ya Allah itu kan jauh Bang Tarjo. Punya ide kok buruk sih Bang"
Waktu terbuang percuma, tiga puluh menit dari jarak aku tinggalkan Bram aku masih saja di sini.
Suara lantai kayu kedai berderik pelan, semakin jelas terdengar. Aku tak mau bertemu Bram, aku harus segera pergi.
Terlambat.
Bram turun menuruni akan tangga, mukanya sudah tak semasam tadi.
Tak punya pilihan lain, walau aku harus segera pergi hatiku berat untuk tinggalkan Bram.